"Oh, iya. Maaf, aku lupa. Veronica bilang kamu mau mewawancarai aku, ya?" jawabnya, meski nada suaranya masih terdengar sedikit gugup.
Nadine tersenyum tipis. "Ya, benar. Kalau kamu ada waktu sekarang, aku harap kita bisa memulainya. Ini sebenarnya mendadak, tapi aku rasa ini kesempatan yang tepat, kan?"
Nathan mengangguk. "Nggak apa-apa, aku juga sedang nggak terlalu sibuk saat ini. Yuk, kita cari tempat duduk yang lebih tenang."
Mereka pun duduk di bangku kayu di pinggir lapangan, di bawah pohon rindang yang teduh. Veronica sudah siap dengan kameranya di belakang mereka, mendokumentasikan setiap momen dengan cermat.
"Jadi, kita mulai saja, ya. Perkenalkan dulu dirimu, Nathan, meski aku tahu kamu adalah ketua panitia acara hiburan Sumpah Pemuda. Tapi, mungkin pembaca perlu tahu lebih detail," kata Nadine sambil mengeluarkan buku catatannya.
Nathan tersenyum, sedikit salah tingkah karena formalitas itu. "Baiklah. Nama lengkapku Jonathan Wirakusuma, tapi teman-teman lebih sering memanggilku Nathan. Saat ini, aku sedang menjabat sebagai ketua panitia hiburan dalam acara perayaan Sumpah Pemuda di sekolah kita. Tugasku lebih banyak mengurus bagian acara hiburan seperti pentas seni, musik, dan segala sesuatu yang bersifat non-formal."
Nadine mengangguk, mencatat dengan serius. "Bagaimana perasaanmu saat dipercaya mengemban tanggung jawab besar ini? Apalagi, acara ini termasuk salah satu yang penting dan ramai di sekolah."
Nathan sedikit menggaruk kepalanya, gugup. "Jujur, awalnya aku merasa beban besar. Ini acara yang skalanya besar, dan ekspektasi dari siswa lainnya juga tinggi. Tapi, setelah mulai bekerja sama dengan tim, aku merasa lebih tenang. Kami saling mendukung, dan akhirnya aku bisa menikmati prosesnya."
Nadine tersenyum kecil, mencatat setiap kata. "Berarti kamu merasa peran tim sangat berpengaruh, ya?"
"Iya, pastinya. Karena tanpa tim, aku nggak mungkin bisa mengerjakan semuanya sendiri. Terutama di acara besar seperti ini, semua peran itu penting," jawab Nathan dengan lebih percaya diri.
Meskipun Nathan berusaha tetap tenang, Nadine bisa melihat ada sedikit kegugupan dalam caranya bicara. Matanya sesekali mencuri pandang ke arah Nadine, namun dengan cepat kembali fokus pada jawaban yang ia berikan.