Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Latta dan Uzza

19 Juni 2020   15:10 Diperbarui: 19 Juni 2020   15:16 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang dia sudah menjadi wiraswasta yang sukses. Usaha pembuatan rotinya menyebar di berbagai daerah. Karyawannya hampir ribuan. Dia juga memiliki ratusan hektar sawah di penjuru tanah air. Juga puluhan unit cabang usaha penghasil uang lainnya.

Aku sempat terheran-heran, kenapa usahanya bisa berkembang pesat. Rezeki dari langit seolah mengalir tanpa henti. Begitu baikkah Tuhan pada seseorang yang selalu kelu dalam menyebut nama-Nya? Kecurigaan lamaku tumbuh, jangan-jangan dia mendapat bantuan dari Latta dan Uzza dalam hidupnya, tuhan lain seperti yang pernah diucapkannya dahulu.

Bisa jadi. Setelah kutanya beberapa karyawannya, mereka memang tidak mengenalnya sebagai sosok yang religius.

"Apakah kalian pernah melihatnya sholat?"
Jawaban yang kudapat hanyalah gelengan kepala.

Dari karyawan lain aku mendapat informasi tambahan. Tiap bulan puasa tiba, ia selalu melanglang buana entah ke mana. Namanya juga tak ada dalam daftar pemberi zakat di tempat tinggalnya. Dia juga tak pernah terlihat memotong hewan qurban dan dibagikan pada karyawannya. Bahkan dengan setumpuk kekayaannya, dia tak pernah terdengar menunaikan ibadah haji.

Jelas bagiku, dia mendapat kekayaan dengan cara memberhalakan sesuatu. Entah seperti apa, aku tak tahu pasti. Yang jelas, kondisi ekonomi kami sekarang bertolak belakang. Dia naik pesat, sementara harta peninggalan orangtuaku terkuras habis saban tahun. Semua seolah berpindah padanya.

Yang tersisa hanyalah sehektar tanah cikal bakal berdirinya pondok Tahfizd di atasnya. Sayang, sampai sekarang belum juga terwujud.

Sejak mendengar kesuksesannya, aku merasa Tuhan tidak berpihak padaku. Tidak masuk diakal. Seseorang yang sering melecehkan nama-Nya seperti dia, diberi rezeki yang berlimpah ruah dari langit. Sementara aku yang selalu menyebut nama-Nya siang malam justru terlempar jauh ke bawah.

Aku merasa aneh dengan keberhasilannya. Aku tergerak ingin menemuinya. Aku ingin belajar tentang kesuksesan dan menguak rohaninya. Sekaligus meminta sumbangan untuk mewujudkan impian kedua orangtuaku mendirikan pondok Qur'an tersebut.

Dari salah seorang karyawannya aku mendapat nomor kontak. Setelah berkomunikasi dengan asisten pribadinya yang memegang nomor telepon, dia sendiri rupanya enggan berhubungan dengan siapapun lewat jalur ini, aku ingin menemuinya kamis malam. Tetapi asistennya merasa mustahil mengatur pertemuan di hari tersebut. Kutanyakan alasannya kenapa. Jawabaannya membuatku tercengang.

"Dia selalu melakukan ritual pribadi tiap malam jum'at. Insya Allah bisa bertemu nanti hari sabtu jam sepuluh di rumahnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun