Kauberikan bunga mawar ini untuk wanita di gubuk sunyi itu. Ia sendiri ditemani hijau dedaunan dan pepohonan yang meranggas.
Jangan kaujawab bila ia bertanya dari siapa bunga ini. Aku takingin ia mengetahui siapa yang menghadiahkan.
Bunga mawar ini mengandung pesan cinta untuknya. Bukan dari kau tapi aku. Kauhanya pembawa pesan dan bunga ini. Camkan itu.
Aku akan ada di bawah rindang pohon angsana di sudut kelokan jalan dekat rumahnya itu. Aku akan berdiri di situ memperhatikan langkahmu. Â Juga langit, angin, cahaya mentari.
Supaya kau tidak mengubah hatimu untuk menetapkan diri sebagai pembawa pesan dan bunga. Â
Sekali lagi jangan katakan dan sebut namaku. Aku malu dan pasti ia takut.
Tom mengatakan itu pada Ron. Ron kemudian hati-hati melangkah, dan tertatih membawa pesan dan hadiah tersebut diiringi langkah kaki Tom yang ikuti dari belakang.
Dua kali tanjakan dan satu kelokan Ron telah lewati, maka Tom tepati janjinya berdiri di bawah pohon itu. Tom menganggukan kepala tatkala Ron berpaling sejenak ke arahnya.
Gubuk itu sudah ada di hadapan Ron. Tidak kurang 15 langkah kaki ia bakal sampai. Tatapan mata Ron kosong. Lima langkah ia lalui, dengan satu kali tersandung nyaris bunga yang ada digenggamannya terlepas.
Tapi ia kuatkan diri agar pesan dan bunga Tom ini tidak terluka. 10 langkah sudah dijalani. Tinggal lima langkah kaki. Ia berhenti sejenak, mengatur napas, dan menghebuskan napas dari mulutnya yang ia benturkan ke telapak tangan kanannya yang putih kemilau itu.
Raut wajahnya tetap biasa. Tapi hatinya siapa yang tahu. Wanita itu ia lihat sekarang dari jarak lima meter. Dan wanita itu sedang memunggungi dirinya. Ia tengah membenahi tumpukan kayu bakar untuk persiapan musim dingin yang sebentar lagi datang.
Wanita itu menghentikan gerakannya kala mendengar bunyi langkah kaki, dan lelaki yang mendehem bersamaan bunyi kayu yang saling beradu.
"Ron?"katanya
"Ya honey,"balas Ron lembut dan perih hatinya
Ron kemudian merapat dan mendekati wanita itu, lalu ia genggam ujung jarinya yang seolah sedang meraba.
"Kaudatang lagi hari ini. Terima kasih."
"Iya sayang."
Ron memintanya dengan langkah kaki untuk dikuti wanita ini menuju hamparan tikar rotan di atas bale-bale yang biasa wanita ini habiskan waktunya.
Mereka berdampingan. Wangi bunga dirasakan oleh hidung wanita ini. Ia kenal aroma dari bunga yang dihembus semilir angin perbukitan.
Hatinya membuncah senang, senyumnya mengembang riang. Deretan baris putih giginya dibiarkan terbuka, meski tidak tertawa. Tipis bibir dan bangir hidungnya tidak Ron lepaskan dari tatapan matanya.
"Aku tahu ini mawar."
"Ya, bunga mawar yang indah dan wangi seperti dirimu."
Wanita ini tidak biarkan bibirnya rapat mendengar pujian Ron. Ia luaskan senyumnya.
Ron takkuasa lagi mampu bertahan tatkala wanita yang selama ini dikenal dan disayangi ini meminta agar ia lekas menyerahkannya.
Ron kemudian menyerahkan bunga itu dengan mempertaruhkan dirinya.
"Terima kasih Ron, kau sungguh baik. Aku akan setia dan menunggumu untuk meminangku."
"Aku akan meminangmu kelak,"bisik Ron lembut.
Dari kejauhan Tom tersenyum senang bunga yang dititipkan pada Ron telah diterima dengan senyum terbuka dari wanita itu. Ia masih menunggu, lalu melambaikan tangannya pada Ron agar ia cepat kembali.
Ron melihat itu kemudian ia berkata pada wanita ini.
"Aku akan kembali tiga hari lagi seperti biasa, sayang."
"Baiklah. Aku akan menanti."
Bunga itu ditempatkan pada pas bunga yang ada di sudut rumah dekat bale-bale. Ron kemudian bergegas menuju Tom diiringi senyum wanita ini dari kejauhan.
Keduanya meninggalkan wanita yang diliputi kegelapan sekian lama ini.
***
Tiga hari kemudian Tom datangi wanita ini. Udara dingin merambah di sekitar meski angin sekali-kali berhembus. Cahaya mentari masih bersinar terang.
Wanita ini dilihatnya sedang duduk di kursi di dekat tumpukan kayu bakar. Ia terlihat lelah oleh Tom. Suara langkah kaki Tom yang memburu terdengar tidak biasa oleh telinga tajam wanita ini.
"Kaukah itu Ron?,"tanyanya senang.
"Aku Tom, Tomorrow will be with you forever,"balasnya bergurau.
Wanita itu kaget, bercampur takut. Ia siapkan senapan yang ada di sisinya. Wanita ini waspada kelak bakal terjadi sesuatu atas dirinya. Ia hati-hati.
Tom melihat pas bunga mawar itu ditempatkan dengan indah. Hatinya senang, dan terbahak kemudian.
"Terimakasih, kausudah menerimaku dengan indah. Hidup bersamamu takbisa lagi kaumengelak. Itu buktinya."
Tom menunjuk pada bunga seraya mendekat pada wanita ini. Bau alkohol tercium oleh wanita ini dari mulut Tom.
"Itu bunga Ron. Ron yang memberikan padaku tiga hari lalu.Kaumemang pecundang, pembohong, dan pembunuh keluargaku. Apakah kaudatang ingin membunuhku kedua kalinya?"
Darah Tom mendidih mendengar pengakuan wanita ini. Apa yang ia pesankan benar-benar tidak dicamkan oleh Ron.
"Budak sialan!"
***
Esoknya. Pagi masih diselimuti kabut tipis. Jendela gubuk itupun masih rapat terkunci untuk menepis angin perbukitan yang datang tiba-tiba. Suara burung sekali-kali terdengar seperti malas.
Wanita ini membuka pintu sebagaimana pagi yang biasa ia lakukan sekadar menghirup udara segar. Tapi ada sesuatu yang aneh tatkala ia melangkah dan tersandung oleh benda yang tidak ia duga.
Ia kemudian jongkok dan merabanya. Seorang manusia dirasakan oleh jemarinya. Darah menempel pada telapaknya yang kental dan ia mendekatkan pada hidungnya.
"Darah!Ya Tuhan, siapa ini?Mengapa ada di sini?"
Ia menjerit kemudian sekeras-kerasnya membangunkan seisi perbukitan itu. Berulangkali, dan berulang kali, hingga keajaiban pun datang.
Perlahan matanya samar-samar melihat bayangan yang ia tangkap dari cahaya yang tidak ia ketahui darimana asalnya.
Samar, kemudian perlahan menjadi jelas. Ia lihat sekeliling dengan tidak percaya. Suasana pagi masih ia rasakan sebagaimana masa kecilnya di perbukitan ini.
"O Tuhan, aku bisa melihat kembali. Terima kasih,"bisiknya pelan seraya meneteskan airmata tatkala melihat tubuh lelaki tampan yang ada di hadapannya tergolek berlumuran darah di bagian kepalanya.
Ia sangat mengenali lelaki ini sedari kecil, Ron.
"O Ron,"ratapnya pilu di hadapan jenazah itu.
***
Dua tahun ia tinggalkan perbukitan itu. Entah kemana ia lalui jalan hidupnya selama dua tahun itu. Gress kembali sebagai wanita yang berbeda.
Gubuknya masih sebagaimana dulu ia tinggalkan. Tetes darah yang kering masih tampak ia lihat walau sudah nyaris menyatu dengan tanah. Sebentar ia di sini.
Kudanya dipacu kencang. Ia singgah kemudian di kota. Tidak ada tujuan. Tujuannya hanya satu mencari Tom.
Tom masih ia ingat suaranya, dan samar wajahnya. Maka ia istirahat sebentar tanpa mencari tahu di mana Tom. Ia masuk ke suatu bar yang ada di kota itu.
Satu porsi makanan ia pesan. Baru dua suap, datang seorang lelaki. Mencoba menggodanya. Gress tertawa mendengar ocehannya.
Ocehan itu semakin sering diucapkan makin ia ingat seseorang. Lelaki itu merasa mendapat jalan, semakin nekad untuk duduk di hadapan Gress tanpa permisi.
Katanya,"aku Tom, walikota di kota ini."
Seiring ia menyebut nama itu, satu kali letusan pistol hinggap dijidatnya. Lalu terjengkang satu meter. Mati.
Gress tersenyum puas. Diikuti mata ketakutan seisi bar. Ia tinggalkan kota kemudian tanpa ada yang mencegah. Kudanya kembali dipacu kencang untuk menjalani sisa hidupnya entah di mana.
Penduduk kota senang dengan matinya Tom. Walikota bengis yang selalu meresahkan warga selama dua tahun terakhir ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H