Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berhentilah Berdiskusi ala Orang Bijak

14 Desember 2024   15:37 Diperbarui: 30 Desember 2024   16:27 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terus, seorang teman akademisi sekadar menyodorkan data. 

Maksudnya, tolong dong si doi yang menolak istilah toleransi, moderasi beragama, radikal hingga teroris gunakan data. Kalau cuma ngoceh, siapa saja juga bisa melontarkan kata-kata.

Kelompok atau organisasi masyarakat Islam yang mana menyuarakan moderasi beragama? Di situ ada datanya, ya? Teman yang akademisi memajang datanya di layar grup WA. Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al Wasliyah dan organisasi lainnya bercokol di data. Organisasi Islam berafiliasi ke mana? Muncul sekian persentase afiliasinya di beberapa daerah, dari Sumatera hingga Papua. 

Yang rilis datanya tak tanggung dari Survei Nasional Alvara Research Center, 2024. Cukup ter-update kan? Kalau ada teman yang bantah dipersilahkan dengan data.

Bercanda mengiringi diskusi. Bercanda, "sama daku." Begitu jawabku. Selanjutnya, saya mengomentari sekenanya. Data ini menunjukkan bahwa Salafi dan Jamaah Tabligh bukan organisasi Islam, iya kan? Saya berharap ada teman yang menyelah komentar saya. Ternyata tidak menarik minat teman untuk mendiskusikannya. Berarti saya gagal merangsang teman lain dalam berdiskusi. Saya hanya membatin. Kenapa ya?

Lalu, sekelebat seorang senior tanpa bayangan muncul dengan data atau konsep yang jitu. Rupanya, senior kami menawarkan gagasan kemakmuran versi Muhammadiyah, yang beberapa hari yang lalu terbit di Harian Kompas. Tak cuma itu, dia menampilkan konsep pribadi.

Agar tidak berlalu begitu saja, saya memberanikan diri untuk mengomentarinya. "Sekadar catatan kanda Suhu." Begitu panggilan akrab saya pada senior yang dituakan karena ilmunya mumpuni. 

"Cuma Indikator Religiusitas nggak bisa atau setidaknya sulit diukur?" Misalkan, jumlah atau frekuensi shalat fardhu si fulan; tingkat iman si fulan; persentase akhlak si fulan.

Apa tanggapan balik senior atas komentar saya? 

"Iya. Memang debatable. Perlu dirumuskan lagi. Paling tidak, minimal menggunakan confirmatory factor analysis, koefisien Crobanch, uji validitas, dan lain-lain."

Saya pun terpantik. "Ini lumayan kompleks. Sebaiknya, kalau boleh dibilang kelima Indikator Utama dan Kunci tersebut (indikator: input, output, outcome, impact) terukur. Sebaiknya juga ada kerangka logis. Sebab, kemewahan suatu konsep (perencanaan) terletak pada kerangka logis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun