Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Teroris itu Bergantung di Mana Kita Berdiri

19 Mei 2024   21:12 Diperbarui: 3 Juli 2024   05:02 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sepekan ini banyak peristiwa yang terekam di medsos. Berulang kali mengintip berita seputar perseteruan Israel dan Hamas. 

Boleh dikata saya sudah "tawaf tujuh kali" mengitari medsos demi buru berita tentang teroris. Betapa medsos dijadikan "berhala baru" sebagai ritual keseharian. Ada-ada saja kaum Twitteran menanggapi berita, opini, dan komentar sekitar teroris.

Terlalu banyak labelisasi teroris pada pihak tertentu. Terutama dunia Islam dan Arab menjadi teroris terbaik.

Konyolnya, teroris enggan menahan kesal dengan mengelus dada, justeru kita yang lemas dan cemas. Setiap teroris bisa dikenali dan semua niat jahatnya disembunyikan. Kita akui bahwa ada memang oknum yang "kroslet" pikirannya tatkala melihat carut-marutnya dunia.

Cukup sederhana kita menggambarkannya. Pihak yang melihat orang berjenggot lebat dan berikat kepala, yang bertuliskan kalimat Tuhan sambil menenteng senapan sudah bisa didapuk sebagai teroris. 

Entahlah, orang yang baru membaca satu atau dua buku sudah menganggap dunia menurut kaca mata kita benci ini dan kita musuhi itu. Membaca beratus-ratus buku saja tidak menjamin tanpa teliti dan telaah masak-masak seperti makanan perlu kita cerna sebaik mungkin.

Aneh jadinya, jika ada sesuatu kita telan mentah-mentah. Jika tidak, dunia ini terasa menyesakkan dada. Dari dada yang sumpek dan kepala yang picik menumpuk di situlah ada yang aneh dengan diri kita. Teroris lahir setelah dibayangi-bayangi oleh teror kepicikan dan ketercampakan dirinya dalam menghadapi kenyataan dunia.

Buktinya, banyak teroris bukan karena pandir, melainkan ketidaktertanggulanginya hidup di dunia antara nyata dan palsu. Teroris itu jelmaan orang dan kelompok yang melakukan pengingkaran realitas. Hidup kita, misalnya, kita tidak sendirian.

Kehidupan itu berwarna-warni. Kehidupan juga silih berganti antara susah dan senang, tawa dan tangis, gembira dan sedih, kuat dan lemah. Nah, biasanya orang yang dirasuki ajaran teroris juga telah dicuci otaknya. Hanya orang melihat dengan seluas-luas dunia tidak mudah terjerumus dalam dunia teroris.

Itulah sebabnya, teroris dan terorisme selalu menjadi momok yang menakutkan. Sehingga Israel maupun Hamas yang melakukan teror akibat pembunuhan dalam skala masif digelari sebagai teroris.

Padahal, teroris dan terorisme muncul karena dagangan agama. Memang, kita lihat oknum yang terjerumus dalam terorisme datang dari cara berpikirnya. Banyak teroris tidak berwajah beringas. Dandanan teroris tidak ubahnya sebagai orang biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun