Kedua, Rendahnya tingkat elektrifikasi.
Akses KK miskin ekstrem terhadap pelayanan jaringan listrik masih rendah. Permasalahan rendahnya akses KK miskin ekstrem terhadap elektrifikasi yang dimaksud adalah memiliki penerangan listrik yang menyambung sebesar 23,57 persen.
Ketiga, Masih rendahnya akses sanitasi dasar jamban keluarga.
Permasalahan yang dihadapi oleh rumah tangga miskin ekstrem adalah rendahnya akses terhadap sanitasi dasar jamban keluarga karena status kepemilikan jamban keluarga yang hanya menumpang di tempat lain. Akses KK miskin ekstrem terhadap sanitasi dasar jamban keluarga sebesar 23,57 persen.
Rangkaian peristiwa di balik permasalahan banyaknya rumah tidak layak huni, rendahnya tingkat elektrifikasi, dan rendahnya akses sanitasi dasar jamban keluarga, misalnya bukanlah menyangkut keputusan dan penafsiran, melainkan kosa kata kemiskinan ekstrem yang tertulis. Analisis diakui tidak lebih dari suatu terapi dan bahan diskusi ekonomi, resep politik hingga model pendidikan kaum miskin.
Kita melihat, permasalahan kemiskinan ekstrem yang kompleks adalah permasalahan ’hak’. Sejak ”si Capa’ dan si Makkaratang ada di sana,” keduanya tidak sedih, begitu pula mereka yang tidak menerima program bantuan.
Mengapa mereka bersusah payah untuk memamerkan citra kemiskinan ekstremnya? Sekali citra itu muncul, apa yang kita pantau menjadi kebenaran. Mengapa mereka membiarkan dirinya tenggelam dalam kemiskinan yang menurut mereka merupakan hal biasa? Mengapa mereka harus melingkar-lingkar dalam setan kemiskinan yang tidak berujung pangkal? Mengapa mereka larut dalam mimpi buruk. Di situlah permasalahannya. Tidak yang harus disembunyikan dari mereka dan dari aparat penyelenggara negara.
Suatu hari nanti, mereka lepas dari hari gelap menuju hari cerah ceria. Bagi rumah tangga miskin ekstrem, hari ini dan besok pagi tidak akan gelap lagi. Waktu adalah milik mereka. Rumah reok bukan rumah, tetapi membuat mereka tetap bertahan hidup dan menjalani hidup secara wajar.
Permasalahan yang mesti kita jawab dengan permasalahan ditandai penggiringan pada perburuan rente
di balik program kemiskinan ekstrem. Kita mesti berpikir pada cara mempermasalahkan orang-orang yang tidak menganggap permasalahan kemiskinan ekstrem. Ini bentuk permasalahan lain. Setiap orang miskin ekstrem punya ide, imajinasi, dan gambaran agar keluar dari belenggu kemiskinan. Kita berharap, tulisan tentang kemiskinan ekstrem di bumi ini tidak mandeg menjadi arsip belaka.Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H