Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Asal Capres Tidak Mengibuli Si Miskin

17 November 2023   23:06 Diperbarui: 16 Januari 2024   12:22 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Foto rumah miskin ekstrem jelas tidak bertaburan dengan kekayaan dan jauh dari gaya hidup glamor. Foto itu sebagai dokumentasi kemiskinan ekstrem. Boleh dikata, rumahnya sepintas nampak mirip gubuk reok.

O iya. Saya yang bertugas mewancarai agak terhibur. Bukan apa-apa, di atas rumah ibu miskin ekstrem, saya nyaris "dikeroyok" oleh emak-emak. Hari jelang siang itu, saya dikelilingi oleh emak-emak lantaran suasana cukup akrab. Hanya tiga yang bapak-bapak. Saya bareng kawan satu tim, yang nyetir mobil dan yang satunya dari perangkat desa.

Karena itu, ibu yang diwawancarai sebagai responden menemui kami yang sejam lagi bermandi keringat. Diakui, di luar sana, cuaca begitu panas. 

Kawan-kawan membatin, "Duh, bagaimana jika kami yang menyandang miskin ekstrem? Super bokek, menggelepar lagi karena suhu panas tak tertahankan." Keras kehidupan, begitu yang terlontar dari kawan kami.

Ibu Diana namanya. Suaminya, Sudirman sedang menjadi buruh bangunan di tanah rantau. Inilah rumah yang pertama kami monitoring. Rumah di sebelahnya nampak tidak berjejer rumah keluarga dalam kriteria miskin ekstrem. Cuma pembuka mata lewat monitoring lebih dari sepuluh jengkal tanah gersang, titik di mana rumah bertengger di atasnya.

Tidak disangka, ibu miskin ekstrem Diana yang kami temui. Ada pula ibu-ibu dari tetangganya, ternyata mereka ada hubungan keluarga. Mereka mendengar apa yang kami obrolkan dengan ibu miskin ekstrem.

Percakapan kami dengan ibu Diana berlangsung di atas rumahnya, di dekat pintu. Kami duduk bersila, posisi lesehan kecil-kecilan sembari mewawancarai ibu, yang usianya lebih mudah kurang lebih sepuluh tahun dengan usia saya. Karena rumah tangga miskin ekstrem, lahir batin keluarganya sangat bersahaja dan sangat terbatas.

Sampai berlanjut mewancarai ibu Diana, suara emak-emak terdengar sayup-sayup. Eh, sebelumnya di kantor desa diperkenalkan ibu-ibu penyuluh dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana. Saling sapa, tetapi saya lupa namanya. Di rumah miskin ekstrem yang sama, kita menyaksikan kesempurnaan penderitaan yang tidak disesalkan karena mereka juga mampu bertahan hidup.

Saat ibu Diana diwawancarai memiliki tujuh orang anggota. Sudirman sebagai kepala keluarga harus menanggung isteri dan lima orang anaknya. Mereka menerima program bantuan melalui Program Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 750.000 rupiah lebih dari tiga bulan. 

Mereka juga pernah menerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), diantaranya telur dua rak dan 200.000 ribu rupiah per bulan. Keluarga Sudirman sempat menerima program Bantuan  Langsung Tunai Bahan Bakar Minyak (BLT BBM). Program bantuan paling anyar adalah Beras 10 Kg perlu dinikmati oleh Sudirman-Diana bersama lima orang anaknya.

Dari hasil wawancara, ibu Diana mengatakan sudah lima tahun menerima PKH. Manfaat program bantuan yang dirasakan oleh keluarga mereka sangat membantu meringankan beban pengeluaran dan beban hidup sehari-hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun