Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Asal Capres Tidak Mengibuli Si Miskin

17 November 2023   23:06 Diperbarui: 16 Januari 2024   12:22 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah obrolan kami dengan salah satu perangkat desa saat kegiatan monitoring sepekan kemarin, seorang ibu yang berwajah lusuh datang mendekat. Selaku tim monitoring, saya bersama kawan lainnya memang menanti seseorang untuk diwawancarai terkait data kepala keluarga miskin ekstrem. 

Ibu itu rupanya datang sendirian setelah dipanggil oleh tetangganya. Dia mewakili suaminya sedang merantau untuk mencari nafkah.

Sebelum wawancara, kami menoleh ke kiri kanan kondisi rumah miskin ekstrem. Rumahnya adalah rumah panggung. Kami menyaksikan dari tampak depan, rumahnya tidak layak huni.

Tidak ada yang remang-remang dari kondisi rumahnya. Beranjak di tempat kami mejeng dan memelototi rumahnya, kami pun menginjakkan kaki di atas papan lantai yang sudah usang.

Dinding bagian depan rumahnya terbuat dari seng. Jika dilihat dari samping kiri, kanan, dan belakang rumahnya berupa gamacca, dinding rumah berbahan tradisional anyaman bambu. Tangganya yang pendek terbuat dari susunan batu plesteran.

Parah! Dinding gamacca sebelah kanan dari arah depan terlihat sudah menganga. Ia seperti dinding bambu yang robek berat, sehingga tembus pandang tatkala ada cahaya lampu dari bagian dalam rumahnya.

Jika dibiarkan kelamaan karena usianya sudah lapuk, maka dinding bambu rumahnya sewaktu-waktu akan amblas. Rumahnya dimakan usia tidak terasa membiarkan ruang bagian dalam tidak terurus. Sebuah lemari pakaian tanpa cermin dan sebuah bangku kecil yang di atasnya terdapat lipatan pakaian bersusun-susun. 

Rumahnya telanjang di bagian langit-langit; rumah tanpa plafon. Dua helai tirai turut bergelantungan, yang mengantarai ruangan depan dan ruangan dapur. Dua helai pembatas itu terbuat dari karung pupuk dan sehelai selimut yang sudah lusuh.

Bagian dapur menandai kemiskinan yang utuh. Lantai dapurnya terbagi dari bambu dan papan yang menganga. Salah langkah sedikit, kaki kita bisa terjerembab. Kaki kita leluasa keceblos dan bergelantungan karena papan lantainya yang bocor. Hari itu, sumpah demi langit dan bumi! Tidak ada asap yang mengepul di dapur rumahnya.

Mata kepala saya tiba-tiba terpaku pada papan lantai yang sudah bolong-bolong. Berkat jipratan kamera ponsel, lantai papan hingga bagian dapur bisa diabadikan. Sekadar info, foto-foto kondisi rumah miskin ekstrem menjadi bukti betul-betul ada kesesuaian data dengan fakta lapangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun