Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dua Pertanyaan Ulang tentang Narkoba

10 Juni 2023   10:33 Diperbarui: 13 Juni 2023   20:07 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Boleh jadi, ada kemungkinan lebih dari dua pertanyaan. Bahkan pertanyaan tanpa permasalahan. 

Seseorang mungkin tidak paham permasalahan tentang obat terlarang. Tetapi, dia belum tentu “lupa daratan” atas ketidakpahaman dirinya dengan permasalahan tentang obat terlarang. Saya sadar, hasrat dan kesenangan sebagai pilihan menduhului kecanduan atas obat terlarang.

Beberapa orang tidak berbicara lagi tentang hasrat dan kesenangan yang hanya leluasa untuk menyanyikan dan mengalihkan obyek pembicaraan secara diam-diam di luar tema obat terlarang. 

Karena keserbaragaman dari narkotika, psikotropika dan obat terlarang (Narkoba), di situlah ada daya tariknya untuk membangkitkan hasrat seseorang secara berlebihan. Atau ia dianggap biasa-biasa saja? 

Berkat rangkaian konsekuensi dan daya tarik khusus, pertimbangan dari masa muda dan pertimbangan sosial lainnya. Yuk, kita “mengutui” dua pertanyaan ulang!

Pertanyaan Ulang yang Pertama 

Apakah Narkoba memiliki daya tarik khusus? Setelah “mengibiri” kausalitas khusus, apakah kita dapat mengabaikan berbagai pertanyaan tentang kebenaran yang dimuatinya?

Kata ‘khusus’, selain bukan berarti ‘metafisika’, ia bukan pula ‘filsafat analitis’, ‘moralitas’ dan apalagi semata-mata ‘kausalitas ilmiah’ (diantaranya bahan kimia). Ia bukan sebuah susunan dunia ilmiah yang menjelaskan setiap perbedaan antara kausalitas umum dan kausalitas khusus, kausalitas medis dan kausalitas psikiatri. 

Bukan karena kebetulan, pertanyaan yang khusus juga nampaknya tidak akan mengambil-alih kausalitas melalui daya tarik khusus. Pertanyaan ulang yang pertama dilihat dari pendekatan medis dan psikiatris tentang kecanduan pada Narkoba.

Sesungguhnya apa yang dikatakan daya tarik khusus di balik Narkoba adalah ‘konsekuensi’ selera dan kesenangan. Sementara, aliran hasrat melebihi kecanduan atau ketergantungan “tipis-tipis” atau “berat” terhadap obat-obatan. Konsekuensi tersebut tidak merujuk pada kausalitas dan daya tarik khusus, melainkan saling menjalin antara satu sama lain.

Kita bisa saja menemukan berbagai kemungkinan bakal terjadi tanpa pemetaan teritori atau konsekuensi dan daya tarik khusus obat terlarang. Lebih dari itu, bukan saja relasi antara jenis obat terlarang yang memiliki kausalitas dan daya tarik khusus, tetapi, juga diskursus kebenaran. Ia menjadi diskursus yang membuat orang tertawa. 

Konsekuensi dan daya tarik khusus yang dimiliki oleh Narkoba masih tetap sebagai kekuatan yang tidak tergoyahkan. Jadi, obat terlarang  didekati bukan karena psikoanalisis atau diskursus kebenaran yang melekat padanya.

Lalu, setiap relasi antara diskursus kebenaran dan kausalitas khusus Narkoba akan membuat orang tertawa geli. Seseorang dibuat berhasrat dengan Narkoba berarti menertawakan kausalitas khusus atau kausalitas umum sebagai kebenaran. Mungkin seseorang mulai terangsang hasratnya yang diciptakan melalui obyek hasrat bukan menjadi kausalitas khusus, melainkan konsekuensi yang dimiliki oleh obat terlarang. Jika seseorang telah mabuk kepayang bukan sebagai kausalitas khusus, tetapi ‘konsekuensi dan daya tarik nyata’ dimiliki oleh Narkoba.

Waspadalah kawan! Kegemaran atau kecanduan merupakan konsekuensi dengan perbedaan antara kausalitas umum dan kausalitas khusus. 

Sedangkan kausalitas ilmiah enggan dipisahkan dengan kausalitas medis dan kausalitas psikiatri di hadapan obrolan tentang Narkoba. Apapun yang kita perbincangkan tentang kausalitas umum dan kausalitas khusus hanya melawan dirinya sendiri, bukan konsekuensi atau daya tarik yang nyata.

Banyak orang berceloteh bahwa benda-benda imajiner di balik Narkoba menciptakan hasrat dan kesenangan. Perbedaan antara konsekuensi dan daya tarik dari Narkoba sesuai dengan wujud alamiah dan wujud virtual menjadi kabur (selain hasrat dan kesenangan, maka fantasi datang dari Narkoba).

Silau men! Bayangkan, dugaan adanya bunker Narkoba “nongkrong”di kampus mencuat lewat media online setelah terendus oleh aparat kepolisian. Gila! Soal muncul selentingan berita, bahwa ada pihak yang “mainkan” barang itu, kita serahkan pada pihak berwewenang.

Tentu ada orang berkeberatan, ketika orang lain betul-betul percaya bahwa kausalitas khusus tidak menentang konsekuensi atau daya tarik khusus sepanjang neurosis merupakan bagian dari kebenaran. Sebaliknya, orang tidak percaya pada kausalitas khusus, ketika neurosis menjadi satu penyebab kecanduan obat-obatan dan sejenisnya. 

Kausalitas khusus dalam kaitannya pada usaha untuk membangun relasi antara neurosis dan psikososial yang diproduksi secara nyata (mimpi, ilusi) dalam Narkoba. Konsekuensi obat terlarang juga melibatkan disiplin kedokteran.

Berdasarkan kausalitas medis dan kausalitas pskiatri berusaha untuk menyembuhkan dari kecanduan Narkoba yang diderita oleh individu. Seseorang menceburkan dirinya dengan obat terlarang, berarti aliran hasrat yang dibentuknya bertujuan untuk menolak mekanisme ketakutan. Obat terlarang membuat pikiran kacau dalam kausalitas khusus diubah menjadi konsekuensi dan daya tarik khusus. 

Seseorang mungkin tidak terserempet dalam mekanisme kecanduan. Tetapi kecanduan obat terlarang bukanlah mekanisme yang berdiri sendiri dari tinjauan disiplin ilmiah.

Dari permasalahan kausalitas khusus ada karena ia tidak mutlak, bebas, dan kuat. Kausalitas khusus dalam obat terlarang sama tidak stabilnya dengan ketidakhadiran alias kelenyapan makna kehidupan. Selama tidak disesuaikan dengan konsekuensi atau daya tarik khusus, maka makna kehidupan tetap lenyap ditelan oleh obat terlarang. 

Nah, karena sejauh ini, kausalitas khusus menunjukkan dirinya acuan dalam jejak dan tanda. Karena itu, penanganan individu betul-betul diberikan obat sebatas pada tujuan untuk menenangkan humornya, melampiaskan ketagihannya, mengeluarkan semua kemacetan sistem darahnya, dan sebagainya.

Mekanisme pengendalian diri atas Narkoba untuk memastikan kesembuhannya. Sehingga tidak heran, jika pertanyaan bakal berulang kembali dalam suatu lingkaran kausalitas khusus. Misalnya, ketika seseorang tidak diketahui jejak atau tanda bahwa dialah yang berada di bawah pengaruh sabu-sabu, kokain atau asap ganja yang mengendarai kendaraan tiba-tiba mengalami kecelakaan lalu lintas.

Seluruh dunia obat terlarang harus ditunjukkan pada kausalitas khusus melalui aliran hasrat yang menginvestasi sebuah sistem jejak dan pengaruhnya untuk menentukan sebuah hasil akhir yang diambil dari pertanyaan ulang tentang kebenaran. Pengetahuan medis dan psikiatri tidak hanya menimbulkan pertanyaan tentang kebenaran yang ditinjau ulang. 

Mengapa seseorang usai “nyabu” mengalami kecelakaan kendaraan, misalnya? Apa yang dialami oleh seseorang semata-mata konsekuensi logis. Dari titik ini, “nyabu” bukan kausalitas khusus yang menyertainya.

Konsekuensi itu meletakkan dirinya pada persamaan-persamaan sebagai penghubung antara daya tarik khusus yang nyata berupa ukuran gram hingga kilogram obat terlarang sebagai jejak atau tanda. Bagi seorang pelajar tidak lulus ujian akhir sekolah merupakan konsekuensi malas belajar, seseorang sedang teler atau ngelantur bicaranya adalah konsekueansi mengisap ganja atau obat terlarang lainnya. Pengetahuan medis dan psikiatri hanya menimbulkan pertanyaan tentang titik akhir dari kebenaran kausalitas khusus melalui ilmu kedokteran dan psikoanalisis.

Ruang pengetahuan medis dan psikiatri memberi pengecualian pada konsekuensi dan daya tarik khusus yang nyata melalui tanda hasrat atau kesenangan tanpa gegabah menjadikan dirinya sebagai ilmu kedokteran dan psikologis. Hal ini tidak berarti bahwa alih-alih permasalahan atas kebenaran yang dipertaruhkan dalam obat terlarang. 

Terdapat kemungkinan suatu pertimbangan hukum dan medis akan diselesaikan mengenai bahaya obat terlarang. Untuk sebagian pihak, ada praktik psikiatris menilai status praktik medis akan mengarah pada penerapan ilmu psikiatri.

Pengetahuan psikiatris adalah tambahan konsekuensi dan daya tarik khusus yang nyata, yang membuat cara berpikir tentang kegilaan dan kecanduan memiliki kemiripan atas nama kebenaran yang dimilikinya. Sekali ini dan bukan untuk selamanya atas nama ilmu kedokteran dan psikiatri. Cara berpikir ditujukan pada kegagalan psikoanalisis menangani obat terlarang, karena diskursus yang dibentuk padanya dicomot begitu saja dalam perjalanan yang tanpa akhir. Setelah kategori pemikiran dari kausalitas tampak sebagai bayangan yang menghantui bumi.

Yang menggandakan konsekuensi dan daya tarik khusus dari pergerakan Narkoba di sekitar kita adalah Narkoba itu sendiri. Ia tidak berasal dari pecandu narkoba. 

Suatu hal dalam fenomena obat terlarang dan sejenisnya bukan hanya kausalitas, tetapi juga konsekuensi yang berbeda. Penampakan wujud kausalitas dan konsekuensi atau daya tarik khusus yang nyata masih berada dalam definisi sementara menurut pertanyaan ulang hingga di abad ini.

Jadi, konsekuensi dari ilmu pengetahuan tertentu menghadapi fenomena Narkoba juga masih kita mengandung kausalitas khusus, yaitu kemilikan daya tarik dari obat terlarang dan sejenisnya yang mengalami pembentukan kembali jejak dan tanda sesuai dengan konsekuensi yang diisi dan dirahi sebelumnya. Kengelanturan berbicara atau kekacauan pikiran merupakan konsekuensi dan daya tarik tersendiri, dibandingkan kausalitas khusus dengan mana arahan dari sistem persepsi menjadi bagian dari pengetahuan.

Melalui konsekuensi dan daya tarik khusus obat terlarang, dimana jejak dan tanda kebenaran berdiri sejajar dalam persepsi dan fakultas intelektual. Konsekuensi dan daya tarik khusus obat terlarang menyisakan kecanduan atau kesenangan paling nyata, jelas dan berbeda. Kausalitas khusus nampak memiliki hak untuk dipertimbangkan sebagai jejak dan tanda yang dihubungkan dengan persepsi. 

Kehadiran obat terlarang yang menciptakan kecanduan dan kesenangan yang dipersepsikan setelah ia menggunakan teori medis dengan definisi yang sudah ada. Konsekuensi dan kausalitas khusus yang menarik diri dari tengah-tengah tatanan ilmiah sebagai wujud dari rezim kebenaran.

Lalu, apakah kita belum dapat berpikir? Bagaimana mungkin kita mengatakan tentang jejak dan tanda yang jelas dan berbeda, bahwa persepsi dokter bisa berfungsi dalam rumah sakit jiwa berdasarkan pengetahuan psikiatrisnya? Dimanakah alur kausalitas khusus yang dimiliki obat terlarang menurut kesenangan menginvestasi dirinya secara langsung melalui sistem persepsi? Membuat perbedaan dapat diatasi dengan persepsi tentang apa yang berhubungan pada hasrat atau kesenangan tanpa terburu-buru dan juga tanpa membingungkan.

Tetapi, persepsi atas benda-benda dapat berfungsi sejauh daya tarik yang sama dalam ruang pengetahuan menjadi jejak dan tanda. Yang diperhitungkan bagi kita bukan fakultas intelektual, melainkan bagaimana ilmu pengetahuan menguji dan memverifikasi penanda kecanduan obat terlarang. 

Singkatnya, konsekuensi dan kausalitas khusus dari obat terlarang ada dalam ruangnya sendiri. Hanya satu persepsi atau jejak dan tanda bersama benda-benda yang menyertai obat-obat terlarang yang ditandai.

Dari situlah, konsekuensi dan daya tarik khusus dari Narkoba. Ia melipatgandakan jejak dan tanda di antara benda-benda yang ditandai bersama tatanan medis dan psikiatri. Suatu penanda kecanduan obat terlarang dipertajam dengan pengetahuan tentangnya melalui persepsi tertentu.

Jika dihubungkan konsekuensi dengan kausalitas khusus yang dimiliki oleh sejenis obat-obat terlarang, apa yang terjadi dalam psikiatri? Pada satu sisi, kausalitas khusus dibantu oleh persepsi nampak bagi kita sebagai sesuatu yang sangat aneh. Sisi lain, jelaslah bahwa persepsi internal, seperti persepsi eksternal, tidak mampu mengakhiri konsekuensi untuk menghilangkan Narkoba tatkala ia melibatkan kecepatan sensasi kecanduan. Persepsi kolektif pada rumah sakit jiwa tidak lebih persepsi dari rumah sakit lainnya.

Karena itu, kecepatan untuk menikmati obat-obat terlarang dan sejenisnya diiringi kecepatan produknya yang menerobos ruang pemeriksaan psikiatri. Satu jenis persepsi meliputi lebih dari satu kecepatan sensasi kecanduan obat-obat terlarang dan sejenisnya. 

Obat terlarang dengan kecanduan sebagai penanda tidak cukup bagi tanda untuk menjadi bagian dari persepsi. Ia harus dibedakan dengan persepsi lain. Tanda kecanduan atau kesenangan tidak dapat dipisahkan pada konsekuensi, ruang dimana kausalitas khusus dan persepsi tidak pernah menjadi jelas. Karena tanda hasrat atau kesenangan yang ‘jelas’ dan ‘nyata’ tidak perlu sama sekali diuji kebenarannya.

Seseorang juga telah mencoba menunjukkan pada mereka, bahwa tidak hanya perlu untuk ujian kebenaran yang dibentuk oleh konsekuensi hasrat pada Narkoba. Tidak perlu percaya pada kebenaran di luar persepsi. 

Hasrat melibatkan persepsi menjadi ambang batas antara kausalitas khusus dan penjelasan dokter. Sosok dokter berfungsi sebagai psikiatris dengan menyediakan pertanyaan tentang apa konsekuensi dan daya tarik khusus dari obat terlarang.

Titik sesungguhnya bagi pengetahuan psikiatrik dilaksanakan bukan secara awal atau secara esensial memungkinkan persepsi yang ditanamkan, dijelaskan, dan diselipkan melalui pelibatan hasrat. Persepsi secara langsung memasuki hasrat. Kata lain, dokter mengingat posisinya dengan persepsi dokter dimungkinkan berkewajiban untuk menanggapi pengaruh dan konsekuensi obat terlarang. Ia bukan dari kausalitas khusus menurut persepsi. Dalam persfektif kesenangan pada obat terlarang memberikan jalan bagi mekanisme penyaluran hasrat dan kesenangan.

Hasrat dan kesenangan bertaruh dengan persepsi menjadi kegiatan medis utama sejak abad dua puluh. Psikiater sama pentingnya hingga dia diperlukan atau dipanggil karena keterkaitan antara kausalitas khusus dan konsekuensi obat terlarang. Pihak medis dan psikiatris menyatakan gejala status dan spesifikasi gejala-gejala terakhir kecanduang obat terlarang. Ketersediaan dari kausalitas khusus menjadi konsekuensi dan daya tarik khusus dari obat terlarang. 

Sosok psikiater diperlukan melalui diagnosis atau persepsi pada tahap awal. Pada tingkat yang lebih rendah, di mana harus diputuskan apakah ada penyakit jiwa atau tidak.

Dari pihak medis mungkin menangani pertanyaan sebagai permasalahan. Apakah penyakit hepatitis merupakan konsekuensi kecanduan obat terlarang? Psikiater melihat pertanyaan sebagai permasalahan yang tidak gampang dianalisis. Apakah sakit jiwa adalah konsekuensi kecanduan obat terlarang dari pecandu atau tidak? Apa boleh buat, penyelidikan medis dan psikitri menjadi bagian dari permasalahan disiplin ilmiah.

Sudut pandang yang lain juga terdapat sejumlah konsekuensi dari penyelidikan bahan kimia. Pertama, bahwa untuk menyelesaikan masalah tentang ‘sistem persepsi-hasrat otomatis dari obat  terlarang’ diperhadapkan dengan rumah sakit jiwa betul-betul menemukan krisis kesehatan baru.  Hal ini, kausalitas medis tidak lagi menunjukkan sebagai krisis kebenaran. Yang lama dimainkan antara konsekuensi obat terlarang dan konsekuensi dari kekuatan alam yang khas mulai kembali bekerja pada abad keduapuluh satu ditandai dengan pandemi corona atau krisis kesehatan global di bumi.

Tetapi, pertanyaan sebagai permasalahan tentang tragedi. Pertanyaan tanpa dimainkan antara kesehatan dan kekuatan persepsi-hasrat otomatis yang membatasi kebebasan. 

Suatu kebebasan berubah menjadi ilusi. Sebaliknya, dokter medis dan psikiatri tidak harus menceburkan dirinya dalam permasalahan tentang tragedi, kecuali pengetahuan tentang obat terlarang.

Kedua, seperti yang orang-orang lihat, perbedaan antara konsepsi ilmiah dan persepsi-hasrat otomatis dalam kaitannya dengan bahan kimia yang disediakan oleh rumah sakit umum. Fungsi persepsi-hasrat otomatis dipinjamkan pada rumah saki. Tetapi, ia bukanlah untuk menjadi tempat “penyakit” menunjukkan karakteristik khusus dibandingkan dengan konsekuesni obat terlarang. Betapa konsekuensi obat terlarang berfungsi untuk menormalisasi pencandu melalui rumah sakit atau ruang rehabilitasi. Fungsinya, yaitu untuk menunjukkan gangguan “mesin ketidaksadaran” (hasrat, kesenangan, fantasi). Rumah sakit dan ruang rehabilitasi pecandu obat terlarang sebagai penanda untuk memperjelas gangguan menjadi nyata.

Sementara, rumah sakit dan penjara sebagai ruang bagi mekanisme disiplin menggembar-gemborkan berbagai pertanyaan sebagai permasalahan obat terlarang. Rumah sakit dan penjara misalnya, diantaranya berusaha untuk mengikuti keputusan psikiatris mengenai gejala sensasi kecanduan tidak terkontrol atas obat terlarang. Relasi antara hukum dan bisnis tanpa rumah sakit menguak jejak dan tanda kesenangan terhadap Narkoba, seperti melibatkan oknum aparat hukum (kasus Narkoba Irjen Teddy Minahasa). Dia akhirnya dipecat dan divonis bui seumur hidup.

Ada suatu persepsi secara medis atas obat terlarang dan sejenisnya melibatkan konsekuensi, dan kausalitas khusus. Diskursus tentang obat membuat tanda kuasa dokter terasa bertentangan dengan pengguna obat terlarang. 

Tetapi, itu juga merupakan masalah mengeluarkan kesenangan dari kegilaan, yaitu, menyalurkan kenikmatan melalui ketidaksenangan pada obatnya. Disini lagi, individu mesti berpikir untuk memerhatikan pengetahuan psikiatri yang digunakan oleh psikiater tanpa terperangkap dalam teori tertentu.

Kita menemukan suatu gagasan menyangkut pengguna dan bukan pengguna obat terlarang; dokter sebagai pengguna ‘tanda kegilaan atau kecanduan’ dalam kaitannya dengan kesenangan. Melalui kesenangan, perawatan dapat diintegrasikan dalam konsekuensi obat terlarang. 

Kegilaan atau kecanduan obat terlarang nampak sebagai jejak dan tanda dapat dinetralkan oleh mekanisme kesenangan yang tidak serta-merta membingungkan bagi pengguna Narkoba. Sehingga, konsepsi ilmiah yang dimainkan oleh dokter tidak menimbulkan kesan jelek.

Ada lagi suatu pertanyaan. Perlukah disatukan dan dipisahkan penyelidikan antara kausalitas khusus dan konsekuensi obat terlarang? Apakah yang menghubungkan antara obatnya tidak hanya bekerja pada tingkat realitas, tetapi juga di tingkat kesenangan dengan kausalitas khusus dan konsekuensi obat terlarang diambil oleh pecandu. 

Pecandu berat Narkoba mengakhiri mesin ketidaksadaran. Bukankah pecandu berat obat terlarang adalah naif bagi mesin ketidaksadaran?

Hal ini juga penting dalam abad ini. Kita melihat, bahwa para dokter secara bertahap mulai berbagi tuntutan zaman. Selain terapi berdasarkan kausalitas khusus, juga untuk pengobatan bagi profesi, fungsi, dan keputusan mereka menurut konsekuensi dari obat terlarang.

Pertanyaan Ulang yang Kedua

Sama membingungkannya dengan pertanyaan ulang yang kedua. Sejauh manakah kausalitas khusus dan konsekuensi obat terlarang yang dihubungkan dengan pengawasan medis-hukum? Bagaimana gambaran umum atas capaian kinerja penyembuhan pecandu obat terlarang?

Serangkaian institusi pengawasan medis-hukum dan pencegahan obat terlarang di masa kanak-kanak, remaja, dan anak muda dalam bahaya gigitan “ular beludak” bernama Narkoba. Mereka justeru akan menghadapi kegagalan titik balik perubahan dari kecanduan obat terlarang..

Pendapat ahli medis nampak disisipkan dibalik kegagalan untuk berbuat banyak agar keluar dari pelanggaran hukum mengenai obat terlarang dan sejenisnya. Dalam kata-kata pertamanya, pendapat ahli psikiatris dalam kasus hukum membuat pengetahuan medis dan psikiatrik nampak konyol. Tidak heran, ia tidak sesuai dengan hukum maupun disiplin kedokteran.

Meskipun memiliki peran besar dalam obat terlarang, pecandu menciptakan garis pelarian dan adaptasi lingkungan yang berbeda pada saat mereka memasuki ‘dunia kelam’. Setiap orang dan kelompok bergabung di luar batas ‘dunia kelam’ yang disebut ruang pengawasan medis-hukum. Sekali terperosok dalam lingkaran kausalitas medis-hukum, maka pembicaraan dengan pengetahuan psikiatris tidak sesuai dengan persepsi.

Kategori pemikiran kausalitas dipolesi dengan pembentukan abnormalitas untuk mendukung pendapat ahli medis-hukum tidak mengacu obat terlarang. Mereka mencoba keluar dari lingkaran fantasi, halusinasi, delirium, dan gelombang paranoia. Kita juga tidak mampu berbicara tentang orang yang tidak kecanduan obat terlarang. Terhadap mereka yang memiliki kesalahan persepsi bertentangan dengan mereka yang memiliki ‘perasaan buruk’. Jika Anda lebih cenderung pada opini ahli mungkin akan menunjukkan kesalahan persepsi dan perasaan buruk.

Kadangkala opini ahli telah kehilangan momentum untuk menilai secara obyektif. Ia seiring dengan kesalahan persepsi dan perasaan buruk di tengah ketergantungan pada obat terlarang sedang dimulai. 

Dalam pengetahuan medis, justru disebabkan oleh fakta, bahwa ia menawarkan pada mereka suatu konsep yang berbeda dan objek yang berbeda secara terselubung di setiap sisi dan pada setiap titik tentang persepsi-hasrat otomatis.

Pihak yang mencoba untuk mematuhi hukum “penyalahgunaan obat” dan kesalahan praktik kedokteran malah tidak membuat sang pecandu Narkoba “bertobat.” Pendapat ahli di bidang medis-hukum sebenarnya menawarkan istilah. Bahwa mungkin sistem kontrol tidak berasal dari kuasa yang bersifat yudisial atau medis, tetapi dari jenis kuasa dokter yang berbeda. Pada saat ini, kuasa disipliner secara ilmiah agak “keder” di hadapan mekanisme kesenangan atas Narkoba.

Sejalan dengan pendapat ahli medis-hukum, mereka memiliki praktik yang berkaitan dengan individu abnormal, yang memperkenalkan kuasa normalisasi atas produksi fantasi tertentu dan ketergantungan pada pedagang. Melalui efek penggabungan medis dan hukum yang dipasti, yang memiliki kecenderungan berubah secara bertahap dalam jalinan relasi antara kuasa yudisial dan pengetahuan psikiatris ketika masing-masing telah membentuk dirinya sebagai otoritas, yang bertanggungjawab untuk mengendalikan individu yang mengalami ketergantungan atas produksi hasrat, ketergantungan atas produk dan pedagang obat terlarang dan sejenisnya.

Begitu sangat jelas digunakan dalam ranah eksperimentasi sebagai pertahanan terakhir dari pendapat ahli medis-hukum. Dalam ruang perluasan tubuh medis-hukum yang diorganisir oleh dalam jenis permainan, dimana mekanisme kerja medis-hukum laksana sebuah kuasa psikiater itu sendiri (Foucaldian). Sehingga, psikiater searah dengan ruang pendapat ahli medis-hukum yang membentuk satu tubuh. Efek dari tubuh menjadi “komponen” yang khas dalam mekanisme kontrol yang berbeda dan menyebar.

Obat-obatan, terutama candu, morfin, putau, sabu-sabu, ganja, kloroform, dan eter masih tetap seperti obat-obatan. Semuanya itu dipercaya sebagai “komponen” untuk menjaga ketertiban dan membuat pasien tetap tenang. Tetapi, ia bukan untuk para pengguna atau pecandu. Tatakala kesenangan termateralisasi melalui obat terlarang menjadi mekanisme penghancuran diri. Setiap kesenangan, fantasi, dan halusinasi yang termaterialisasi terjatuh dalam kekosongan.

Pada saat yang sama, penggunaan produk obat terlarang dapat diuraikan dengan sempurna bukan seekor “tikus percobaan” atau lebih digiring untuk meminum air yang telah bercampur-aduk dengan narkotika. Dalam eksperimen dapat dipahami dan terlepas dari apa yang diharapkan dari mereka memiliki efek. Memperkenalkan pertanyaan tentang kebenaran ilmiah. Rangkaian kausalitas khusus akan menghubungkan dirinya dengan konsekuensi obat terlarang. Narkoba adalah suatu skandal kausalitas kesenangan di balik kausalitas khusus. Ia memiliki konsekuensi tertentu tanpa mengenal kata ‘cukup’ atau tanpa tanda ‘puas’ menuju langkah ‘bunuh diri’.

Suatu wilayah konsep ditemukan diantara buku tentang kesenangan atas obat berbahaya atau bagian luar dan sebagai permainan tidak selamanya mampu dibentuk secara terpisah dan tertukar begitu saja. Dalam relasi-relasi yang berkaitan energi dari hasrat, jejak menjadi proposisi dan susunan nama-nama korban penampakan obyek yang tidak ada permulaan. Ia bukan permukaan tubuh muncul sebagai pembicaraan basa-basi. 

Kesenangan bukanlah jenis kesenangan dari obyek Narkoba. Obat terlarang dibaca bukan sekadar untuk penjelasan ilmiah dan hukum.

Sama tidak lucunya, ketika kesenangan adalah kesenangan yang memiliki daya tarik khusus yang kompleks dari obat terlarang. Setiap kebenaran di balik obat terlarang ternyata menyimpan aura kekerasan hasrat. Ia tidak lebih dari pembicaraan yang sudah basi. Ia memang sama sekali tidak dibutuhkan kata-kata. Sudah tentu, ia bukanlah satu-satunya rangkaian relasi antara hasrat dan konsekuensi atau daya tarik khusus dari obat terlarang sebagai jejak-jejak kekosongan.

Permasalahan obat terlarang bukan juga sebagai representasi dunia yang disenangi. Tetapi, ia bersentuhan dengan pergerakan hasrat dan kesenangan secara mekanis. Sesuatu yang bersifat nmekanis memiliki permainan yang terpencar-pencar. Kecanduan obat terlarang menhhambur keluar, dari pintu kecil menuju lorong gelap yang kosong dari fantasi melalui tubuh. Tidak ada kesatuan yang lain, kecuali pembentukan kesatuan permainan tanda kesenangan yang bergeark secara mekanis.

Meskipun ia menyimpan seribu rahasia kata-kata ‘menghentak’, ‘menjalani’, ‘alat isap’ atau ‘alat suntik’ merupakan cara untuk mengenal lebih dekat tentang tanda ‘bunuh diri’ secara pelan-pelan. Saat kesenangan dan fantasi menjadi jejak-jejak kekosongan akibat kecanduan berat dari Narkoba, maka pemisahan antara kata-kata atau benda-benda dan citra kuasa negara akan diuji.

Tetapi, diskursus akan selalu muncul di balik ketumpang-tindihan antara kausalitas khusus dan pelarangan Narkoba sebagai kejahatan luar biasa. “Aku berhenti mengisap ganja, Aku mengisap lagi.” Secara terbuka, kata-kata tidak lain untuk memerhatikan kausalitas, konsekuensi, dan persepsi dihubungkan dengan obat terlarang menjelma dalam kegilaan yang khas.

Setiap perhatian secara seksama terhadap penafsiran tentang “tatanan konsep” dan “tatanan kausalitas” menerima hasrat dan kesenangan otomatis. Masih diet kesenangan tidak cukup untuk menjelaskan bagaimana menulis rangkaian kata-kata atau kalimat berlangsung tanpa persepsi dan kausalitas ilmiah sepanjang diterima dengan kode produksi laboratorium, penelitian dan ilmu pengetahuan lainnya. Psikiatris atau psikolog, dokter, pendidik, kritikus, komposer, pustakawan, pelukis dan pembaca, akhirnya segalanya menjadi aktor sekaligus subyek. Mereka menjadi aktor, tatkala tidak terikat oleh syarat-syarat yang ditawarkan subyek (hasrat?). Suatu saat mereka akan melahirkan konsep dan di saat lain tidak memerlukannya lagi.

Kebenaran dari manapun datangnya tidak lagi melihat ilusi sebagai teror dan musuh bebuyutannya, tetapi korban cogito sama sekali tidak berkaitan dengan subyek atau obyek obat terlarang dan pengendalian yang dibentuknya. Benda-benda dalam peristiwa obat terlarang yang menarik atau menggoda bukan lagi kekesalan, melainkan kesenangan, dimana rantai tanda hasrat merupakan tampilan luar. Kedalaman menjadi kelenyapan bagi permukaan, keduanya keluar dari pengawasan medis-hukum terhadap obat terlarang dan sejenisnya.

Fantasi kosong, halusinasi, persepsi keliru, dan gelombang paranoia bukanlah satu rangkaian penghancuran konsep yang memiliki relasi tanda ‘bunuh diri’. Konsep teoritis menghilang dalam kegilaan seiring hilangnya ‘perbudakan nilai’. Melepaskan diri dari rantai konsep teoritis tanpa rumus dan tanpa kausalitas ilmiah bukanlah kebenaran, kecuali ilusi sebagai kesenangan radikal berlangsung secara terbuka bagi siapa saja. Ia tidak penting lagi diperhadapkan dirinya dengan cermin yang hanya ingin melihat seberapa nilai obyektif atau tidak.

Bunuh diri adalah konsekuensi obat terlarang sesuai bunuh diri konsep teoritis dari instannya kematian. Bukankah semuanya tidak lebih dari relasi bolak balik, bukan hukum kausalitas? 

Ilusi menganggap dirinya benar atau kebenaran tidak lebih dari ilusi. Karena itu, teror nilai dari tanda kesenangan bukan dari kausalitas khusus atau persepsi-hasrat otomatis terhadap Narkoba. Tetapi, ia merupakan konsekuensi penampakan asal-usul dan ilusi dari kebenaran.

Eksperimentasi bukan hanya menjadi bagian dari peristiwa, tetapi juga menempatkan jejak dirinya sebagai sumber ketergantungan pada produk, yang menghilang dalam kausalitas khusus dan terapi bagi pecandu obat terlarang dan sejenisnya. Dalam setiap titik dan lintasan, persepsi dan kasulitas khusus hanya melampaui dirinya tetapi juga korban kebenaran sampai kekosongan yang menemuinya.  

Kebenaran acapkali bersama dengan halusinasi. Kaum seleb dan pecandu lainnya, mungkin saat disuguhi secangkir gelas berisi obat penidur bikin pulas para penggunanya. Mereka seakan-akan sedang terjaga dan teridur pulas dengan mimpi di atas tikar dalam keadaan terjaga.

Dalam model permainan nyata, sistem kuasa mengemas dan menyebar teks tertulis dalam rangka mengontrol pertumbuhan obat terlarang dengan melibatkan deseksualitas kesenangan atas obat terlarang dan sejenisnya. Sistem tanda sebagai daya tarik yang nyata dari obat-obatan tidak membekali dirinya dengan teknik penggodaan, melainkan mengembangkan produksi fantasi dan hasrat pada obat terlarang yang terlanjur digemari.

Tanda kesenangan juga tidak berasal dari sistem persepsi, melainkan datang dari suatu rezim diskursus yang diciptakan oleh tanda kuasa melalui sirkulasi dan jaringan kontrol dirinya sendiri. Gilles Deleuze dan Felix Guattari dalam Anti Oedipus: Capitalism and Schizophrenia (2000) merupakan teks tertulis tiba-tiba menjadi “mesin hasrat.”  Mengapa kita tidak terburu-buru untuk mengucapkan terima kasih pada Deleuze dan Guattari? Semuanya hanyalah tulisan ironis.

Dapat dikatakan disini, bahwa rangkaian fantasi kosong, halusinasi dan gelombang paranoia adalah konsekuensi kecanduan obat terlarang dan sejenisnya, yang memiliki kemiripan penyakit yang akan menggerogoti tubuh. 

Ia layaknya penyakit hepatitis, gonjang-ganjing darah, kolesterol menanjak, kacaunya asam urat. Bisa ditebak, kita mungkin akan mencari obat atau dokter. 

Memang betul, jika sebuah jam rusak dibawa ke tukang reparasi, mesin mobil diperbaiki di bengkel dan tubuh sakit di bawah ke dokter. Tetapi, seluruh cara pandang itu berakhir, tatkala jaringan-jaringan di luar tubuh kita menghadirkan kesenangan sejati, yang nyata. Tidaklah lantas menyebalkan, bahwa salah satu “obat” mujarab adalah menyenangi musik sembari menyelami teks Descartes, Discourse on Method (1960). Descartes tidak lagi takjub pada mesin otomat yang dipantulkan oleh produksi hasrat dan fantasi. Mungkin kita masih heran, jika delirium, neurosis dan penyakit jiwa lainnya yang tidak dapat dipermainkan dan dilacak melalui mesin otomat. Kita melihat kemiripan kecanduan obat terlarang, diantaranya dengan “kecanduan” untuk membaca buku, kecanduan menonton bola, kecanduang menonton pornografi, dan nge-gaming. Akhirnya, Narkoba menantang pertanyaan tentang hasrat dan kesenangan yang terkontrol.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun