Kekuatan membaca buku menambah rangsangan diskursus yang menyatukan suatu peristiwa-peristiwa berbahaya yang tidak dilintasi oleh teks tertulis. Rangkaian kata-kata yang akan dipadatkan melalui buku subversif akan membentuk kegairahan bagi penikmatnya. demi suatu pengucilan prosedur-prosedur yang menjemukan.
Diskursus pada akhirnya mengambil alih mitos tentang buku kiri melawan aliran teks kebenarannya akibat terlalu melimpah-ruah, sehingga kita tidak mampu melihat kebenaran didalamnya. Tidak sedikit pelajaran kehidupan berliku, terjal, dan beronak dituangkan dalam buku di zaman razia, dalam rezim otoritarian. Buku kritis atas buku itu sendiri.
Bagaimana aparatur membaca buku kiri? Mari kita mencoba membaca, misalnya buku Tan Malaka. Buku diperhadapkan dengan situasi teks Marxian yang menunjukkan prinsip dimana kita berada.Â
Derrida di saat lain, bahwa kita hanya bagian dari perluasan logika bukunya tanpa dasar apa yang kita bicarakan tentang teks khusus. Kita mengingat kembali pada buku yang telah dibaca akan ditafsirkaan sesuai apa yang kita maksudkan, bukan dari maksud dari pikiran penulis bukunya.
Bisa dikatakan, tulisan sejati tanpa buku teks yang memancar keluar secara erotis, sehingga setiap orang akan tertantang dengannya.Â
Tulisan yang menciptakan perbedaan itulah yang sulit dilarang, dirazia, dan dibungkam sebagai sesuai yang berselang-seling dengan kegairahan.
Kita tidak tahu persis, bahwa mitos pelarangan buku pemikiran Marxis sudah selesai setelah rezim otoritarian.Â
Ah, siapa bilang? Jauh-jauh hari, di siang hari, tulisan memberi tanda semacam obat penenang untuk melangsungkan perbincangan sebelumnya.Â
Tetapi, kita masih tidak bebas sama sekali berbicara di negeri ini. Kecuali hak-hak kita telah dijaminkan melalui regulasi negara menyangkut pelarangan razia buku. Di sini tidak ada buku lain, kecuali buku 'anti nalar'.
Yang ada hanyalah ketidakhadiran buku, yakni jenis buku yang tidak dapat diperbincangan secara membual.Â
Pada judul apa yang membuat kita dapat berbicara lebih bebas lagi. Buku kiri yang nampaknya tidak lebih dari diskursus tidak mungkin menjadi pemikiran 'final' dan absolut. Sebagian pandangan dari penulis berhaluan keruhanian, buku kiri bukan hanya 'mencurigakan', tetapi juga buku 'yang menyebalkan'.