Diskursus tidak memperlihatkan lagi susunan benda-benda yang telah mapan.Â
Buku tidak membicarakan dan melihat lawan yang tersembunyi di balik kata dan benda-benda. Kekuatan edisi, kertas dan ingatan itu bergantung pada teks-teks yang mencurigakan.
Teks tertulis dalam buku yang dianggap berbahaya tidak memperlihatkan pada kita, bahwa kita tidak dapat menunggu terlalu lama kedatangannya. Wilayah kemunculannya sekali-kali telah disembunyikan agar membuat mereka lebih terangsang. Kedatangannya tidak ditunggu lagi, dimana ada satu celah sebagai titik rangsangan di balik teks tertulis.
Buku kiri telah tidak ada lagi selama tidak ada lagi pelarangan padanya. Pelarangan itulah jadi momok lama. Ia menciptakan daya pikat tersendiri sekaligus mencurigainya.Â
Kekuatan dari pelarangan atas bahaya buku yang memberi kegairahan tanpa permulaan. Lantas apanya yang dilarang?Â
Dalam kehidupan dengan perlindungan teks tertulis tidak menunda orang berbicara blak-blakan, justeru semakin menghebohkan.
Mengapa dikatakan berbahaya buku itu? Tidak ada yang cacat dan musuh dari perbincangan heboh itu, kecuali momok yang tidak menakutkan dari pelarangan secara represif.
Tindakan pelarangan buku sekarang menjadi parodi, bahan tertawaan, karena bukti-bukti ketidakmampuan institusi dan kelompok tertentu yang anti buku subversif. Orang-orang tidak memahami institusi berwewenang dengan pernyataan yang final dan pasti.Â
Katakanlah, kita mengakhiri permainan di atas meja tulis sebagai sarana terakhir, dimana ia merupakan tempat paling efektif untuk menyalurkan energi melebihi teks tertulis.
Pelarangan buku yang mencurigakan tidak dapat dipisahkan dengan momen terakhir dari proses pembentukan wilayah diskursus.Â
Setelah semuanya tidak pasti dan final dari teks tertulis dalam buku yang merangsang. Ia menciptakan hasrat tanpa satu pengaturan, penyusunan, dan penyeleksian sesuai peran-peran untuk melupakan mekanisme kontrol tertentu.