Tetapi, utopia bukanlah ideologi dan ilusi dari realitas, tetapi sejenis zat adiktif yang membuat sesuatu lebih kuat dari kehendak dan pilihan.
Utopia hasrat muncul bukan lagi sebagai jaringan kehidupan yang mudah diprogram dan dikontrol seperti tubuh. Utopia dilepaskan dan dipilihkan secara bebas dari suatu keterpaksaan tanpa tahapan, bentuk, dan ruang.
Utopia tidak untuk mengistirahatkan suatu permukaan dan peristiwa, melainkan membujuk dan menghantui. Sementara, setiap relasi produksi gagasan massa kritis dan kritik ideologi kaum intelektual menjadi peristiwa yang tidak bisa dicangkokkan menjadi sebuah jurang antara kaya dan miskin.
Selanjutnya, utopia tidak menjadi mitos karena sedang berlangsung rangkaian kekuatan sistem (hegemoni negara-global: logika hasrat kapitalisme Amerika, kapitalisme Eropa, fantasi pseudo-kapitalisme Cina). Tanda masa depan tidak lebih menarik untuk ‘membangkaikan figur sejarah baru’ dan ‘memutilasikan kerinduan akan utopia’.
Lain lagi, pembentukan visi utopia tentang “jalan tengah”, “jalan ketiga”, pasca ideologi atau pasca simulasi, akhirnya tidak lagi menjadi rumah masa depan yang menakutkan. Tetapi, keadaan menunjukkan lain, bahwa kita akan bersama dengan para penghuni seakan-akan hidup setelah dipadatkan dan dihancurkan kembali layaknya “patung lilin” yang menghuni sebuah museum sama sekali tidak memiliki kehidupan.
Utopia bersama negeri impian akan terbebas sepenuhnya dari pengertian sebagai tubuh dan spesies yang ditunggu kedatangannya di hari itu.
***
Anak-anak muda dan kaum pinggiran tidak lagi mampu beredar, kespontanan yang terlucuti, dan tidak lagi melawan realitas kesadarannya sendiri. Ia tidak mampu lagi mengatakan, bahwa kamilah garis terdepan untuk menentang semua ketidakbecusan. Semuanya ini akibat ia telah keluar dari penjelasan bagaimana berpikir lebih logis dan berbicara lunak.
Mimpi atau harapan Ayah (utopia Kapitalis) menuntut Anaknya (kaum pekerja) harus beredar dan menuju padanya. Tidak khayal lagi, semua penjelasan yang diberikan padanya tidak lebih dari sebuah perangkap, dan karena Anak akan leluasa melanggar batas-batas.
Ayah tidak lagi mampu memantulkan kembali padanya suatu karakteristik agung, sekalipun atas nama visi, fantasi, mimpi atau harapan masa depan.
Segala fantasi ideologi anak muda dan kaum pinggiran (Dunia Ketiga, miskin, kaum tertindas, buruh-petani, sebagai multitude alias banyak orang” yang tercampakkan) telah diredusir oleh utopia kapitalis.