Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ironi dan Kelucuan

26 November 2022   08:05 Diperbarui: 27 November 2022   19:58 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ironi (SUmber gambar : penlighten.com)

Bisa saja seseorang sedikit menggunakan suatu metafora ironi, seperti pemerintah yang lalu telah sukses menaikkan harga-harga bahan pokok; penampilannya sangat memikat, semua penonton mengantuk mendengarnya; kota besar adalah kota yang sangat aman. 

Setiap hari selalu ada kasus pencurian dan seterusnya. Ada pula nampak ironi, tetapi betul-betul suatu kelucuan, persis subyek berubah menjadi obyek atau sebaliknya.

Masih seputar absurditas hukum menjadi pembicaraan yang cukup seru sebagai pelajaran agar tidak terulang lagi. “Haris pun mengaku khawatir kalau pengungkapan pelaku ini justru tidak membuka kasus Novel Baswedan. Bahkan dia menduga mereka yang ditangkap bukan pelaku sebenarnya.” ”Ini masalah sebenarnya enggak diungkap, dicariin pemain pengganti. 

Coba dijelaskan, diurai bagaimana penjelasannya, biar motifnya (terungkap), apa bales dendam,” ujar dia. Dari sini, titik pergerakan ironi jalin menjalin dengan pergerakan kelucuan. Ironi atas keadilan hukum menghadapi orang yang berdusta dalam memainkan peran ganda, dari “pemain pengganti.”

Aparatur hukum atau siapalah mungkin “pura-pura tidak mengetahui” pelaku sungguhan. Dalam kenyataannya, ironi bergerak sesuai atas pergerakan dusta, dalam kepura-puraan dipoles sedemikian rupa. 

Lain halnya, peristiwa politik menghabiskan bermilyar-milyar uang, tetapi dipenuhi sandiwara. Panggung depan bersitegang, panggung belakang bercanda ria.

Entah tertawa karena menganggap lucu lawan politiknya ataukah dia menertawakan dirinya sendiri? Suatu hal yang dianggap biasa-biasa saja, tatkala berkumpul dalam kesempatan setelah berakhir peristiwa politik yang menegangkan diiringi dengan canda tawa. 

Sebentar, mereka sebagai antar-pemain mencoba mengutak-atik angka kemiskinan dengan membandingkan modal keuntungannya yang akan dirahi besok.

Berlebihan jika pergerakan kelucuan ditampilkan paradoks Epicurean, dalam pernyataan ada penemuan obat sakit menjadi sehat, tetapi ada yang membuat peluru kimia terkutuk.

Yang satu mengobati, yang lain menyakiti bahkan membinasakan. Pergerakan kelucuan muncul di tengah kehingar-bingaran seperti dalam bait lagu: “Hewan mulai maju, kera menyandang bedil, manusia senang bugil, sungguh asyik dunia dalam berita” (Lagu Nasida Ria, Dunia Dalam Berita, karya: Drs. H. Abu Ali Haidar).

Teror dan kekacaubalauan politik perlu dirileks melalui kelucuan. Hiburan saat ini tidak hanya bergantung pada tontonan komedi di atas panggung resmi, tetapi juga membaca kata-kata lucu melalui HP. Bagaimana orang mengelak, hiburan dari kelucuan tidak melulu bertentangan dengan ironi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun