Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ironi dan Kelucuan

26 November 2022   08:05 Diperbarui: 27 November 2022   19:58 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ironi (SUmber gambar : penlighten.com)

Ironi hanyalah konsekuensi dari apa yang kita pikirkan, jika betul-betul kita berpikir dan konsekuensi dari keadaan yang membuat harapan lenyap di depan kita. Boleh kita mengatakan mengapa itu terjadi.

Apa yang bisa kita sesalkan pada Rene Descartes, yang membuat geometri kelucuan dan membuat kebenaran takluk padanya hanya melalui suatu premis cogito, sum atas ironi kehidupan. ‘Wujud tertinggi’, akhirnya tidak dibuat kelucuan dari silogisme Kant. Ironi dan kelucuan bukan hanya bentuk esensial melalui tatanan kehidupan yang ditandai oleh benda-benda, air mata, dan tawa.

Tetapi juga, ironi dan kelucuan adalah relasi esensial terhadap hukum logis yang mereka akui sebagai fungsi dan penandaannya. Sehingga, ironi merupakan cara untuk keluar dari proses pemikiran dengan jalan mana dibuat berdiri sendiri melebihi kebenaran yang ditertawakan. Kelucuan adalah usaha untuk tidak menyetujui hal-hal dipikirkan yang di luar ironi dan hukum logis di balik kehidupan. Sejauh yang kita ingat, ironi berserak-serakan di bumi.

Sebagaimana telah diketahu, bahwa dalam pemikiran filosofis yang berhubungan dengan pengetahuan membagi realitas, meliputi: (a) realitas obyektif; (b) realitas subyektif; dan (c) realitas inter-subyektif. Jenis realitas teranyar dari 'posmois', yaitu hiperealitas alias realitas baru (kecerdasan artifisial, virtualitas). 

Seluruh hal yang bisa diketahui melalui pikiran atau nalar dan indera di sebut realitas obyektif. Persepsi inderawi menyediakan syarat atas apa yang bisa dilihat, diraba, didengar, dan dirasakan oleh setiap orang diklasifikasi dalam realitas obyektif. Karena ada alasan bisa dinalar atau dipikir dan dirasakan, maka dunia luar bisa juga diukur dan dihitung sejalan dengan pemikiran ilmiah yang jelas dan pasti secara umum.

Sebagai relasi antara pengukuran dan perhitungan dengan dunia luar, yang pada akhirnya melahirkan ilmu pengetahuan. Seorang yang mampu mengukur dan menghitung boleh dikatakan ilmuwan. 

Tetapi, ilmuwan yang hanya berkutat pada disiplin ilmunya tetapi abai pada jeritan penderitaan banyak orang, tanpa sensivitas pada kehidupan manusia berkalang tanah yang ada di sekitarnya dan hanya hidup di atas menara gading tidak lebih dari ironi.

Kita memiliki pandangan lain atas eksistensi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang membuat kehidupan manusia lebih nyaman, efektif dan cepat tetap ada tergelincir dalam ironi. Dampak samping ilmu pengetahuan yang tidak mampu membebaskan manusia dari keletihan, kegelisahan dan alienasi kerja yang serba mesin. Manusia telah terotomatisasi dalam kehidupan (diantaranya tokoh mazhab Frankfurt, Herbert Marcuse telah menganalisis dalam One Dimensional Man). Sesuatu yang tidak tergoyahkan akibat kelahiran ironi dan kelucuan ternyata datang dari obyek yang hidup melalui mesin, yaitu ‘bio-mesin’. Suatu mesin yang merenggut jiwa, pikiran, dan kehendak manusia melalui serba teknologi kehidupan.

Kelucuan datanglah! Saya ingin cerita lucu. Ampun! Membahas logika, dimana letak lucunya? Logika matematika dalam ilmu pengetahuan meletakkan setiap pengukuran dan perhitungan sesuatu, yang disepakati melalui satuan-satuan meter, gram, kubik, ohm, dan sebagainya. 

Tetapi, jenis logika ini tidak mampu mengukur kedalaman suara batin seseorang dan tidak mampu untuk menghitung kenikmatan non fisik, kasih sayang ibu terhadap anak-anaknya, dan luapan perasaan korban bencana alam yang dipertajam dengan simulasi malapetaka.

Kemiripan ironi antara kata-kata dengan ucapan dan bahasa tulisan saling bertentangan antara satu sama lainnya. Terjadi juga dalam ranah pengetahuan atas realitas obyektif, setelah pengukuran dan perhitungan dijadikan acuan untuk memproyeksi, memprediksi dan memanipulasi bukti-bukti dan hasil penemuan ilmiah demi kemakmuran material maupun keuntungan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun