Umat Islam sering terkondisikan. Baik Z maupun sparing partnernya (X) dan para Timnya sama-sama memiliki kecenderungan terhadap apa yang disebut “Politik Ketakutan” (meminjam teori Slavoj Zizek), antara lain: Z takut kalah, takut pada negara khilafah, takut militeristik, takut teroris, takut akan kembalinya Orde Baru, takut kehilangan kesempatan kedua kalinya untuk mewujudkan janji-janji politiknya, dan seterusnya. X dan Timnya takut tidak menang, takut akan PKI atau komunis, takut liberalis dan sekuler, takut antek asing dan aseng, takut merajalelanya LGBT, takut Islam lenyap di bumi Indonesia, dan seterusnya.
Menyangkut apa yang diungkapkan oleh Doktor Said Rijal, mengenai orang beriman yang masih membaca referensi wajibnya, mereka sangat mudah mengenali siapa Komunis, Syiah, Liberal, Munafik, Kafir, dan Majusi serta wasiat Nabi SAW menjelang wafatnya. Saya ingin menyampaikan.
Pertama, bahwa jauh dari substansi perbincangan melalui diskusi kita (menghilir mudik bin cicle reasoning).
Kedua, tidak ada hubungannya antara 'pilihan bebas' atau kebebasan itu sendiri dengan Komunis, Syiah, Liberal, Munafik, dan seterusnya. Pilihan bebas ada sejak zaman batu, zaman Nabi Adam As, dari “buah khuldi” ke “buah virtual” hingga pilihan bebas tercekik antara papyrus dan cyberneticus. Pilihan bebas merupakan potensi manusia yang selalu ada dalam setiap sejarah, zaman dan masyarakat.
Ketiga, dua perkara yang ditinggalkan atau diwasiatkan (Al-Qur'an-Assunnah) sepeninggal Rasul SAW pada 14 abad yang lalu bukanlah sesuatu yang taken for granted atau sebagai tanda baca titik (.). Kita mengetahui, bahwa Al Qur'an bersifat mujmal (global), berarti kandungan (a) tidak terinci atau tetet benget dan (b) tidak bertentangan dan tidak bisa dilepaskan dari pengetahuan yang bersumber dari buku dan karya atau teori lain, sekalipun dari non muslim.
Karena itu, apa yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur'an akan dan telah dijelaskan melalui buku dan karya atau teori lain. Misalnya, proses pembuahan antara sperma dan ovum itu tidak dijelaskan, bahwa sekitar tiga juta sel sperma mendekati sel telur, tetapi hanya satu sel sperma yang samapai atau bertemu dengan sel telur (tanpa mendahului para Profesor, Doktor di sini), tetapi diungkap lewat ilmu pengetahuan.
Begitu pula dalam bidang astronomi, fisika, kimia, matematika, psikologi, sosiologi, dan seterusnya. Saya sependapat dengan sang intelektual besar Islam, seperti Profesor Nasr Hamid Abu Zaid, bahwa Al-Qur'an sesuatu yang sudah permanen. Tetapi, pemikiran yang ada didalamnya tidak pernah final seiring perjalanan waktu, dari satu zaman ke zaman lain.
Itulah sebabnya munculnya para mufassirin, mutakallimin dan fuqaha yang bertugas untuk memahami teks Al-Qur'an dan Al-Hadits, dan seterusnya, yang terikat dengan ruang dan waktu.
Keempat, mengapa kita dimungkinkan beritijhad dan bahkan menafsirkan dan memahami ulang terutama dari pihak otoritas keilmuan tentangnya?
Karena itu, Rasulullah SAW menjawab setiap permasalahan yang dihadapi umat baik bidang Aqidah ibadah, hukum, sosial, politik, ekonomi, budaya, dan seterusnya dengan asbabun nuzul yang begitu dahsyat dijawab langsung oleh Rasulullah SAW melalui wahyu dengan perantaraan malaikat Jibril As.
Jadi, setiap perkataan atau ujaran, pandangan, sikap, dan tindakan Rasulullah SAW dalam menjawab permasalahan umat berdasarkan asbabun nuzulnya itu telah final. Tidak ada orang di yang melangkahi otoritasnya. Nah, sepeninggal beliau ada ulama pewaris Nabi yang tentu saja kaya dengan pandangan baru, penafsiran dan pemahaman ulang atas situasi dan kondisi yang berkembang mengelilingi kita. Makanya, tidak ada ulama yang mengatakan, bahwa “pendapatku sudah final”. Umat ini perlu berada dalam perubahan terus menerus (anti jumud).