Pengelolaan seks dapat dimulai dari situ sebelum terjadi kenistaan. Bayangan kata-kata nista atau jijik akibat penyelewengan seks cukup memberikan perhatian terhadap pengetahuan.
Bahwa pengawasan yang kelewatan keras dapat berubah menjadi proses penciptaan pelanggaran norma dan penyelewengan hukum seks yang lain, termasuk penipuan dengan modus seks online.
Dalam ilmu pengetahuan sebagai bagian dari diskursus tentang seks dan pelipatgandaannya yang memungkinkan dikaitkan dengan intensifikasi kuasa terutama kuasa disipliner pengetahuan melalui kedokteran umum dan psikiater mencari sumber kemunculan ‘budak seks’ dalam perang dan keremangan kota atau masyarakat tersibernetisasi.
Di pihak lain, institusi penegak hukum seperti polisi melacak seksualitas berkaitan dengan prostitusi daring dan siber seks lain, yang mencoba memasukkan sebagai bagian dari tindakan kriminalitas seksual. Kecuali mungkin bagi sebagian besar penegak hukum negara Barat menandakan tanpa paksaaan masih begitu longgar.
Ia disoroti sebagai kegiatan seks yang tidak melawan alam. Sedangkan, dunia Timur secara umum masih memberlakukan kriminalitas atas penyimpangan seksual, sekalipun tanpa paksaan bagi pelaku kekerasan seksual melalui tindakan eksploitasi anak-anak yang berada dalam praktik prostitusi dan seks terlarang lainnya.
Orang tua dan masyarakat umum ketimuran menganggap kekerasan seksual merupakan bagian dari penyimpangan seks yang dapat merusak kelangsungan hidup generasi, sehingga dimasukkan dalam kriminalitas seksual.
Bagi pelaku kekerasan seksual diantara penyelewengan seks dilaporkan ke pihak berwajib.
Saat ini, keadaan telah berubah, dimana bukan lagi permasalahan anak-anak desa dilarang membicarakan seks secara keras-keras dan sembrono, bukan pula menyangkut ‘penjual tubuh-diri’ atau seks online berusia dewasa dan anak-anak.
Tetapi, semuanya mengarah pada kebenaran seks. Setiap perilaku seks yang menyimpang, satu saat akan lenyap dan di saat yang lain muncul kembali sebagai penyimpangan seks yang berulang-ulang.
Sehingga hal ini, memungkinkan kita mencoba untuk menganalisis dan memahami sejauh mana kebenaran seks dapat berfungsi secara lebih produktif dan menantang dalam kehidupan.
Dalam kenyataan, boleh jadi kegiatan seks pasangan suami-istri tidak dibayang-bayangi lagi oleh berbagai aturan dan anjuran, hak, kewajiban dan norma dalam hubungan perkawinan yang mencoba mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk berseligkuh atau “jajan di luar” tanpa sepengetahuan dari salah satu pasangan seks yang sah.