Ratusan CPNS mundur itu menandakan ada sesuatu yang hilang, yang tidak bisa dijelaskan secara regulatif dan etis.
Ada ancaman utopis yang dibayangkan dalam proses lanjut sebelum hari pengunduran diri sebagai calon pegawai negeri, yang tertuju pada gaji.
Mungkin saja, meskipun dengan cara dan penilaian kinerja yang berbeda diikuti dengan beban kerja dan tanggungjawab pimpinan lebih besar dibandingkan bawahan.
Aparatur sipil dibekali sepenuhnya dengan suatu “kepemerintahan-intelektual,” yang ditandai dengan tugas dan fungsi yang berbeda sesuai disiplin ilmu.
Akibat dari pengambilan gambar melalui daftar gaji per golongan, maka gambar anatomis yang diperbesar: zooming.
Tetapi, wujud nyatanya menghilang dalam “bujuk rayu baru,” dimana penampilan instan tergerus oleh ketransparan tuntutan hidup.
Demi hak untuk hidup sejahtera, bentuk perjuangan tidak terkuras oleh bujuk rayu ekonomi, yang melampaui disiplin ilmu dan keterampilan teknis.
Sebab objek dipicu dan dibakar oleh bujuk rayu. Hasrat untuk kesejahteraan calon pegawai negeri termasuk berstatus pegawai negeri bukanlah lelucon konyol dan naif.