Negara memiliki aturan main tentang batas alokasi dana bantuan sesama, yang ditabrak oleh ACT.
Bagi institusi berwewenang, ia tidak mengkriminalkan nafsu syahwat dunia atau berfasilitas mewah dari sumber ACT, melainkan penyelewengan dana.
Pihak berwewenang tidak akan melakukan proses hukum bagi petinggi yang memperkaya diri selama sumbernya sah, tanpa mengeruk keuntungan dibalik dana amal.
Melalui cara dan sumbernya jelas, sah atau transparan tidak dikenakan pasal kriminalitas.
Bagaimanapun juga, aroma penyelewengan dana, sekalipun disembunyikan berlapis-lapis, akhirnya akan terendus. Hanya soal waktu saja untuk membuka kedoknya.
Fakta berbicara ketika ACT dinilai bersih dan jelas oleh institusi audit publik, ternyata menyimpan ‘bom waktu’, yang siap meledak kapan saja. Ditutupi kebenarannya, terbukti begitu rawan penyelewengan.
ACT menggambarkan dirinya sebagai pemilik kehidupan yang bermanfaat bagi sesama. Kehidupan sosial diubahnya menjadi mistisisme kedermawanan yang melimpah di tengah orang-orang yang masih menunggu uluran tangan.
Sisa apalagi yang ditorehkan oleh ACT sebagai pergerakan amal kemanusiaan, yang berakhir dengan keputusan pemerintah untuk mencabut izin pengumpulan uang dan barang. Peraturan ditegakkan dari kedermawanan yang memilukan. (suara.com, 06/07/2022)
***
Betapa senangnya sebelum ketahuan! Hidup yang menantang! Dia belum penasaran pada godaan besar yang bukan lelucon kecil dari kenekatan berbahaya.
Gangguan moral mempunyai kepentingan bagi “spiritualitas” berahi antara pria dan wanita. Bahwa seluruh jiwanya yang digelapkan oleh hentakan nafsu berahi tidak terhindarkan sulit disembuhkan.