Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Erotis Lain dan Kaca Tidak Tembus Cahaya

16 Oktober 2022   09:05 Diperbarui: 18 Maret 2024   13:25 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : bigstockphoto.com

Miliaran dana amal sebagai penggoda yang dikelola oleh ACT berbeda godaannya dengan institusi amal lain yang hidupnya pas-pasan.

Logika permukaaan menutupi nafsu memperkaya para petinggi dan logika kewajaran keuangan ACT mengelabui ketidakwajaran dana amal. 

Tetapi, penyelewengan dana yang dianalis oleh PPATK berbicara lain. Titik noda tidak tiba-tiba menghilang, malahan bertambah dugaan hingga temuan lain.

Wahai sesama, ambillah pelajaran dari kedok amal! Lihatlah diri Anda ACT! Berbicaralah PPATK! Mengenduslah Bareskrim, BNPT, dan aparat hukum lain!

Dari hasil temuan PPATK yang ditindaklanjuti oleh negara sebagai perang melawan korupsi dan terorisme. Nietzschean berbicara moralitas tuan dan moralitas budak. 

PPATK berbicara temuan tidak wajar atas pengelolaan ACT hasil analisisnya yang menukik.

Tetapi, Nietzschean menihilkan ACT karena “menjual” agama. PPATK tidak menentang Nietzschean akibat fase tragis melewati ketidakrangsangan manusia terhadap yang bukan dirinya. Nafsu dan kenikmatan itulah dirinya. Tamatlah nalar!

PPATK menemukan dana amal per tahun, tetapi menetralkan dirinya terhadap laporan kemerosotan moral atau penghancuran integritas pribadi.

Satu cara PPATK untuk mengetahui tentang seluk beluk pengelolaan dana, apakah tepat sasaran atau tidak melalui analisis, yang diyakininya jelas dan nyata. 

Ia tidak memiliki kewenangan mengembar-gemborkan kemorosotan moral. Ia menunjukkan ke mana daya nalar pengurus ACT takluk di hadapan dana amal.

Jika dilihat dari kasusnya yang cukup berat, ACT menghidupkan manusia sekaligus meruntuhkan martabatnya. Mengapa tidak? Karena ia bermain dalam pelanggaran batas-batas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun