Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Erotis Lain dan Kaca Tidak Tembus Cahaya

16 Oktober 2022   09:05 Diperbarui: 18 Maret 2024   13:25 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : bigstockphoto.com

Apa yang baru saja dilihat orang atau pihak terkait yang menganalisis aliran modal dana peduli umat melintasi nomor rekening serupa panggung sebagai satu kenampakan. Keinginan untuk menampakkan ikatan sosial direnggut oleh uang yang diselewengkan.

Bermula dari kecurigaan pada rekening ACT menjadikan mata, telinga, dan penalaran analitis sebuah institusi bernama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi aneh. Bayangan-bayangan menampakkan dirinya dari ketidaknampakan aliran dana.

Satu sisi, aliran dana yang mengambang bebas seakan-akan menerobos batas-batas teritorial, ruang di mana kemunculannya pertama kali justru bergerak ke beberapa penjuru. 

Pada sisi lain, analisis transaksi keuangan dari institusi kredibel tidak memberi peringatan dini ketidakwajaran. 

Aliran dana itu tidak mengambang bebas, tetapi muncul dengan sendirinya.

Petinggi yang lama dan baru tampaknya tidak berbicara jika institusi amal kemanusiaan itu diduga memiliki jaringan pendanaan terorisme. Gila atau heran?

Setiap gelagat awal mencurigakan bukan berasal dari aura kekerasan (terorisme), melainkan godaan uang. 

Selubung ganda di balik kenampakan berupa dana amal kemanusiaan dan penilaian wajar tanpa pengecualian (WTP) hasil audit dari institusi berwewenang.

Logika permukaan dan kewajaran keuangan yang diraih oleh ACT tidak mutlak menunjukkan yayasan amal tersebut ‘bersih’ dari penyelewengan dana. Orang mengira ACT akan bebas dari godaan.

Bernafsu pada materi yang menguasai institusi peduli sesama akan terjatuh dalam ilusi.

Kekeraskepalaan petinggi ACT mengantarkan pada jurang selera tanpa dasar. Mengambil jalan pintas berisiko tinggi, akhirnya ia kehilangan kepercayaan publik. Justru godaannya berskala jumbo sama besarnya rayu ‘setan pikiran’. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun