Sang pembuat mural nampaknya mengetahui celah sebagai daya tarik. Mumpung musim masker sekarang, sosok pria mengenakan sebuah masker menutupi mata dan hidung.
Organ tubuh bagian kepala sedang dipegang oleh sosok pria. Ia segaja dipilih untuk dimainkan sebagai titik pandang yang menarik.
Sama sebelumnya, pembuat mural wajah mirip diburu oleh polisi. Aparatur disipliner negara mengajukan pertanyaan seputar siapa pelakunya dan apa maksud dari gambar.
Keteraturan polisi ditunjukkan dengan tahapan penyelidikan dan wawancara atas pembuat mural. Kuasa legal menjadi penerang bagi pelanggaran.
Setiap pemaksaan atase tubuh individu yang diciptakan oleh kondisi, dari paling besar hingga paling kecil tidak akan mengubah keadaan lebih tertib.
Paradoks kemiripan terletak ketika kita menyaksikan atau mendengarkan berita mengenai apa yang paling jelas dan nyata mengarah pada mural wajah bapak presiden.
Kesimpulan atas obyek berbeda dengan penyelidikan terhadap maksud dan tujuan dari sang pembuat mural mirip Presiden Jokowi.
Warganet juga akan menyediakan bermacam-macam jawaban dan pernyataan. Ada yang mengatakan sebagai kreatifitas atau penyaluran seni hingga bentuk kebebasan berekspresi dan berbicara.
Ada pula yang beralasan tentang mural sebagai media kritik. Di atas segala kemiripan yang terpampang di permukaan, sang pembuat mural sadar untuk memilih keteraturan, bukan kekacau-balauan.
Rona kemiripan juga tidak terletak pada mural yang hanya bertumpu pada gambar baru dan kusam.
Kadangkala suara arus bawah merefleksikan apa kondisi sesungguhnya terjadi. Sedangkan, arus tanda atau citra dari mural wajah mirip bergerak dari satu medium ke medium lain, dari canvas ke teks virtual.