Radit terdiam tak menjawab.
"Setidaknya Kita bisa pura-pura nikah seperti rencana awal!" Mengemis cinta seperti ini, sangat melukai harga diriku. Tapi aku harus melakukannya demi Ayah.
 Radit tetap membisu. Tatapannya penuh sesal.
 "Anggap aja ini penebusan dari semua kesalahan Kamu sama Aku, Dit!"
 "Ta... Aku tau kesalahan Aku udah nggak termaafkan! Tapi... pernikahan bukan sesuatu yang bisa kita permainkan!"
 "Cuma sebentar Dit! Sebentar! Aku Cuma minta waktu sampai Ayah ngerasa harapannya cukup sama Aku!" Kali ini aku menatap Radit dengan penuh harapan "Aku Mohon!"
 Nada suara Radit bergetar "Jangan natap Aku kaya gitu Ta! Harusnya kamu pukulin Aku! Marah sama Aku! Aku dah jahat sama kamu! Selama ini, aku Cuma mau pacaran dengan Kamu demi hubungan baik keluarga Kita! Aku nggak pernah benar-benar tulus... Aku..."
"AKU NGGAK PENGEN DENGER SEMUA ITU! Aku nggak peduli di hati kamu, Aku pernah ada atau Nggak! Aku juga nggak peduli dulu kamu Tulus atau nggak sama Aku!" suaraku bergetar sedih. "Aku Cuma minta waktu Dit! Aku Cuma minta  waktu SEDIKIT LAGI! Untuk bener-bener mengakhiri ini!"
Lagi-lagi Radit terdiam membisu.
"Aku nggak bisa Dit, biarin ayah pergi dengan harapannya yang nggak tercapai! Ayahku  berharap banyak sama kamu Dit!" ujarku seraya menggengam tangan Radit yang kini terasa dingin. Tak adalagi Cinta. Â
"Apa aku masih layak Ta....?"