Pagi ini aku terbangun sebelum fajar. Hari masih nampak gelap, namun mimpi buruk semalam membuatku tak ingin kembali tidur.
Bergegas aku bangkit dan berjalan menuju suatu ruangan. Diruangan itu, sosok laki-laki tua sedang terbaring tanpa daya. Penyakit gagal ginjal yang mengerogoti tubuhnya, membuatnya lemah tanpa daya. Sesaat aku teringat kenangan masa lalu, kenangan dimana tubuh kekarnya pernah menggendongku.
Aku berjalan menghampirinya. Mencoba terus tersenyum, meski hati ini terasa perih. Kuharap dengan senyuman ini bisa memberinya sedikit harapan untuk sembuh. Kuratapi wajahnya yang tertidur pulas. Ia nampak begitu tenang, tak sedikitpun terlihat beban di wajahnya. Perlahan aku mengusap keningnya yang masih terasa hangat. Ada sedikit perasaan tenang, karena meski matanya tertutup, napasnya masih berhembus.
Tapi aku sadar, bahwa waktu yang kumiliki dengan ayah mungkin sudah tak lama lagi. Dokter pun sudah menyerah. Penyakit komplikasi menyerang semua organ vitalnya. Â Obat-obatan sudah tak bisa membantu banyak. Semua tinggal menunggu waktu. Napasku rasanya sesak membayangkan hidup tanpa Ayah. Aku tahu perpisahan pasti terjadi diantara kami. Tapi sebelum Ayah pergi, aku ingin sekali bisa memberikan yang terbaik untuknya. Aku ingin bisa memenuhi satu harapan terakhirnya. Meski aku sendiri merasa, harapan itu mustahil kuwujudkan.
Tiba-tiba Ayah membuka matanya. Nampaknya daritadi ayah menyadari kehadiranku. Dengan tangan gemetar ayah mencoba bangkit dari tidurnya. Berusaha terlihat kuat, walau sebenarnya kondisinya sudah melemah. Â
 "Ta... gimana rencana pernikahan kamu dengan Radit?"
Hatiku sedikit tersentak dengan pertanyaan itu. Â Aku bingung harus menjawab apa. Jika saja Ayah tau masalah yang terjadi antara Aku dengan Radit, ia pasti sangat kecewa.
Hubungan kami sudah lama berakhir. Berakhir dengan sebuah kebohongan yang menyakitkan. Radit mengkhianatiku dengan wanita lain. Enam tahun hubungan yang kami jalani bersama, berakhir begitu saja. Rencana pernikahan yang sudah kami susun, Ia batalkan dengan mudahnya. Semua itu benar-benar membuatku hancur dan terluka.
"Kenapa Ta? Ada masalah apa?"
Aku menatap mata ayah yang penuh harap. Aku tak mungkin menceritakan betapa terlukanya Aku oleh Radit. Â
"Nggak ada apa-apa kok, Yah! Rencana pernikahan aku sama Radit, tetap berjalan kayak semula! Kita bakal nikah di bulan November!"
Seburat senyumannya nampak diwajah Ayah "Syukurlah!" Sekarang bulan apa ya, Ta?"
Selintas aku melihat ke arah kalender yang tergantung dekat tempat tidur Ayah "21 Mei Yah..."
 " Masih 6 bulan lagi ya?" Ayah menarik napas panjang. Tatapan Mata Ayah tampak penuh kecemasan.
"Kenapa Yah?"
"Nggak, Ayah takut nggak keburu!" Ayah tersenyum getir.
Airmata meleleh dipipiku. Dadaku rasanya sesak. Aku ingin menunjukkan bahwa aku baik-baik saja. Tapi rasanya sulit.
 "Ayah jangan ngomong gitu! Ayah pasti sembuh! Ayah pasti berumur panjang sampai Gita punya Anak Cucu!!!"
 "Iya... Aamiin!" Ayah tersenyum, sebuah senyuman yang terasa menyakitkan di hatiku.  "Kalau gitu tolong ambilin Ayah kertas sama pulpen!"
"Buat apa Yah?" tanyaku sedikit bingung.
"Ayah mau nulis nama-nama teman ayah yang mau di undang!"
"Oh... iya Yah, tunggu sebentar ya!"
Rasa bersalah yang teramat dalam menyelimutiku. Aku seakan memberikannya harapan palsu. Tapi jika harapan itu, bisa membuat ayah tetap semangat untuk hidup, maka aku akan terus bertahan dengan kebohongan ini.
***
Matahari terbit belum terlalu tinggi. Aku memberanikan diri untuk kembali menemui Radit. Aku tau bahwa kami sudah tak mungkin diperbaiki. Tapi demi impian ayah, aku tak pedulikan apapun. Rasa sakit ini masih bisa kutahan, dibanding rasa sakit jika ayah harus pergi dengan keinginannya yang tak tercapai.
Perlahan kuketuk pintu rumah Radit. Tak lama kemudian pintu itu segera terbuka. Sesosok wanita muda muncul, ia berambut panjang, berkulit putih pucat. Tinggi badannya tidak terlampau jauh denganku. Â
 "Cari siapa ya?"
 "Raditnya ada?"
wanita itu memandangku sinis "Mau ketemu Radit?"
"Iya..."
"Kamu siapa yah?"
Sebenernya aku enggan bicara panjang lebar dengan wanita ini. Feelingku mengatakan, dialah wanita yang  merebut hati Radit. Aku benar-benar membencinya.
"Saya temen kerjanya! Saya ada perlu penting! Bisa tolong panggilin Radit Sekarang!"
"Ehm, kayaknya Raditnya masih tidur..." jawabnya sedikit sinis.
Tak berapa lama, Radit pun muncul dari balik pintu. Ia mengenakan piyama tidur berwarna senada dengan yang dikenakan wanita itu. "Siapa sih Yang, pagi-pagi gini?"
'Yang? Radit memanggil wanita itu dengan sebutan sayang?! Ternyata benar dugaanku! Wanita inilah penyebab hubungan kami berakhir!Â
 "GITA?" Radit nampak sangat terkejut.
 "Bisa ngomong sebentar?" Aku mencoba sekuat tenaga menahan emosi.  Aku harus tetap terlihat tenang, meski rasanya tubuhku gemetar.Â
"Ehm, ada masalah apa Ta?"
"Ada hal penting yang mau Aku omongin, bisa Kita bicara berdua?!"
Radit beradu pandang dengan wanita itu. Mereka seakan saling memberi isyarat. Tak berapa lama Raditpun mengiyakan.
"Oke, Kita ngobrol di Taman..."
***
 "Jadi itu cewek murahan yang udah Kamu pilih? Bisa-bisanya Kamu ngorbanin Aku demi dia!"
 "Gita Aku mohon! Kalau kamu ngajak Aku ketemu, cuma mau ngebahas masa lalu! Mending Kita nggak usah ketemu!"
"NGGAk, Aku cuma heran aja, Kita udah jalanin 6 Tahun Dit! 6 tahun!"
"Iya Aku tau! Tapi Kita tuh nggak bisa sejalan, Git! Please!"
 "DAN 6 TAHUN HUBUNGAN KITA ITU, BUKAN WAKTU YANG  SEBENTAR BUAT AKU LUPAIN KAMU DIT!" tanpa sadar airmataku meleleh.
 "Git! Please! Jangan terus buat Aku ngerasa bersalah sama kamu!" Radit menatapku lekat, ia mencoba menghapus airmataku, namun aku menghempaskan tangannya. Kucoba menyembunyikan kerapuhanku, meski sebenarnya hatiku hancur berkeping keping.
"Aku belum bilang soal pernikahan kita yang batal! Aku... Aku nggak tahu harus mulai ngomong ke Ayah darimana..." tiba-tiba airmata ini semakin tak terkendali. "Kamu juga tahu... hidup Ayahku, mungkin nggak akan lama lagi..."Â
Radit mengusap pundakku. "Maafin Aku ya Ta! Aku memang Bajingan!"
"Kamu nggak perlu minta maaf! Maaf Kamu nggak akan bisa ngerubah apapun!"
 Radit menghela napas "Trus Kamu mau Aku gimana, Ta?"
Aku mengusap airmataku "Kalau Kamu masih punya sedikit nurani, jangan tinggalin Aku sekarang!"
Radit terdiam tak menjawab.
"Setidaknya Kita bisa pura-pura nikah seperti rencana awal!" Mengemis cinta seperti ini, sangat melukai harga diriku. Tapi aku harus melakukannya demi Ayah.
 Radit tetap membisu. Tatapannya penuh sesal.
 "Anggap aja ini penebusan dari semua kesalahan Kamu sama Aku, Dit!"
 "Ta... Aku tau kesalahan Aku udah nggak termaafkan! Tapi... pernikahan bukan sesuatu yang bisa kita permainkan!"
 "Cuma sebentar Dit! Sebentar! Aku Cuma minta waktu sampai Ayah ngerasa harapannya cukup sama Aku!" Kali ini aku menatap Radit dengan penuh harapan "Aku Mohon!"
 Nada suara Radit bergetar "Jangan natap Aku kaya gitu Ta! Harusnya kamu pukulin Aku! Marah sama Aku! Aku dah jahat sama kamu! Selama ini, aku Cuma mau pacaran dengan Kamu demi hubungan baik keluarga Kita! Aku nggak pernah benar-benar tulus... Aku..."
"AKU NGGAK PENGEN DENGER SEMUA ITU! Aku nggak peduli di hati kamu, Aku pernah ada atau Nggak! Aku juga nggak peduli dulu kamu Tulus atau nggak sama Aku!" suaraku bergetar sedih. "Aku Cuma minta waktu Dit! Aku Cuma minta  waktu SEDIKIT LAGI! Untuk bener-bener mengakhiri ini!"
Lagi-lagi Radit terdiam membisu.
"Aku nggak bisa Dit, biarin ayah pergi dengan harapannya yang nggak tercapai! Ayahku  berharap banyak sama kamu Dit!" ujarku seraya menggengam tangan Radit yang kini terasa dingin. Tak adalagi Cinta. Â
"Apa aku masih layak Ta....?"
Tiba-tiba handphone ku berdering. Dilayar tertera nama Raka, Adik lelakiku. Â Pembicaraan kami pun tertunda. Radit memberi isyarat agar aku menjawab dulu telpon. Â
"Haloo..." Tak terdengar sahutan, hanya terdengar suara tangisan "Haloo? Raka, ada Apa?"
"Gita... kamu dimana?"
"Aku... Aku lagi dengan Radit Ka... Ada apa?"
"Ayah, Ta.... Â Ayah!"
"Kenapa Ayah?"
"Ayah udah nggak ada Ta, Ayah udah pergi...."
Seketika aku merasa semua menjadi gelap. Pandanganku kabur. Â Aku tak melihat apa-apa lagi selain bayangan hitam dan teriakan suara Radit.
'Ayah... Maafkan Aku...'
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI