"Oh... iya Yah, tunggu sebentar ya!"
Rasa bersalah yang teramat dalam menyelimutiku. Aku seakan memberikannya harapan palsu. Tapi jika harapan itu, bisa membuat ayah tetap semangat untuk hidup, maka aku akan terus bertahan dengan kebohongan ini.
***
Matahari terbit belum terlalu tinggi. Aku memberanikan diri untuk kembali menemui Radit. Aku tau bahwa kami sudah tak mungkin diperbaiki. Tapi demi impian ayah, aku tak pedulikan apapun. Rasa sakit ini masih bisa kutahan, dibanding rasa sakit jika ayah harus pergi dengan keinginannya yang tak tercapai.
Perlahan kuketuk pintu rumah Radit. Tak lama kemudian pintu itu segera terbuka. Sesosok wanita muda muncul, ia berambut panjang, berkulit putih pucat. Tinggi badannya tidak terlampau jauh denganku. Â
 "Cari siapa ya?"
 "Raditnya ada?"
wanita itu memandangku sinis "Mau ketemu Radit?"
"Iya..."
"Kamu siapa yah?"
Sebenernya aku enggan bicara panjang lebar dengan wanita ini. Feelingku mengatakan, dialah wanita yang  merebut hati Radit. Aku benar-benar membencinya.