Mohon tunggu...
Erick M Sila
Erick M Sila Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Menulis adalah mengabadikan diri dalam bentuk yang lain di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Belajar dari Nikmatnya Secangkir Kopi #11

15 Januari 2024   15:48 Diperbarui: 15 Januari 2024   16:02 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design

Tapi bukankah itu berisiko? sela Fajar, garis kekhawatiran terukir di keningnya. "Kamu bisa membuat marah orang-orang yang mengandalkanmu."

"Mungkin," Aditya mengakui, merasakan tarikan rasa takut yang familiar saat membayangkan mengecewakan siapa pun. "Tetapi saya menyadari bahwa mengecewakan seseorang bukanlah hal terburuk. Mengecewakan diri sendiri karena hidup tidak autentik... itu jauh lebih berbahaya."

Agnes mengangguk, matanya mencerminkan semangat wahyu Aditya. "Dan bagaimana Anda menangani penolakan itu?"

"Dengan mengingat mengapa saya memulai perjalanan ini." Kata-kata Aditya adalah benteng melawan keraguan. "Saya mengingatkan diri sendiri bahwa kesejahteraan saya bukan hanya sebuah kemewahan; itu adalah sebuah kebutuhan. Bahwa setiap langkah menuju keseimbangan adalah langkah menuju kehidupan yang dijalani sepenuhnya."

Fajar bersandar, ekspresi skeptisnya berubah menjadi kekaguman. "Kamu benar-benar sudah memikirkan hal ini dengan matang."

"Berpikir, ya. Tapi yang lebih penting, melakukan." Aditya meraih buku catatannya, halaman-halamannya kini berisi lebih dari sekedar refleksi---hal-hal tersebut merupakan cetak biru untuk bertindak.

"Setiap tantangan adalah pelajaran," lanjutnya sambil menari-nari di atas kertas. "Setiap kemunduran, ada peluang untuk bangkit dengan lebih anggun dari sebelumnya. Ini bukan tentang kesempurnaan; ini tentang kemajuan."

"Bicaranya seperti seorang filsuf sejati," goda Agnes ringan, namun matanya menunjukkan rasa hormat.

"Lebih seperti pelajar kehidupan," koreksi Aditya sambil memiringkan kepalanya dengan rendah hati. Dia tahu jalan di depan akan berliku-liku tak terduga, namun dengan setiap tegukan kopi, setiap tawa bersama, dan setiap saat introspeksi, dia menjalin jalinan kehidupan yang seimbang---yang dia definisikan sendiri.

"Ini untuk menemukan kepuasan, selangkah demi selangkah," Fajar bersulang sambil mengangkat cangkirnya.

"Untuk kepuasan," ulang Aditya sambil mendentingkan espresso-nya ke gelas Fajar, kilatan tekad menyala di matanya. Dengan segenap keberadaannya, ia berkomitmen terhadap proses integrasi, menyambut tantangan dengan tangan terbuka, siap menghadapinya dengan ketangguhan seorang musafir berpengalaman dan keanggunan jiwa dalam mencari harmoni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun