Aku terdiam. Tanganku tak bisa langsung membalas pesan darinya. Terpikir di benakku, "Berkali-kali aku menjadi ketua panitia, ketua divisi, koordinator, tapi belum pernah sekalipun kujumpai ada anggota yang menawarkan dirinya untuk membantu."
"Oya... terimakasih banyak Fira, nanti kamu stay tune saja ya kalo aku hubungi. Semangat ya, rangkul teman-teman anggota yang lain. Aku yakin kita bisa lalui ini bareng," balasku.
"Siap kak," pungkasnya mengakhiri percakapan.
Rasanya, selama tiga tahun berorganisasi di kampus belum pernah aku merasa sebahagia ini. Sebuah chat sederhana tapi mengena di hati. Ah, tidak salah pilihanku dulu, dialah 'pembawa kebahagiaan' organisasi kami.
Buku yang akan kuberikan secara cuma-cuma ini berjudul "Jangan Takut Mengkritik Pers" dari Aliansi Jurnalis Independen Semarang. Kudapat buku sederhana itu dua tahun yang lalu. Ya, saat aku masih menjadi anggota biasa.
Hari ngobrol-ngobrol online pun tiba. Acara berlangsung meriah, tak terasa sudah berjalan tiga jam. Tiba saatnya aku harus memilih siapa yang layak untuk menerima buku itu.
"Emm... aku sebenarnya agak nggak enak nih kalau harus memilih, karena nanti aku dikira sayang ke satu anak doang, ha ha ha. Tapi aku sudah mengamati ada anak yang selama kita ngobrol tadi nampaknya sangat tertarik dengan pengelolaan Lembaga Pers Mahasiswa..."
"Wah siapa tuh kak? Spill dong spill! Atau jangan-jangan aku nih yang dapat, ha ha ha," potong MC acara.
"Eh, sabar dulu. Menurutku ada satu anak yang layak menerima buku ini. Sepanjang kepengurusan 2019 dan 2020 dia juga menunjukkan kinerja yang baik dan rasa ingin tahunya tentang pers mahasiswa cukup dalam," ujarku sembari tersenyum.
"Ya, buku ini aku persembahkan untuk Fira," ucapku lantang.