“Ya udah. Kamu istikharah aja lagi. Sampai hati kamu benar-benar yakin dan tenang.”
Selang beberapa menit dia kembali mengirim pesan “Sebenarnya aku juga lagi galau tahu” dia mengirim emot sedih. “Abang kesayanganku mau nikah. Belum fix sih, tapi kayaknya lagi ta’aruf gitu. Aku ga berani nanya perempuan itu siapa, karena abangku orangnya pendiam. Aku takut dia malah jadi illfeel sama aku.”
Aku yakin yang dimaksud Siska adalah abangnya yang kuliah di LIPIA. “Terus kenapa harus sedih Siska ? hahaha. Harusnya kamu ikut bahagia. Bantu dengan doa, semoga dia dapat yang terbaik.”
Keesokan harinya, aku mendapat pesan untuk acara reuni organisasi keagamaan yang dulu aku ikuti sebelum masuk diploma. Aku berusaha mencari kontak teman dekatku di organisasi supaya bisa pergi bersama.
“Assalamu’alaikum kak Lulu. Apa kabar ? Mau pergi reunian kah ? Bareng yuk. Sekalian temu kangen karena sudah 2 tahun tidak berjumpa” pesan dari Yunita. Pas banget. Aku langsung menyetujui ajakannya, dan kita pun janjian di suatu tempat.
Melihat Yunita, pikiranku kembali melayang ke sosok laki-laki itu. Namanya Abduh. Dulunya dia juga salah seorang anggota dari organisasi ini. Anak didik kesayangan ustadz Dimas, pembimbing organisasi ini. Itu semua karena kecerdasan dan keaktifannya. Pernah beberapa kali aku melihat wajahnya, karena tidak sengaja lewat ataupun karena dia tampil di depan umum untuk menyampaikan sesuatu.
Aku teringat saat Yunita berbisik di telingaku ketika kak Abduh menyampaikan sesuatu di hadapan semua anggota “Setahu aku, kak Abduh sama kak Sarah itu saling suka, tapi karena mereka tahu bahwa di islam itu tidak ada yang namanya pacaran, akhirnya mereka hanya berteman saja. Tapi jelas banget sih dari perhatian kak Abduh ke kak Sarah” Seketika itu juga aku kembali flashback ke kejadian waktu di perkemahan.
Ya, selama acara perkemahan berlangsung, maupun setelah penutupan, kak Abduh sempat beberapa kali menghampiri kak Sarah. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Tapi di sana sangat jelas, kak Abduh berusaha untuk menjaga muamalahnya. Dia terlihat sedikit tergesa-gesa, seperti tidak mau berlama-lama berada di dekat perempuan yang bukan mahramnya. Aku yakin , pembicaraan itu sangat penting, oleh karena itu dia memaksankan diri untuk menghampiri kak Sarah.
Sejujurnya aku tidak begitu peduli dengan hubungan mereka. Tapi tidak bisa kupungkiri, bahwa akhlaknya membuatku terpukau. Aku hanya bias mendoakan yang terbaik untuk nya. Semoga Allah memberikannya jodoh yang bisa menolongnya untuk semakin dekat dengan Allah. Begitu juga untuk kak Sarah.
“Kak Lulu” Yunita menepuk bahuku. “Aku baca salam dari tadi lo”
Aku tidak sadar bahwa lamunanku begitu panjang. “Astaghfirullah, afwan Nita. Aku ga sadar beneran. Hehe. Pas lihat kamu aku teringat masa-masa kita camping 3 tahun yang lalu”