Mohon tunggu...
Elvi Anita Afandi
Elvi Anita Afandi Mohon Tunggu... Lainnya - FAIRNESS LOVER

Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Anggaran Dasar dan Rumah Tangga IPARI (Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia)

18 Oktober 2023   16:23 Diperbarui: 19 Oktober 2023   10:24 2446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ANGGARAN DASAR

IKATAN PENYULUH AGAMA REPUBLIK INDONESIA

MUQADDIMAH

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa, setiap warga negara berkewajiban mengisi kemerdekaan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia menuju kehidupan masyarakat yang saleh, moderat, cerdas dan unggul untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, bermartabat dan berkepribadian berdasarkan gotong royong.

Penyuluh Agama Indonesia sebagai warga bangsa, sadar akan hak dan kewajibannya serta peran dan tanggung jawabnya kepada umat manusia dan bangsa, bertekad memberikan darma baktinya untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam kehidupan keprofesian. Penyuluh Agama bertekad menggalang persatuan dan kesatuan dalam mengembangkan profesionalisme serta kemandirian dengan berperan serta dalam pembangunan hukum nasional yang dicita- citakan.

Sesuai dengan tujuan umum terbentuknya organisasi Profesi yang mengedepankan pentingnya independensi dan otonomi profesi, serta mengutamakan kepentingan masyarakat, maka dalam darma baktinya sebagai salah satu pilar pokok pembangunan agama, Penyuluh Agama Indonesia perlu meningkatkan profesionalisme dan peran sebagai agen pembaharu (agent of change) dan agen pembangunan (agent of development) terutama dalam advokasi agama dengan berpegang teguh pada sumpah Penyuluh Agama dan kode etik Kepenyuluhan Agama Indonesia, menuju kehidupan masyarakat yang sehat dan sejahtera, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 45 Pasal 28e ayat (2) dan (3) yang menyatakan bahwa (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Meyakini bahwa tujuan dan cita-cita organisasi hanya dapat dicapai atas petunjuk Tuhan Yang Maha Esa disertai usaha-usaha teratur, terencana dan penuh kebijakan, digerakkan dengan pedoman yang berbentuk anggaran dasar maka disusunlah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IPARI sebagai berikut:

BAB I NAMA, WAKTU, TEMPAT DAN KEDUDUKAN

Pasal 1

(1) Bernama Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia, selanjutnya disingkat IPARI;

(2) IPARI ditetapkan berdirinya di Jakarta tanggal 26 Mei 2023;

(3) IPARI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

BAB II ASAS DAN TUJUAN

 Pasal 2

IPARI berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3

IPARI bertujuan :

(1) Membina dan mengembangkan Kompetensi Penyuluh Agama yang profesional dan berintegritas;

 Menjalin persatuan dan kesatuan Penyuluh Agama;

(3) Menampung, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi Penyuluh Agama;

(4) Memberikan perlindungan profesi dan advokasi/ atau konsultasi hukum;

(5) Membangun kerjasama sinergis dengan Instansi Pembina dan instansi terkait lainnya.

BAB III TUGAS, FUNGSI, DAN SIFAT

Pasal 4 Tugas

IPARI mempunyai tugas :

(1) Menyusun Kode Etik dan Kode Perilaku Profesi Penyuluh Agama;

(2) Memberikan advokasi atau konsultasi;

(3) Memeriksa dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Profesi; dan

(4) Menyampaikan aspirasi Penyuluh Agama kepada Instansi Pembina.

Pasal 5 Fungsi

Dalam melaksanakan tugas, IPARI menyelenggarakan fungsi :

(1) Informatif: penyampaian kebijakan dan informasi dari Instansi Pembina;

(2) Koordinatif terkait pelaksanaan program dan kegiatan Penyuluh Agama;

(3) Aspiratif: menerima dan menyampaikan aspirasi Penyuluh Agama;

(4) Edukatif: Pengembangan profesi, Peningkatan kompetensi, karier, wawasan keagamaan dan kebangsaan serta pengembangan kreatifitas Penyuluh Agama;

(5) Konsultatif dan advokatif: Permasalahan hukum, Kode Etik dan Kode Perilaku Profesi, perlindungan profesi dan kesejahteraan Penyuluh Agama;

(6) Administratif: pemberian rekomendasi atas pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Profesi Penyuluh Agama kepada Instansi Pembina;

(7) Pemberdayaan sosial keagamaan dan pembangunan.

Pasal 6 Sifat

IPARI bersifat egaliter, fungsional, partisipatif dan kreatif.

BAB IV KEANGGOTAAN

Pasal 7

(1) Setiap Penyuluh Agama wajib menjadi Anggota IPARI;

(2) Anggota IPARI terdiri dari Anggota Biasa, Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan;

(3) Pokok-pokok penjelasan tentang keanggotaan dijelaskan lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB V KEPENGURUSAN

Pasal 8

(1) Kepengurusan IPARI pada tingkat pusat disebut Pengurus Pusat disingkat PP;

(2) Kepengurusan IPARI tingkat provinsi disebut Pengurus Wilayah disingkat PW;

(3) Kepengurusan IPARI pada tingkat kabupaten/kota disebut Pengurus Daerah disingkat PD.

Pasal 9

(1) Pengurus Pusat terdiri dari :

a. Majelis Kehormatan Etik;

b. Ketua Umum;

c. Ketua-ketua (minimal 3 ketua);

d. Sekretaris Umum;

e. Sekretaris-sekretaris (minimal 3 sekretaris);

f. Bendahara Umum;

g. Bendahara-bendahara (minimal 3 bendahara).

(2) Departemen-departemen : Departemen Organisasi, Depatemen Hubungan Lintas Sektoral dan Informasi Publik, Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, Pendidikan dan Pelatihan, Departemen Disiplin dan Etika Profesi, Departemen Hukum dan Advokasi, Departemen Pengembangan Profesi dan Penilaian Kinerja, Departemen Sosial, Seni, dan Budaya, Departemen Hubungan Luar Negeri dan Departemen Moderasi Beragama;

(3) Penentuan jumlah Departemen ditentukan berdasarkan kebutuhan;

(4) Ketua Umum IPARI dipilih oleh Musyawarah Nasional untuk satu periode dan dapat dipilih kembali sebanyak-banyaknya dua periode;

(5) Pengurus Pusat bertanggungjawab kepada Musyawarah Nasional atas seluruh jalannya organisasi serta berkewajiban untuk mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik dan Kode Perilaku Penyuluh Agama serta semua keputusan Musyawarah Nasional lainnya.

Pasal 10

(1) Pengurus Wilayah sekurang-kurangnya terdiri dari :

a. Majelis Kehormatan Etik;

b. Ketua Wilayah;

c. Ketua-ketua (minimal 3 ketua);

d. Sekretaris Wilayah;

e. Sekretaris-sekretaris (minimal 3 sekretaris);

f. Bendahara Wilayah;

g. Bendahara-bendahara (minimal 3 bendahara).

(2) Ketua Wilayah dipilih oleh Musyawarah Wilayah untuk satu periode dan dapat dipilihkembali sebanyak-banyaknya dua periode;

(3) Pengurus Wilayah bertanggungjawab kepada Musyawarah Wilayah atas seluruh jalannya organisasi, terutama mengenai kegiatan-kegiatan daerah di wilayahnya;

(4) Bidang-bidang disesuaikan dengan departemen-departemen yang sudah ada di Pengurus Pusat dengan mempertimbangkan kebutuhan setempat;

(5) Pengurus   Wilayah   menjalankan    instruksi Pengurus   Pusat      yang               berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas keorganisasian.

Pasal 11

Pengurus Daerah menjalankan instruksi pengurus pusat dan wilayah yang berkaitandengan pelaksanaan tugas-tugas organisasi.

(1) Pengurus Daerah sekurang-kurangnya terdiri dari :

a. Ketua Daerah;

b. Ketua-ketua (minimal 2 ketua);

c. Sekretaris Daerah;

d. Sekretaris-sekretaris (minimal 2 sekretaris);

e. Bendahara Daerah;

f. Bendahara-bendahara (minimal 2 bendahara).

(2) Seksi-seksi disesuaikan dengan bidang-bidang yang sudah ada di Pengurus Wilayah dengan mempertimbangkan kebutuhan setempat;

(3) Pengurus Daerah bertanggungjawab kepada Musyawarah Daerah atas seluruh jalannya organisasi Daerah;

(4) Pengurus Daerah menjalankan instruksi pengurus pusat dan wilayah yang berkaitandengan pelaksanaan tugas-tugas organisasi.

Pasal 12

Masa Jabatan pengurus IPARI pada setiap tingkatan adalah 4 (empat) tahun.

BAB VI MAJELIS KEHORMATAN ETIK

Pasal 13

Majelis Kehormatan Etik pada tingkat Pusat terdiri dari Anggota Biasa, Anggota Luar Biasa, dan Anggota Kehormatan;

(1) Majelis Kehormatan Etik pada tingkat wilayah terdiri dari Anggota Biasa, Anggota Luar Biasa, dan Anggota Kehormatan;

(2) Majelis Kehormatan Etik berjumlah 3 orang;

(3) Majelis Kehormatan Etik memiliki tugas dan fungsi mengawasi, membina, menegakkan nilai-nilai kode etik dan kode perilaku Penyuluh Agama;

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang Majelis Kehormatan Etik diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VII POKOK-POKOK PERHIMPUNAN

Kedaulatan

Pasal 14

Kekuasaan tertinggi adalah Musyawarah Nasional.

Musyawarah dan Rapat-rapat

Pasal 15

Musyawarah dan Rapat terdiri dari :

(1) Musyawarah Nasional (Munas);

(2) Musyawarah Nasional luar biasa (Munaslub);

(3) Rapat Pimpinan Tingkat Nasional (Rapimnas);

(4) Rapat Kerja Tingkat Nasional (Rakernas);

(5) Rapat Pleno;

(6) Rapat Koordinasi.

Pasal 16

Musyawarah dan Rapat-Rapat di Tingkat Wilayah terdiri dari :

(1) Musyawarah Wilayah (Muswil);

(2) Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil);

(3) Rapat Pleno;

(4) Rapat Koordinasi.

Pasal 17

Musyawarah dan Rapat-Rapat di Tingkat Daerah terdiri dari :

(1) Musyawarah Daerah (Musda);

(2) Rapat Kerja Daerah  (Rakerda);

(3) Rapat Pleno;

(4) Rapat Koordinasi.

Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut tentang musyawarah dan rapat-rapat diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VIII WILAYAH KERJA

Pasal 19

(1) Wilayah Kerja Pengurus Pusat meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan negara-negara yang menjadi pusat konsentrasi warga Negara Indonesia yang memiliki hubungan diplomatik antar negara, yang dipimpin oleh Pengurus Pusat yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia;

(2) Wilayah Kerja Pengurus Wilayah meliputi wilayah provinsi yang dipimpin oleh Pengurus Wilayah dan berkedudukan di Ibukota Provinsi;

(3) Wilayah Kerja Pengurus Daerah meliputi wilayah Kabupaten/Kota dan berkedudukandi Ibukota Kabupaten/Kota.

BAB IX PEMBENTUKAN WILAYAH DAN DAERAH

Pasal 20

(1) Pengurus Wilayah IPARI dimungkinkan untuk dibentuk apabila beranggotakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) Daerah;

(2) IPARI Wilayah beranggotakan penyuluh agama yang berkedudukan di satuan wilayah kerja provinsi;

(3) Pengurus Daerah IPARI dimungkinkan untuk dibentuk apabila beranggotakan sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota biasa;

(4) IPARI Daerah beranggotakan penyuluh agama yang berkedudukan di satuan wilayahkerja kabupaten/kota.

Pasal 21

Dalam hal Pengurus Daerah tidak lagi memiliki anggota yang menjadi tanggung jawabnya, maka status keanggotaannya dapat dialihkan pada IPARI Daerah terdekat.

BAB X QUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 22

(1) Quorum musyawarah dan rapat-rapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh minimal 2/3 peserta musyawarah;

(2) Pengambilan keputusan dalam musyawarah dan rapat-rapat pada azasnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat;

(3) Apabila pengambilan keputusan dalam musyawarah atau rapat-rapat tidak dapat tercapai mufakat maka keputusan diambil melalui pemungutan suara berdasarkan suara terbanyak;

(4) Pengambilan keputusan dalam musyawarah dan rapat-rapat diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) atau 50% (lima puluh persen) ditambah 1 (satu) orang dari jumlah unsur utusan yang hadir.

BAB XI KEKAYAAN ORGANISASI

Perbendaharaan Organisasi

Pasal 23

(1) Keuangan organisasi bersumber dari :

a. Uang Pangkal dan Iuran anggota;

b. Bantuan operasional Instansi Pembina;

c. Sumbangan yang tidak mengikat dan;

d. Usaha lain yang sah.

e. Ketentuan mengenai tata cara pengelolaan keuangan organisasi diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 24

(1) Kekayaan IPARI adalah semua barang yang bergerak dan barang tidak bergerak yang tercatat dan terdaftar sebagai asset dan inventaris;

(2) Apabila terjadi perubahan atau pembubaran organisasi, maka kekayaan organisasi akan ditentukan dalam musyawarah Pusat luar biasa yang mengatur hal tersebut.

BAB XII SANKSI

Pasal 25

(1) Setiap anggota yang terbukti melakukan pelanggaran Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, Kode Perilaku dan atau Peraturan Perkumpulan dikenakan sanksi;

(2) Sanksi dapat berupa teguran tertulis, pembekuan sementara keanggotaan, atau pemberhentian dari keanggotaan Perkumpulan;

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XIII PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Pasal 26

Perubahan Anggaran Dasar dapat dilakukan berdasarkan musyawarah dan mufakat, apabila tidak dapat dicapai mufakat keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dalam suatu Musyawarah Nasional yang dihadiri secara sah oleh 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta resmi.

BAB XIV PEMBUBARAN

Pasal 27

(1) Pembubaran organisasi diputuskan oleh Musyawarah Nasional yang diadakan khusus untuk keperluan itu;

(2) Musyawarah Nasional yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah Pengurus wilayah dan daerah IPARI;

(3) Pembubaran wajib disetujui sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah peserta yang hadir;

(4) Apabila Musyawarah Nasional memutuskan pembubaran, maka dalam keputusan tersebut dibuat Berita Acara Pembubaran dengan melampirkan Pedoman Penyelesasian yang berkaitan dengan permasalahan organisasi.

ANGGARAN RUMAH TANGGA

IKATAN PENYULUH AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BAB I KEANGGOTAAN, SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN, PEMBERHENTIAN SEMENTARA DAN PENGUKUHAN KEMBALI

 Pasal 1

(1)  Anggota biasa adalah Para Penyuluh Agama Indonesia;

(2)  Anggota luar biasa adalah Pejabat Struktural atau Fungsional Keagamaan lainnya di lingkungan Kementerian Agama yang berkaitan dengan Tupoksi dan Pengembangan karir Penyuluh Agama;

(3)  Anggota kehormatan adalah mereka yang diusulkan oleh Pengurus diangkat dan ditetapkan dalam Musyawarah Nasional.

Pasal 2

Syarat Anggota Biasa

Penyuluh Agama yang dikukuhkan menjadi Anggota biasa harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:

(1)  Berstatus sebagai Penyuluh Agama berdasarkan Surat Keputusan;

(2)  Terdaftar dalam IPARI dan memiliki Nomor Induk Anggota.

Pasal 3

Pemberhentian Anggota

Keanggotaan berakhir apabila :

(1)  Meninggal dunia;

(2)  Diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatannya sebagai Penyuluh Agama;

(3)  Tidak lagi menjabat sebagai Penyuluh Agama;

(4)  Pemberhentian anggota diajukan oleh Pengurus Daerah kepada Pengurus Wilayah; dan ditetapkan pemberhentiannya oleh Pengurus Pusat.

Pasal 4

(1)  Anggota biasa yang melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku Penyuluh Agama dapat diberhentikan oleh Instansi Pembina berdasar rekomendasi Majelis Kehormatan Etik;

(2)  Anggota yang direkomendasikan berhenti oleh Majelis Kehormatan Etik diberikan kesempatan untuk membela diri dalam sidang Majelis Kehormatan Etik tersebut.

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 5

Hak Anggota

Anggota biasa berhak menjadi pengurus dan majelis kehormatan etik;

(1)  Anggota biasa berhak mendapatkan advokasi;

(2)  Anggota biasa berhak mengajukan saran dan usul;

(3)  Anggota luar biasa dan anggota kehormatan berhak menjadi majelis kehormatan etik;

(4)  Anggota luar biasa dan anggota kehormatan dapat memberikan usul, saran dan nasihat.

Pasal 6

Kewajiban Anggota

(1)  Anggota wajib mematuhi AD/ART IPARI;

(2)  Anggota wajib mematuhi Kode Etik Profesi dan Kode Perilaku;

(3)  Anggota wajib mematuhi setiap keputusan Pengurus Pusat, Wilayah dan Daerah;

(4)  Anggota wajib menjaga dan menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik IPARI;

(5)  Anggota biasa wajib membayar uang iuran anggota.

BAB III MUSYAWARAH DAN PRESIDIUM

Pasal 7

Musyawarah Nasional

(1)  Musyawarah Nasional yang selanjutnya disebut Munas adalah forum pemegang kekuasaan tertinggi yang diselenggarakan 4 (empat) tahun sekali;

(2)  Musyawarah Nasional berwenang:

a. Menetapkan atau mengubah Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Kode Etik Profesi;

b. Menetapkan Program Umum IPARI;

c. Sebagai forum menyampaikan pertanggungjawaban Pengurus Pusat Forum;

d. Sebagai forum pemilihan 5 (lima) orang Formatur;

e. Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.

(3)  Musyawarah Nasional difasilitasi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai Instansi Pembina;

(4)  Peserta Musyawarah Nasional memilih tim Formatur

(5)  Syarat Calon Formatur:

a. Pegawai Negeri Sipil;

b. Minimal Penyuluh Agama Ahli Madya;

c. Bersedia tinggal di Ibu Kota Negara.

(6)  Tata cara pemilihan Tim Formatur ditetapkan dalam Tata Tertib Musyawarah Nasional;

(7)  Salah satu anggota tim Formatur dipilih sebagai ketua berdasarkan persetujuan instansi Pembina;

(8)  Ketua Umum terpilih dan Tim Formatur menyusun Pengurus Pusat secara lengkap dalam sidang Tim Formatur paling lambat 12 kali 24 jam;

(9)  Pengurus dipilih untuk masa jabatan 4 empat tahun;

(10)  Ketua Umum Terpilih menerbitkan Surat Permohonan Penandatanganan Surat Keputusan tentang Susunan Pengurus Pusat yang telah disusun oleh Tim Formatur kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Republik Indonesia;

(11)  Pengurus Pusat dikukuhkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.

Pasal 8

(1)  Pengurus Pusat menentukan jumlah utusan dalam Musyawarah Nasional untuk tiap-tiap Wilayah berdasarkan pertimbangan jumlah anggotanya sekurang- kurangnya1 (satu) orang;

(2)  Utusan Wilayah terdiri dari unsur Pengurus Wilayah dan unsur Pengurus Daerah yang ditetapkan dalam Rapat Pengurus Wilayah;

(3)  Pemanggilan peserta untuk mengikuti Musyawarah Nasional oleh Pengurus Pusat disampaikan kepada wilayah sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sebelum Musyawarah Nasional tersebut dilaksanakan;

(4)  Pengurus Pusat menentukan jumlah peninjau dalam Musyawarah Nasional untuk tiap-tiap wilayah berdasarkan pertimbangan jumlah anggota di wilayah yang bersangkutan.

Pasal 9

Setiap Keputusan Musyawarah Nasional diambil berdasarkan musyawarah mufakat, dan apabila tidak tercapai mufakat maka pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.

Pasal 10

Musyawarah Nasional Luar Biasa

(1)  Dalam keadaan luar biasa dapat diselenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasaatau Munaslub atas usul Pengurus Pusat dan dukungan tertulis 1/(sepertiga) dari jumlah Pengurus Wilayah seluruh Indonesia;

(2)  Ketentuan Musyawarah Nasional Luar Biasa dilaksanakan sebagaimana ketentuan Musyawarah Nasional.

Pasal 11

Presidium Sidang Musyawarah Nasional

(1)  Musyawarah Nasional dipimpin oleh Presidium Sidang;

(2)  Presidium Sidang berjumlah (tiga) orang yang dipilih oleh Peserta Musyawarah Nasional;

(3)  Sebelum presidium sidang terpilih, sidang dipimpin oleh Panitia Pusat;

(4)  Tata cara pemilihan Presidium Sidang ditetapkan dalam Tata Tertib Musyawarah Nasional;

(5)  Presidium Sidang mengatur jalannya seluruh rangkaian sidang Musyawarah Nasional.

Pasal 12

Tata Tertib persidangan Musyawarah Nasional dirancang oleh Panitia Musyawarah Nasional dan ditetapkan dalam Musyawarah Nasional.

Pasal 13

Musyawarah Wilayah

(1)  Musyawarah    Wilayah    yang    selanjutnya    disebut Muswil             adalah      forum pertanggungjawaban Pengurus Wilayah dan Pemilihan Ketua PengurusWilayah;

(2)  Musyawarah Wilayah difasilitasi oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi sebagai Instansi Pembina;

(3)  Peserta Musyawarah Wilayah memilih Ketua Pengurus Wilayah untuk masa jabatan 4 empat tahun;

(4)  Ketua Wilayah Terpilih adalah Ketua Tim Formatur;

(5)  Peserta Musyawarah Wilayah memilih Tim Formatur Musyawarah Wilayah dalam pemilihan secara terpisah;

(6)  Tim Formatur terdiri dari Ketua Terpilih dan Ketua Domisioner ditambah 3 orang perwakilan peserta Musyawarah Wilayah yang dipilih;

(7)  Tata   cara pemilihan   anggota tim   Formatur ditetapkan                     dalam              Tata tertib Musyawarah Wilayah;

(8)  Setelah terpilihnya Tim Formatur maka Pengurus Daerah dinyatakan Demisioner;

(9)  Tim Formatur menyusun Pengurus Wilayah secara lengkap dalam sidang Tim Formatur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Musyawarah Wilayah;

(10)  Surat Keputusan tentang Susunan Pengurus Wilayah diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi;

(11)  Pengurus   Wilayah   dikukuhkan   oleh   Kepala Kantor        Wilayah   Kementerian Agama Provinsi.

Pasal 14

(1)  Pengurus Wilayah menentukan jumlah utusan dalam Musyawarah Wilayah untuk tiap-tiap Daerah berdasarkan pertimbangan jumlah anggotanya sekurang- kurangnya1 (satu) orang;

(2)  Utusan daerah terdiri dari unsur pengurus daerah yang ditetapkan dalam rapat pengurus daerah;

(3)  Pemanggilan peserta untuk mengikuti Musyawarah Wilayah oleh Pengurus Wilayahdisampaikan kepada Daerah sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sebelum Musyawarah Wilayah dilaksanakan;

(4)  Pengurus Wilayah menentukan jumlah peninjau dalam Musyawarah Wilayah untuk tiap-tiap Daerah berdasarkan pertimbangan jumlah anggota di Daerah yang bersangkutan;

(5)  Setiap keputusan Musyawarah Wilayah diambil berdasarkan musyawarah mufakat, dan apabila tidak tercapai mufakat maka pengambilan keputusan dilakukan dengansuara terbanyak.

Pasal 15

Presidium Sidang Musyawarah Wilayah

(1)  Musyawarah Wilayah dipimpin oleh Presidium Sidang;

(2)  Presidium Sidang berjumlah (tiga) orang yang dipilih dari Peserta Musyawarah Wilayah;

(3)  Sebelum Presidium Sidang terpilih, sidang dipimpin oleh panitia Musyawarah Wilayah;

(4)  Tata cara pemilihan Presidium Sidang ditetapkan dalam Tata Tertib Pemilihan Presidium Sidang Musyawarah Wilayah;

(5)  Presidium Sidang mengatur seluruh rangkaian sidang Musyawarah Wilayah.

Pasal 16

Tata Tertib sidang Musyawarah Wilayah dirancang oleh panitia Musyawarah Wilayah danditetapkan dalam Musyawarah Wilayah.

Pasal 17

Musyawarah Daerah

(1)  Musyawarah Daerah yang selanjutnya disebut Musyawarah Daerah dilaksanakan sebagai forum pertanggungjawaban Pengurus Daerah dan Pemilihan Ketua Pengurus Daerah;

(2)  Musyawarah Daerah difasilitasi oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota sebagai Instansi Pembina;

(3)  Peserta Musyawarah Daerah memilih Ketua Pengurus Daerah IPARI untuk masa jabatan 4 (empat) tahun;

(4)  Ketua Daerah Terpilih adalah Ketua Tim Formatur;

(5)  Peserta Musyawarah Daerah memilih Tim Formatur Musyawarah Daerah dalam pemilihan secara terpisah;

(6)  Tim Formatur terdiri dari Ketua Terpilih dan Ketua Domisioner ditambah 3 orang perwakilan peserta Musyawarah Daerah yang dipilih;

(7)  Tata   cara pemilihan anggota   tim   Formatur ditetapkan dalam                        Tata tertib Musyawarah Daerah;

(8)  Setelah terpilihnya Tim Formatur maka Pengurus Daerah dinyatakan Demisioner

(9)  Tim Formatur menyusun Pengurus Daerah secara lengkap dalam sidang Tim Formatur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Musyawarah Daerah;

(10)  Surat Keputusan tentang Susunan Pengurus Daerah diterbitkan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota;

(11)  Pengurus    Daerah   dikukuhkan    oleh    Kepala Kantor        Kementerian                Agama Kabupaten/Kota.

Pasal 18

Presidium Sidang Musyawarah Daerah

(1)  Pimpinan Musyawarah Daerah dipimpin oleh Presidium Sidang;

(2)  Presidium Sidang berjumlah 3 (tiga) orang yang dipilih dari Peserta Musyawarah Daerah;

(3)  Sementara Presidium Sidang belum terpilih,    sidang dipimpin                                                           oleh Pengurus Daerah;

(4)  Tata cara pemilihan Presidium Sidang ditetapkan dalam Tata Tertib Pemilihan Presidium Sidang Musyawarah Daerah;

(5)  Presidium Sidang mengatur jalannya Musyawarah Daerah hingga terpilihnya Tim Formatur Musyawarah Daerah.

Pasal 19

(1)  Peserta Musyawarah Daerah adalah seluruh Penyuluh Agama yang berada di wilayah kerja Daerah;

(2)  Pemanggilan peserta Musyawarah Daerah disampaikan kepada Kantor Kementerian Agama kabupaten/Kota yang berada di wilayah kerja Daerah;

(3)  Pengurus Daerah menentukan jumlah peninjau dalam Musyawarah Daerah untuk tiap-tiap Daerah didasarkan atas pertimbangan jumlah anggota di Daerah yang bersangkutan;

(4)  Setiap keputusan Musyawarah Daerah diambil atas berdasar musyawarah mufakat, dan apabila tidak tercapai pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.

Pasal 20

Tata tertib persidangan dalam Musyawarah Daerah ditetapkan bersama oleh Pengurus Daerah bersama peserta yang mengikuti Musyawarah Daerah tersebut.

BAB IV KEDUDUKAN PENGURUS PUSAT, WILAYAH DAN DAERAH

Pasal 21

(1)  Pengurus Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia;

(2)  Pengurus Wilayah berkedudukan di Ibukota Provinsi;

(3)  Pengurus Daerah berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota.

BAB V PERGANTIAN ANTAR WAKTU PENGURUS

Pasal 22

Pengurus Pusat

 (1)  Ketua Umum

Jika Ketua Umum mengundurkan diri/berhalangan tetap maka :

a. Sekretaris Umum menyelenggarakan Rapat Pleno Pengurus Pusat dengan

b. mengundang Pengurus Harian ditambah Ketua Wilayah definitif, selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak Ketua Umum secara resmi mengundurkan diri/dinyatakan berhalangan tetap;

c. Sekretaris Umum memimpin pelaksanaan Rapat Pleno untuk memilih Presidium Rapat Pleno;

d. Presidium Rapat Pleno memimpin rapat untuk memilih Pejabat Sementara KetuaUmum sampai dengan dilaksanakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa;

e. Dalam Rapat Pleno tersebut seluruh undangan yang hadir memiliki Hak Suara dan Hak Bicara;

f. Presidium Rapat Pleno mengesahkan hasil rapat dalam bentuk Surat Keputusan.

 (2)  Pengurus Pusat

a. Pengurus yang mengundurkan diri/berhalangan ditetapkan melalui Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum;

b. Jika Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan atau Ketua Departemen mengundurkan diri/dinyatakan berhalangan tetap, maka Ketua Umum menunjuk salah satu Pengurus Pusat untuk menduduki jabatan tersebut;

c. Penunjukan sebagaimana dimaksud pada pasal 18 ayat (2) huruf b, ditetapkan melalui Surat Keputusan.

Pasal 23

Pengurus Wilayah

  (1)  Ketua Wilayah

Jika Ketua Wilayah mengundurkan diri/berhalangan tetap maka :

a. Sekretaris Wilayah menyelenggarakan Rapat Pleno Pengurus Wilayah dengan mengundang Pengurus Harian ditambah Ketua Daerah definitif selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak Ketua Wilayah secara resmi mengundurkan diri/dinyatakan berhalangan tetap;

b. Sekretaris Wilayah memimpin pelaksanaan Rapat Pleno untuk memilih Presidium Rapat Pleno;

c. Presidium Rapat Pleno memimpin rapat untuk memilih Pejabat Sementara Ketua Wilayah sampai dengan dilaksanakannya Musyawarah Wilayah/Musyawarah Wilayah Luar Biasa;

d. Dalam Rapat Pleno seluruh undangan yang hadir mempunyai hak suara dan hak bicara;

e. Presidium Rapat Pleno mengesahkan hasil rapat dalam bentuk Surat Keputusan;

f. Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada pasal 19 ayat (1) huruf e, diajukan kepada Pengurus Pusat untuk mendapatkan ketetapan.

 (2)  Pengurus Wilayah

a. Pengurus Wilayah yang mengundurkan diri/berhalangan tetap ditetapkan melalui Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Ketua Wilayah dan Sekretaris Wilayah;

b. Jika Sekretaris Wilayah, Bendahara Wilayah dan atau Ketua Bidang mengundurkan diri/dinyatakan berhalangan tetap, maka Ketua Wilayah menunjuk salah satu Pengurus Wilayah untuk menduduki jabatan tersebut;

c. Penunjukan sebagaimana dimaksud pada pasal 19 ayat (2) huruf b, ditetapkan melalui Surat Keputusan.

Pasal 24

Pengurus Daerah

  (1)  Ketua Daerah

Jika Ketua Daerah mengundurkan diri/berhalangan tetap maka:

a. Sekretaris Daerah menyelenggarakan Rapat Pleno Pengurus Daerah dengan mengundang Pengurus Lengkap selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak Ketua Daerah secara resmi mengundurkan diri/dinyatakan berhalangan tetap;

b. Sekretaris Daerah memimpin pelaksanaan Rapat Pleno untuk memilih Presidium Rapat Pleno;

c. Presidium Rapat Pleno memimpin rapat untuk memilih Pejabat Sementara

KetuaDaerah sampai dengan dilaksanakannya Musyawarah Daerah Luar Biasa;

d. Dalam Rapat Pleno yang hadir mempunyai Hak Suara dan Hak Bicara;

e. Presidium Rapat Pleno mengesahkan hasil Rapat dalam bentuk Surat Keputusan;

f. Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat (1) huruf e, diajukan kepada Pengurus Pusat untuk mendapatkan ketetapan;

 (2)  Pengurus Daerah

a. Pengurus Daerah yang mengundurkan diri/berhalangan tetap ditetapkan melalui Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Ketua Daerah dan Sekretaris Daerah;

b. Jika Sekretaris Daerah, Bendahara Daerah dan atau Ketua Bidang mengundurkan diri/dinyatakan berhalangan tetap, maka Ketua Daerah menunjuksalah satu Pengurus Daerah untuk menduduki jabatan tersebut;

c. Penunjukan sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat (2) huruf b, ditetapkan melalui Surat Keputusan.

Pasal 25

 (1)  Ketua Umum dapat mengangkat pengurus baru untuk mengganti posisi Pengurus Pusat yang kosong akibat pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat;

 (2)  Ketua Wilayah dapat mengangkat pengurus baru untuk mengganti posisi Pengurus Wilayah yang kosong akibat pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat;

 (3)  Ketua Daerah dapat mengangkat Pengurus baru untuk mengganti posisi Pengurus Daerah yang kosong akibat pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian dengan tidak hormat;

 (4)  Pengangkatan pengurus antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil rapat pleno baik tingkat nasional, wilayah maupun daerah.

BAB VI TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 26

Pengurus Pusat

(1)  Pengurus Pusat bertugas menyusun kebijakan organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan Musyawarah Nasional, Peraturan Organisasi dan Rapat Kerja Nasional;

 (2)  Penjabaran tugas Pengurus Pusat diatur tersendiri dalam peraturan organisasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar danAnggaran Rumah Tangga;

 (3)  Dalam menjalankan kebijakan dimaksud, Pengurus Pusat merupakan badan pelaksana tertinggi;

 (4)  Pengurus Pusat bertanggung jawab kepada Musyawarah Nasional atas kepengurusan organisasi selama masa bakti.

Pasal 27

Pengurus Wilayah

(1)  Pengurus Wilayah bertugas dan berkewajiban :

a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan rapat kerja;

b. Melaksanakan program kerja baik program kerja nasional maupun program kerja wilayah;

c. Mengawasi, mengkoordinasi, dan membina anggota;

d.  Menegakkan disiplin dan mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Wilayah;

(2)  Pengurus Wilayah bertanggung jawab atas terlaksananya segala ketentuan dalam Kode Etik Profesi, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah Nasional dan Musyawarah Wilayah;

(3)  Pengurus Wilayah bertanggung jawab kepada Musyawarah Wilayah atas pelaksanaan tugas untuk masa baktinya;

(4)  Pengurus Wilayah berkewajiban membuat laporan kegiatan kepada Pengurus Pusatsekurangnya setiap 1 (satu) tahun sekali.

Pasal 28

Pengurus Daerah

(1)  Pengurus Daerah bertugas dan berkewajiban :

a. segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan rapat kerja;

b. melaksanakan program kerja yang telah ditetapkan oleh Pengurus Pusat, Wilayah dan Daerah menegakkan disiplin dan mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Daerah;

(2)  Penjabaran tugas Pengurus Daerah diatur dalam peraturan;

(3)  Pengurus Daerah membuat laporan kepada Pengurus Wilayah dengan tembusan kepada Pengurus Pusat setiap 1 (satu) tahun sekali.

BAB VII KEUANGAN

Pasal 29

(1)  Setiap anggota wajib membayar iuran tahunan yang besarannya ditetapkan dalam Musyawarah Nasional;

(2)  Iuran tahunan menjadi dokumen autentik keaktifan keanggotaan tahun berjalan;

(3)  Dokumen autentik iuran tahunan menjadi dasar anggota dapat memperoleh hak- haknya;

(4)  Besaran iuran sebagaimana dimaksud pada pasal 25 ayat (1), dialokasikan dengan rincian sebagai berikut :

a. 15% (lima belas persen) untuk Pusat;

b. 25% (dua puluh lima persen) untuk Wilayah;

c. 60% (enam puluh persen) untuk Daerah;

d. Uang iuran dikelola secara terpusat dan didistribusikan sesuai tingkat partisipasi anggota di wilayah/daerah masing-masing;

(5)  Mekanisme penarikan dan penggunaan uang iuran diatur dalam peraturan pengurus tersendiri.

BAB VIII ATRIBUT

Pasal 30

Atribut terdiri atas Bendera, Logo, Tata Persuratan, Stempel, Mars/Hymne serta makna didalamnya yang ditetapkan kemudian melalui Peraturan yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat;

BAB IX SANKSI KEANGGOTAAN 

Pasal 31

(1)  Sanksi pelanggaran Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, Kode Perilaku dan Peraturan dapat berupa:

a. teguran tertulis dalam hal pelanggaran diputuskan sebagai pelanggaran ringanyang masih dapat dilakukan pembinaan;

b. pembekuan sementara keanggotaan dalam hal pelanggaran diputuskan sebagaipelanggaran sedang, dengan harapan masih dapat dilakukan pembinaan;

c. pencabutan keanggotaan dalam hal pelanggaran diputuskan sebagai pelanggaran berat yang tidak dapat dilakukan pembinaan atau mencederai harkat, martabat dan kredibilitas;

d. pencabutan keanggotaan dalam hal anggota pernah mendapatkan teguran tertulis atau pembekuan sementara keanggotaan; atau

e. pencabutan keanggotaan dalam hal anggota dijatuhi pidana berdasarkan putusan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap;

(5)  Penetapan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat  (1) dilakukan oleh Ketua Umum berdasarkan keputusan Majelis Kehormatan Etik.

BAB X PENUTUP

Pasal 32

(1)  Segala sesuatu yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini dibuat peraturan tersendiri oleh Pengurus Pusat;

(2)  Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak ditetapkan dan mengikat kepada seluruh anggota.

Ditetapkan Di Jakarta

Pada tanggal 26 MEI 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun