19 Agustus 1995
Aroma khas tanah tersiram hujan membuat ku sedikit relaksasi karena gugup. Dari jendela kamar kulihat daun-daun pisang penuh dengan bulatan-bulatan air, Â baru saja desa ku tercinta diguyur hujan lebat. Buah pisang yang mulai menguning warnanya jadi semakin cerah karena habis dibasahi air hujan.
Tidak jauh dari rumpun pisang ada sembilan anak-anak Bebek beserta induknya milik pak Parno tetanggaku sedang asik makan di selokan. Kesembilan anak bebek itu lucu-lucu baru menetas satu minggu yang lalu.
Warna bulunya amat cantik kombinasi antara kuning lembut dengan hitam kecoklat-coklatan.Didekat selokan tidak jauh dari bebek ada lumut spesies Riccardia Indica warnya hijau menyejukkan.Â
Lima belas menit setelah hujan langit kembali cerah, awan Altokumulus kembali memutih menghiasi langit senja . Ada pelangi melingkar terlihat diseberang persawahan kampung kami.Â
Aku ingin berbisik kepada anak-anak bebek, kepada butiran-butiran air di daun pisang, Â kepada buah pisang yang mulai menguning, Â kepada lumut, kepada awan-awan, kepada pelangi diseberang sana, kepada semilir angin bahwa hari ini aku sangat bahagia.Â
Aku ingin berbagi kebahagian kepada semuanya, aku ingin memeluk ayah ibu yang sudah jauh disurga sana. Hari ini kamarku semerbak dengan harum bunga melati, Â hari ini aku memakai kebaya putih ibuku, hari ini aku jadi pengantin. Wahai semua berbahagialah bersamaku.
23 Febuari 1992
Usiaku sudah hampir menginjak kepala tiga, bulan ini umurku dua puluh sembilan tahun enam bulan. Semua sahabat karibku sudah pada menikah Utari, Nani, Susi, Pika, Nina mereka sudah hidup bahagia dengan suami mereka masing-masing. Â
Saat-saat rasa sepi belum mempunyai pasangan hilang ditelan kesibukanku berjualan Bakso dipasar.Aku sibuk dari pagi hingga menjelang magrib. Ketika malam aku sibuk menyiapkan untuk keperluan jualan besoknya lagi, begitu seterusnya hingga aku lupa bahwa aku bukan remaja lagi.Â
Aku sibuk mengurus ke tiga adik-adik ku Tomi tahun ini masuk SMP, Rara baru tamat SMP dan harus lanjut SMA dan yang paling menjadi pusat perhatianku adalah Tiara sebentar lagi akan lulus dari SMA. Bagaimanapun caranya aku harus menyekolahkan Tiara sampai jadi sarjana.Â
Aku akan menuruti keinginannya untuk kuliah di jurusan Hubungan Internasional, tidak akan ku biarkan Tiara menuai nasib seperti diriku " Si gadis tua  penjual Bakso" .Sebutan ini aku dengar secara tidak sengaja dari ibu-ibu yang ngerumpi ketika mereka membeli jualan Bakso ku.Â
Aku mendengarnya dari bilik kamar mandi. Bekerja tidak kenal batas enah itu dihina orang orang, kemalaman, kesiangan, kecapekan tidak masalah bagiku asal ketiga adik-adik ku hidup bahagia dan berkecukupan sebab hanya aku tumpuan mereka hidup, ayah ibu sudah lama menghadap sang khalik.
1 Januari 1991
Toko Bakso yang sekarang tempat aku berjualan dulu pernah terbakar.  Ayah serta ibu tidak bisa diselamatkan.Ada  hal yang paling ku sesali atas kejadian itu,terbakarnya toko dikarenakan ulahku sendiri. Waktu itu aku baru pulang sekolah dengan perut lapar langsung pergi ke dapur, tenyata didapur tidak ada apa-apa.
Masih memakai seragam sekolah aku berlari ke toko Bakso ibu yang tidak jauh dari rumah, sampai disana aku merengek ke ibu minta makan "Iy sebentar ya sayang ibu melayani penjual dulu". Sementara  ibu sibuk dengan mangkuk-mangkuk baksonya karena kesal aku pergi kebawah tangga tempat biasa ayah tidur kalau sudah kemalaman melayani pelanggan. Aku tertidur dengan perut lapar.
"Laila .....laila bangun nak sudah sore,ibu sudah siapkan satu mangkok Bakso spesial untuk anak kesayangan ibu" ku kucek-kucek mata  kulihat sekeliling ternyata toko sudah sepi, jam dinding menunjukan pukul setengah tujuh malam. Ayah masih sibuk mencuci piring ,dihadapan ku sudah ada satu mangkok bakso penuh yang masih panas
"Makan baksonya  ibu mau beres-beres dulu ya,tuh kasihan ayah bersih-bersih sendiri"Â
"Aku maunya makan nasi,bukan makan Bakso Buuuu"
"Ya nanti ibu masakan nasi setelah kita nyampe dirumah ya,adik-adik mu juga sudah pasti nunggu di rumah nenek,sekarang kamu makan ini dulu ya"
Karena kesal kutumpahkan bakso diatas kasur tempat ayah tidur,aroma khas bawang menyerbak, kasur ayah jadi basah. Melihat kelakuan ku ibu kesal
"Ya sudah terserah"!
Ibu beranjak dari tempat ku menumpahkan Bakso ia langsung pergi beres-beres tanpa memperdulikan aku lagi. Melihat ibu yang acuh,ku banting semua barang-barang disekelilingku, semua barang ku hamburkan sambil berteriak. Bantal lapuk ayah, gelas, sapu, apapun yang dapat dijangkau ku lempar.Â
Walaupun begitu ibu tetap tidak peduli. Kulihat ayah juga sama seperti ibu, acuh  terhadapku ia tetap asik cuci piring didapur.  Dari bawah tangga kuperhatikan ayah yang sedang mengangkat tempat sisa-sisa kuah Bakso dari kompor, dibuangnya sisa-sisa tersebut  diguyurnya tempat itu dengan air sabun.
Kekesalanku memuncak entah iblis mana yang merasuki ku waktu itu,  kompor tempat kuah Bakso masih menyala, apinya besar dan hijau. Dibawah kompor ada  minyak  kompor  kira-kira dua liter. Tanpa pikir panjang aku berdiri dari tempat tidur ayah yang sudah berantakan ku buka tutup botol minyak dan langsung menuangkannya ke kompor.Â
Yang ku ingat setelah itu api berkobar didepan mataku menyambar ke  piring --pring  plastik di rak .Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi, aku terbangun sudah dirumah sakit. Nenek dan adik-adik ku sudah disampingku mereka menangis katanya ayah ibu tidak bisa diselamatkan dari kecelakaan kebakaran itu.
Aku hanya diam,  aku diam tidak berbicara selama satu tahun semenjak kejadian itu. Banyak orang bersimpati kepada ku,mereka bilang aku harus sabar, semua ini terjadi karena kehendak tuhan. Kehendak tuhan? Mereka tidak tahu bahwa akulah yang menghendaki kebakaran itu,sama sekali bukan  kehendak tuhan.!!
23 Juni 1990
Satu tahun setelah kejadian kebakaran itu aku mendadak membisu, ada rasa sedih yang tak mampu ku ekspresikan.  Hari-hari kuhabiskan  hanya untuk melihat makam ayah dan ibu. Pagi-pagi buta aku pergi kemakam duduk disana seharian,  beranjak pulang setelah dijemput nenek.
Waktu itu ada sahabat-sahabat ku Utari, Nani, Susi, Pika, Nina yang selalu datang ke kemakam .Mereka bermain kejar-kejaran, main congklak batu, main petak umpet ditempat tidak lazim,ditempat pemakaman umum hanya untuk menemani kegilaanku.
Sahabat-sahabat ku tetap seperti biasa bertengkar, menangis, dan tertawa,sedangkan aku tidak menyadari keberadaan mereka.Sampai suatu ketika mungkin sahabat-sahabatku sudah bosan selalu main di pemakaman tapi tidak dengan Utari ia tetap datang.
Utari datang setelah ia habis mengaji di tempat mualim kong Ali.Utari yang juga anak yatim piatu mengerti betul apa yang sedang aku rasakan, hingga anak sekecil dia sudah mampu mengeluarkan kata-kata "La, kayaknya kamu rugi kalau kayak gini deh,kasihan nenek kamu, kasihan Tomi, kasihan Tiara dan Rara .Hidup harus tetap berlanjut bukan?? aku yakin ibu dan ayahmu juga sedih melihatmu seperti ini.Kalau kamu rindu,ingin bercerita dengan ayah dan ibumu kamu tinggal beroa La, doakan mereka supaya masuk surga hehehhehe itu kata kong Ali tadi sih".
Setelah mendengar ucapan Utari aku tetap memandang dua unggukan tanah didepan,tapi aneh air mataku jatuh.
"Nanti aku ajarin deh, doa ibu bapak-nya ya"
Paginya
"Nek aku pengen sekolah lagi,oh ya nanti sore aku juga mau ngaji di tempat kong Ali,mau belajar doa ibu bapak"!!
2 Mei 1989
Setelah aku mulai bangkit dari keterpurukan karena kehilangan ayah ibu akibat ulah ku sendiri, mulai berdamai dengan keadaan, mulai berbicara walaupun tetap saja aku tidak bisa secerewet dulu lagi, mulai bermain dengan sahabat-sahabat ku. Mulai mengaji dengan kong Ali, sudah hapal doa ibu bapak, selalu berdoa agar ibu dan ayah masuk surga. Apa mau dikata kehidupan berkata lain, nenek tempat aku dan adik-adikku bergantung tutup usia,ia menyusul ayah ibu ke surga.
Semua terjadi begitu tiba-tiba waktu itu tidak ada lagi tempat tumpuan, tinggal aku sebagai anak sulung. Aku tersenyum getir, bagaimana aku harus menjalani hidup ini? Jika ku ingat-ingat bukankah aku ini anak manja, anak yang suka memaksakan kehendak, anak yang suka main perintah sekarang justru harus jadi harapan bagi ketiga adikku.Tidak ada pilihan lain aku berhenti dari sekolah walaupun rasanya berat.Â
Kutinggalkan masa remaja ku, kutinggalkan dunia putih biruku.Dengan sedikit tabungan peninggalan nenek aku memperbaiki lagi warung Bakso yang sudah hangus, aku hanya memperbaiki sebagian saja.Â
Aku hanya menempeli dinding yang hangus dengan seng. Kutambahkan bangku, untuk mempercantik kujejerkan pot-pot bunga lidah mertua.Orang membeli Bakso jualan ku bukan karena enak atau apa-apa melainkan karena mereka merasa iba kepada ku.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu tidak terasa sudah dua tahun nenek meninggalkanku dan ketiga adikku.Orang-orang mulai tidak meragukan Bakso buatan ku lagi, aku sudah lihai membuat Bakso. Â
Teman-temanku sering datang ke warung entah itu datang untuk membeli, membantu cuci piring atau hanya sekedar bercerita bagaimana indah dan riangnya dunia remaja mereka. Mereka bercerita tentang sekolah mereka dan mereka mulai bercerita soal laki-laki, soal cinta pertama. Kalau mereka sudah bercerita soal itu maka aku pura-pura tidak mendengar, pura-pura sibuk.
Aku tidak ada waktu walau hanya untuk membayangkan bagaimana rasanya jatuh cinta, yang ada dalam pikiran ku hanya bahwa ketiga adik-adikku sekarang sudah tumbuh besar, biaya sekolah mereka juga sudah mulai membengkak. pernah beberapa kali teman-temanku mencombalangkan aku dengan teman sekolah mereka, tetap saja tidak menarik perhatianku.
Suatu ketika akhirnya kekokohanku untuk tidak terlalu memperhatikan lawan jenis, untuk lebih fokus mencari uang dan membesarkan adik-adikku mulai runtuh, entah itu kata orang benih-benih cinta mulai bersemi atau benih-benih yang lainnya, sungguh aku tidak tahu, yang jelas semenjak kedatangan Faisal dikenalkan oleh sahabatku Nani.
Nani mengenalkan Faisal kepadaku sebagai sahabatnya di SMA. Faisal untuk ukuran wajah dia tidak tampan  atau bahkan sangat biasa-biasa saja. Dia juga bukan berasal dari keluarga berada, dia tidak tinggi bahkan cenderung pendek berisi.Â
Suatu sore seperti biasanya kelima sahabatku main ke tempat aku berjualan Bakso, .Mereka membantuku beres-beres karena sebentar lagi warung Bakso akan tutup.Â
Sore itu juga Faisal yang sering datang ke tempat aku jualan tidak hadir. Padahal semenjak dikenalkan oleh Nani, Faisal jadi akrab dengan ku, dengan kehidupan warung Baksoku, dengan adik-adikku saja Faisal sudah sangat akrab.Dia sering mengajarkan kan adiku Tomi mengaji.
Aku tidak tahu Faisal memakai teknik apa untuk membujuk Tomi supaya mengaji.Sepengetahuanku Tomi tidak pernah mau kalau disuruh mengaji. Walaupun aku marah-marah, Tomi tetap bersikukuh tidak mau mengaji katanya mengaji tidak akan menghidupkan ayah dan ibu lagi tapi dengan Faisal Tomi menunjukan sikap sebaliknya.Â
Tomi sudah pintar mengaji berkat Faisal dan tidak hanya jadi guru ngaji Tomi, Faisal juga sering mengantarkan adik-adiku ke sekolah pakai sepeda motor bututnya.Â
Perlahan-lahan dengan cara yang  cukup unik Faisal masuk kedalam kehidupanku dan yang terpenting Faisal mampu menarik dunia ku kedalam dunianya. Karena penasaran kenapa Faisal tidak datang aku menananyakanya ke Nani,dan terjadilah obrolan.Obrolan yang membuat ku tahu ternyata Faisal bukanlah laki-laki tipe para sahabatku.
"Faisal mah,gak masuk kriteria" kata Nani
"Ah faisal terlalu kampungan" kalimat  Susi
"Terlalu jaim"Â ujar pika
'Tapi dia lucu" jawab Utari
"Faisal ?? siapa Faisal"? Â
Bahkan Nina lupa dengan Faisal yang pernah menolong dia ketika motornya masuk ke parit
"Faisal ?? siapa Faisal?
Dalam mata sahabat-sahabatku Fasial bukanlah laki-laki yang diperhitungkan,tidak masuk kriteria laki-laki idaman mereka.Tapi entah kenapa dimataku Faisal begitu istimewa, istimewa yang tak dapat kujelaskan.Â
Mendengar bahwa sahabat-sahabatku tidak ada yang menginginkan Faisal sebagai laki-laki ada semburat rasa senang dipelupuk mataku, itu artinya aku tidak perlu susah payah bersaing, tidak perlu saling senggol dengan sahabat-sahabatku hanya untuk seseorang lelaki,aku tidak mau persahabatan ku hancur gara-gara rebutan laki-laki.
Absenya Faisal  sore itu berlanjut ke sore-sore panjang berikutnya. Tidak ada ucapan selamat tinggal, tidak ada pesan, tidak ada apapun tiga bulan sudah Faisal tidak mengunjungi ku lagi.
Aneh rasanya aku merasa kehilangan, aku menggantungkan harapan pada lelaki yang bahkan aku tidak tahu seperti apa perasaanya padaku,tidak tahu seperti apa aku dimatanya.
Lima tahun sudah aku masih menantikan laki-laki yang mungkin sekarang dia sudah tidak memikirkan aku lagi. Sahabat-sahabatku Utari, Nani, Susi, Pika, Nina sudah  menikah.
Tinggal aku di umur ke tiga puluh  masih sendiri, banyak lelaki macam-macam rupa telah mereka sodorkan kepada ku mulai dari duda dengan banyak anak,  banyak istrinya bahkan sampai brondong baru tamat SMA ditawarakan. Tetap saja tidak ada yang bisa menggantikan Faisal. Jikapun nanti seandainya aku bertemu dengan Faisal ia sudah berkeluarga aku selalu berdoa dengan sang pencipta agar hatiku diikhlaskan .
Agar penantian ku tidak terasa amat panjang aku membenamkan diri dengan tetap Fokus membesarkan usaha Bakso ku dan yang paling membuat aku tidak terlalu kecewa dengan kehidupan bahwa tuhan memberikan adik-adik tidak hanya soleh dan solehah tapi mereka cukup berprestasi dalam pendidikan.
Sewaktu sehabis sholat  magrib berjemaah dengan adik-adikku, setelah mencium tanganku Tiara memberanikan diri berbicara  bahwa ia sebenarnya sudah dilamar oleh kekasihnya. Dengan mata berkaca-kaca ia menatapku mengatakan bahwa ia tidak akan menikah sebelum aku menikah.Â
Aku sungguh terharu dengan pengakuan Tiara, Â jika memang jodoh Tiara sudah sampai maka aku tidak akan mengahalangi hanya karena aku sebagai kakaknya yang telah berumur belum juga menikah.Ia berhak untuk bahagia,toh hidupku memang untuk membahagiakan ketiga adik-adik ku.
15 Juli 1995
"Kak, besok kakak datang ke kampus aku ya,alhamdulillah Rara dinobatkan sebagai salah satu mahasiswa berpestasi, harus ada wali untuk mengahadiri penobatan dan Kak Tiara, Tomi dan Rara sudah siapkan baju istimewa buat kakak" .
Pagi-pagi aku sudah mematut dri didepan cermin, ku tatap dengan penuh haru baju hadiah dari ketiga adik-adik kesayanganku. Hari itu aku akan menghadiri acara Rara  dikampus. Kucoba berdandan walaupun sedikit agak kaku karena selama ini aku tidak pernah menempelkan bedak di muka, tidak pernah mewarnai bibir.Tidak pernah menggaris ataupun menghitamkan alis mata, semua alat makeup inipun Tiara yang meminjamkan.Walaupun agak sedikit aneh aku tetap berdandan sebisa mungkin supaya Rara tidak malu membawa aku sebagai wali diacara kampusnya.
"Kak udah siap, udah jam sembilan ini,berangkat yuk" Suara Rara dari belakang pintu mengejutkanku".
"Oh ya"
Aku dan Rara pergi naik angkot,didalam angkot Rara sibuk dengan handphonenya.Baru sampai di depan kampus tiba-tiba
"Aduh, kayaknya ada yang ketinggalan deh kak"
"ha ketinggalan apa Ra"
"Undangannya ketinggalan,kita pulang dulu ya kak"
"Tapi....... nanti kita telat acaranya loh Ra"
"Bentar aj kok kak"
Sesampainya didepan rumah
"Kayakny rumah kita lagi ada tamu deh Ra, ada tiga mobil yang parkir,siapa ya"
"Mana Rara tau kak,kan Rara baru nyampe juga"
Aku dan Rara perlahan mendekati rumah, sampai didepan pintu ada banyak sepatu.Aku semakin penasaran siapa gerangan yang bertamu ke rumah sederhana kami,selama ini jarang --jarang ada tamu,apalagi sampai tiga mobil.
"Assallamualaikum, Tiara, Tomi"
Aku menuju ruang tamu,semakin terdengar banyak manusia didalam sana.dengan kompak mereka membalas salamku
"Waalaikum salammmm"
Banyak orang-orang didalam ruang tamu, semua tertuju kepadaku. Kuperhatikan wajah-wajah mereka banyak yang tidak aku kenal kecuali ada uwak Ramlan, Om Sanusi dan bibi Bina.Â
Mataku terus nanar memperhatikan orang-orang yang ada diruang tamu dan mataku tertuju pada ruang sudut tamu aku tidak menyangka di sana duduk Tomi, Tiara dan laki-laki itu....... Faisal!! Dia tersenyum kepadaku kuperhatikan pakaian agak sedikit aneh pakai peci dan memakai baju kokoh putih seperti mau lebaran saja pikirku.
Tidak ada ketingggalan undangan, tidak ada acara dikampusnya Rara yang ada hari ini aku dilamar Faisal. Â Faisal membawa rombongan keluarga besarnya untuk melamarku hari ini.
Semua kejadian hari ini rupa-ruapanya sekenario indah yang ditulis tuhan yang diperankan oleh adik-adik tercintaku. Mereka sengaja membuatku berdandan dengan alasan ada acara dikampusnya Rara. Jauh-jauh hari mereka mempersiapakan acara lamaran ini tanpa sepengetahuan ku.Â
Hari ini sungguh aku tidak bisa berkata-kata, air mataku jatuh ketika Uwak Ramlan kakaknya ibu sebagai waliku menerima pinangan dari keluarga Faisal dan langsung menetapkan tanggal ijab kabul.
30 September 1995
Hari ini setelah empat hari empat puluh malam aku kembali menjenguk kak Laila yang telah beristrahat di keabadian , didalam tanah diantara kuburan ayah dan ibu. Sekarang aku yang akan menggantikan posisi kak Laila menjaga, membesarkan, menyekolahkan Rara dan Tomi adik-adik kesayangan kita. Akan kupastikan mereka tiada kurang suatu apapun. Jika takdir mengizinkan aku akan menikahkan adik-adik kesayangan. Maafkan Tiara yang sudah lancang membaca buku catatan kak Laila, aku tidak sengaja menemukannya dibawah kasur tempat Kak Laila tidur.Â
Kehidupan memang aneh, dulu aku pikir melihat kak Laila akan hidup  bahagia dengan Kak Faisal, karena toh tinggal menghitung jam lagi kalian akan ijab kabul.Â
Takdir memang tidak begitu manis untuk Kak Laila, Kak Faisal laki-laki yang akan mengucapkan janji untuk menjadi pendamping kakak kecelakaan. Seperti drama sinetron memang. Mobilnya dilindes truk kelapa sawit, Kak Faisal meninggal ditempat darahnya mengalir deras dijalanan. Sederas tangisan kak Laila. Setelah kejadian itu jiwa kakak tidak lagi sanggup menghadapi duka.Â
Kakak jadi mainan anak-anak sekitar rumah. Â Kakak sering keluar tanpa selehai benang, menangis, meraung tanpa tahu sebabnya. Hingga disuatu subuh yang dingin Kak Laila meninggalkan aku dan adik-adik dalam diam dan dingin. Kak Laila meninggal di subuh yang sepi.
Hari ini aku menulis di buku catatan kakak. Buku catatan kakak telah selesai kubaca. Tidak lama lagi aku akan menyusul kakak. Ada yang ingin kuceritakan " Akulah yang telah membunuh calon suami kakak, sopir truk itu pacar saya. Aku melakukan ini semua untuk kebahagian ayah dan ibu yang telah kakak bunuh"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H