"Mengapa kau rela melakukan semua ini, Ran?" kembali Nina menghujam tanya padaku.
"Karena aku tidak suka melihat wanita menangis."
"Bukan. Karena kau telah jatuh cinta pada Rhein!" suara Nina melengking. Mengagetkanku. Untuk beberapa saat aku terdiam. Mencerna perlahan kata-kata Nina barusan. Nina benar. Hatiku tak mampu berkelit lagi. Aku memang telah jatuh cinta pada Rheinara.
"Berjanjilah kau akan mengembalikan Rhein pada Nugie, Ran. Berjanjilah!" Suara Nina terdengar serak menahan tangis. Aku menatapnya heran.
"Kau kenapa, Na?"
"Tidak, aku tidak apa-apa. Aku hanya minta padamu, jangan ganggu Rhein. Sebagai imbalan, akan kukatakan di mana Nugie sialan itu bersembunyi." Ia melanjutkan.
Tak ada pilihan lain bagiku kecuali mengangguk. Aku terpaksa melakukannya. Karena saat ini yang kubutuhkan adalah informasi tentang keberadaan Nugie.
Nina meraih secarik kertas. Mencorat-coretnya sebentar. Lalu menyodorkan kertas itu ke arahku.
"Itu alamat persembunyian Nugie. Semoga kau berhasil menemukannya dan bisa membawanya kembali ke hadapan Rhein." Nina berdiri. Sebelum ia pergi, aku menepuk pundaknya perlahan. Sebagai ungkapan terima kasih.
Â
***