Jika aku tidak salah menganalisa, kertas Nimma itu adalah sebuah surat terakhir yang diberikan seseorang, untuk kekasihnya mungkin? Sebagai pesan perpisahan. Meskipun itu seharusnya bukan menjadi urusanku, yang menjadi pertanyaan, kenapa surat itu ada di tangan Nimma? Padahal, jelas sekali surat itu tetulis untuk Farani, gadis yang jatuh dari atap lantai ujung tertinggi gedung kampus. Ada yang bilang ia mati karena bunuh dirilah, skenario pembunuhan masalah cinta, bahkan yang lain, yang lebih gila lagi mengatakan kematiannya adalah karena kutukan setan penjaga atap gedung. Terserah, tapi kenapa harus ada Nimma dalam skenario ini?
Aku membasuh lamunanku, tugasku masih banyak. Aku harus segera ke laboraturium.
Baiklah kawan, akan sedikit kujelaskan tentang masterplan-ku tentang bagaimana aku mengembalikan kertas ini menjadi sedia kala lagi. Setelah makan malam itu, saat kutemukan kertas itu terjatuh dan basah, paginya aku memberanikan diri bertemu dengan Nimma menjelaskan semuanya. Entah kenapa ia menangis tersedu-sedu saat aku mengaku yang menemukan kertas itu. Tanpa tahu apapun penjelasannya, aku telah bertekad untuk mengembalikan kertas itu seperti semula. Asal kau tahu kawan, ia justru berseru menangis semakin terisak. Aku kembali meyakinkannya bahwa besok malam pasti surat itu akan aku kembalikan. Barulah ia sedikit menahan sesenggukannya, entah itu menangis atau tersenyum miris ia nampak beda tipis sekali. Wajahnya selalu indah untuk dipandang (bagi ku).
"Di kertas itu, ada sidik jari orang yang menjatuhkan Farani. Mungkin, jika kertas itu hilang, rusak... aku adalah orang yang paling berdosa pada dia. Setelah hampir setahun aku menahan diri karena takut, baru malam itu aku memberanikan diri untuk melapor polisi. Tetapi... Tetapi surat itu hilang... dan aku tak tahu dimana," lirih Nimma pelan dengan nafas sesenggukan, ia menyungkurkan kepalanya di atas meja.
Aku hanya terdiam, membiarkan waktu perlahan berdetak. Sepertinya ia akan bercerita sesuatu.
"Sebenarnya, ia mungkin tidak bunuh diri..." Ucapannya tertahan sejenak. Wajahnya menatap kosong.
"Waktu itu, bukuku tertinggal di ruang kelas lantai tiga. Aku baru ingat ada tugas yang harus dikumpulkan besok. Jadi, aku harus mengambil bukuku malam itu juga. Aku tidak terlalu memperhatikan, tampaknya ada suara ribut di lantai atas. Aku bergegas masuk ruangan begitu saja. Ketika aku keluar ruangan kelas, aku mendengar suara berdebam.... jatuh..."
"........" Nimma berhenti sejenak menahan sesenggukanya.
"Sebuah kertas jatuh dari atas dan meliuk-liuk terbawa angin ke depan ruangan di lantai tiga... Aku segera mengambilnya..."
"Ada suara langkah kaki yang terburu-buru turun dari tangga... Aku bersembunyi di salah satu kamar kecil yang dekat ruangan itu... Langkah kaki itu tampaknya memang terburu-buru sekali, langkah itu terhenti sejenak di depan kamar kecil tempatku bersembunyi... Seperti mencari sesuatu, lalu terburu-buru lagi bergegas turun... Lantas pergi meniggalkan gedung begitu saja."
"Saat aku keluar kamar kecil, aku merasa masih mendengar suara orang menangis di atap paling atas, mungkin itu suara seorang laki-laki..."