“aku yang salah Tia, aku, bukan kamu. Andai dulu aku tidak melakukan hal bodoh itu mungkin kamu gak bakalan seperti ini. Aku kesini hanya ingin nepatin janjiku dulu pada orangtuamu. Aku ingin melamarmu tepat saat usiamu 20. Kini aku datang.”
“maafin aku Ndra. Aku sudah diikat oleh orang lain. Dia begitu baik kepadaku. Dia sangat menyayangiku Ndra dan aku juga sudah menaruh hati padanya. Maaf Ndra justru aku yang tidak bisa menepati janji 12 tahun lalu. Maafin aku..”
“baiklah kalau kamu memang sudah menemukan pelabuhanmu. Aku bahagia ketika kamu bahagia. Berarti tugasku disini hanya untuk mendapatkan maaf dari mu. Kamu maafin aku kan soal kesalahanku 12 tahun lalu?”
“harusnya aku yang minta maaf. Aku tidak bisa menepati janji ku padamu. Andai kamu tahu Ndra aku udah maafin kamu dari dulu. Waktu kamu pergi aku ngeliat kamu di mobil. Dan saat itu juga aku udah maafin kamu”
“terimakasih kamu udah maafin aku. Tugas aku selesai. Aku pamit Tia. Aku bahagia ketika kamu bahagia. Dan aku yakin kamu pasti bahagia dengan pelabuhan mu itu. Selamat Tia. Makasih atas semua kenangan indah yang kamu berikan. Aku pamit”
Indra akhirnya melangkah pergi. Aku hanya bisa mengucapkan maaf dan dia membalas dengan mengacungkan ibu jarinya sambil berlalu meninggalkanku. Terimakasih Indra, kenangan masa kecilku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H