“Gimana? Mau nggak?” tawarnya dengan suara gugup
“Kita kan masih kecil? Emang kamu tahu apa itu pacaran? Haiyo kamu gak tahu kan? Aku aja gak tahu... weeek”
“Aah terserah kamulah pokoké mau gak mau kamu harus jadi pacarku.”
###
Malam hari setelah adzan isyak berkumandang, aku dan kedua orang tuaku berkunjung ke rumah Indra. Maklum kami adalah tetangga dan ayahku adalah teman sepermainan ayah Indra dulu waktu mereka masih SMP. Ketika aku sedang belajar dengan mbak Risa, salah satu kakak ceweknya Indra. Dia tiba-tiba menggandengku menyuruhku untuk bertemu dengan orang tua kami yang sedang mengobrol di ruang tamu.
“Bapak, ibu besok kalau aku udah gedhe, umurku udah 21 aku mau nikah sama Tia” katanya tanpa rasa ragu.
“Mas Indra suka beneran sama mbak Tia?” jawab ayahnya
“Iya to pak, boleh ya?”kedua orang tua kami hanya terkekeh menertawakan tingkah laku kami.
“Ya wes sana belajar besok kalian sekolah!”
“boleh enggak pak? Boleh ya om? Ayolah..”
“udah sana belajar. Masih sd kok mau nikah. Besok aja kalau udah pada sukses baru pada pacaran ya? Gih sana pergi belajar!”
“Iya deeh tapi besok kalau udah sukses beneran boleh nikah sama Tia ya om..?”
“iya..iya sana belajar..!”
“siap...!”
Kami pun langsung menuju ruang tengahnya dan melanjutkan belajar kami yang sempat tertunda.
###
Pulang dari sekolah Indra sudah menungguku didepan gang menuju rumahku.
“Kamu udah dari tadi?”
“Gak kok, Aku antar kamu ya..! terus aku tungguin, kamu ganti bajunya cepet ya!”
“Iya. Kita mau main kemana?”
“Ada deeh kamu ikut aja ya!”
Setelah aku ganti baju Indra langsung menyeretku untuk bermain bersamanya. Kami berlari kejar-kejaran hingga kami sampai disebuah kebun dekat rumahnya. Dia menunjuk sebuah pohon yang tinggi. Indra mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya.
“Mau ngapain sih,?” Sergahku penuh penasaran. ”Ayo pulang! Aku takut... entar kalu ada culik gimana? Ibu bilang jangan main kesini katanya ada culik. Kata ibu kalau mau main kesini harus sama orang gedhe”
“Iiih gak usah takut Tia kan ada aku. Bentar lagi juga selesai kok. Sabar ya...”
“Aku boleh liat ya?”
“Gak...Gak boleh! Sabar dong bentar lagi selesai... kamu tunggu aja sambil duduk.”
“Iiih sebel deh kamu pelit...” bebetapa saat kemudian.
“Ini udah selesai... tadaaaaa”
Aku hanya ternganga melihat tulisan di pohon itu. Aku gak salah meski aku membaca masih mengeja perhurufnya. Tulisan itu berbunyi Tia love Indra dengan bentuk hati besar yang mengelilinginya. Aku hanya bisa tersipu malu melihat tulisan itu. Setelah kuucapkan terimaksih kami pun pulang. Tiba-tiba Indra mengecup dahiku lalu dia bilang aku sayang kamu.
###
“udah ah ayo makan siang dulu warungnya keburu tutup lo wil..”
“Iih ayo to cerita masa kecilmu sama Indra lagi..” buru Dewi atau yang lebih sering kusapa dengan sebutan Cuwil. sesuai dengan julukannya Dewi adalah orang yang periang,kocak, dan gokilnya yang gak ketulungan itu yang bikin kita betah berteman dengannya.
“iya ayo dong cerita masa-masa cinta monyetmu Tia, please...” Ilah salah satu temenku asal Banten ikut-ikutan memaksa seperti Cuwil. Kali ini kita di asrama Cuma bertiga, temen-temen seangkatan yang lain pada liburan setelah melaksanakan UN selama 3 hari.
“ Tapi sumpah gila banget kamu Yak, masih SD udah pacaran kayak gitu. Hebat banget tu Indra.”
“hehe maklumlah Indra itu punya mbak dua, salah satunya udah nikah panteslah kalau Indra itu dah tahu kayak gitu.”
“oooh. Entar abis makan cerita lagi ya” paksa Cuwil.
“Ya tapi kalau Ilah traktir. Bener bakal traktir kan Il..?”
“Iya aku yang traktir tapi minum bayar sendiri ya!”
“siap nona Ilah”
###
“Nan aku sama Tia udah pacaran. Kamu sama Asti udah pacaran juga belum?” Indra bertanya kepada sahabat sepermainannya. Adnan namanya. Adnan hanya bisa tersipu sambil menatap Asti yang gelagapan.
“Udah, iya kan ti..?” tanyanya kepada Asti. Dan Asti hanya bisa mengangguk untuk menjawabnya.
“Aku berani kayak gini kamu berani gak..?” aku tak menyangka saat itu Indra tiba-tiba mengecup dahiku untuk yang kedua kalinya. Aku hanya bisa menunduk malu didepan teman-teman ku yang lain. Aku malu sekali. Tak kusangka Adnan pun juga melakukan hal yang sama kepada Asti. Asti pun hanya bisa melakukan hal yang sama dengan ku. Setelah tersadar dari lamunan. Aku langsung menyeret tangan Asti untuk segera pulang. Rasanya aku marah kepada Indra yang telah dua kali mencium dahi tanpa seizin dari ku. Dan kali iini lebih parah didepan teman-teman ku yang lainnya.
“Ayo Ti kita pulang aja. “ajak ku kepada Asti yang masih menunduk malu. Indra mengejar namun aku terus berlari meninggalkannya dibelakang. Sampai dirumah aku hanya bisa diam dan merenungkan apa yang telah terjadi. Aku takut kalau aku bilang kepada orang tua ku mereka pasti marah. Tapi kalau aku enggak bilang sama orangtuaku pasti Indra bakal cerita. Aku pun hanya bisa diam.
###
Satu minggu berlalu aku masih tetap sama dengan pendirianku untuk tetap marah kepada Indra. Meski Indra terus berusaha agar aku tidak marah kepadanya. Setiap hari dia terus menunggu ku didepan gang meuju rumahku. Dan setiap hari pula aku terus menghIndar darinya. Setiap sore dia selalu datang kerumahku sekedar untuk minta maaf. Namun setiap sore aku selalu pergi untuk menghidarinya. Begitu seterusnya hingga suatu hari, sore yang sedikit menampakkan awan meganya, Indra kembali datang kerumahku. Namun aku tidak menemuinya. Aku hanya berdiam diri di atas ranjang kamar tidurku yang berada didepan sebelah ruang tamu. Lalu Indra minta maaf didepan jendela kamarku, meski korden dan jendela kamarku tidak aku buka namun aku tetap bisa mendengar suaranya yang sedikit terbata-bata.
“Tia, Indra datang kesini Cuma mau minta maaf sama Tia. Maaf ya Tia Indra ngaku salah. Indra salah karena Indra nyium kening Tia tanpa seizin dari Tia. Indra besok pergi. Indra sama keluarga Indra mau pIndah ke Bandung. Kalau Tia maafin Indra Tia entar malem datang ya kerumah Indra. Sekalian entar malem sebagai perpisahan. Indra ngaku salah maafin Indra ya Tia ya..! Indra mohon banget Tia dateng. Kalau gak datang, pas Tia umur 20 tahun Indra bakal ke Magelang lagi. Indra bakal nyari Tia lagi. Buat minta maaf sama Tia. Sekalian Indra juga bakal nepatin janji Indra sama orangtua Tia. Sekali lagi Indra pengen minta Tia entar malem datang ya kerumah. Indra minta maaf banget soal kemaren. Tia Indra pamit ya. Kalau Tia entar malem gak dateng ini pertemuan terakhir kita. Aku berharap Tia datang. Indra pergi ya Yak...”
Setelah Indra pergi aku masih tetap diam. Aku berpikir apakah harus aku datang kerumah Indra. Atau aku terus berdiam diri dirumah.
Malam harinya kedua orang tua ku mengajak untuk pergi kerumah Indra. Namun aku menolak dengan alasan mengantuk. Orang tuaku tidak memaksa, aku ditinggal bersama kakek nenekku sedangkan kedua orangtuaku pergi kerumah Indra.
###
Pagi berselimut embun akhirnya datang menjemput sang surya diperaduannya. Tepat pukul 6 pagi ibuku membangunkanku.
“Tia tadi malem Indra nunggu kamu. Pas ibu bilang kenapa Indra gak main kerumah aja? Indra jawab katanya dia gak mau ganggu kamu yang lagi istirahat. Kamu bener gak mau ngucapin salam perpisahan sama Indra. Dia berangkat jam 7 lo sayang. Mumpung sekarang masih jam 6 pagi. Gih sana mandi terus kerumah Indra.”
“aku gak mau bu, males, masih ngantuk nih. Ibu aja sana kalau mau ngucapin”
“ya udah ibu pergi kerumah Indra ya”
“iya ibu,aku mau lanjut tidur aja”
Ibuku menutup pintu kamarku lalu pergi kerumah Indra untuk mengucapkan salam perpisahan. Aku masih dalam keadaan termenung dengan kata-kata perpisahan Indra kemarin. Akhirnya kuputuskan untuk pergi ke sebuah rumah yang berada diujung gang dekat jalan raya. Aku bersembunyi dibelakang rumah itu. Hingga mobil yang membawa Indra dan keluarganya lewat. Kulihat Indra menjulurkan kepalanya keluar dari jendela mobil. Dia menangis terus menatap gang kecil menuju rumahku. Mungkinkah dia berharap aku muncul? Seandainya Indra tahu aku memang muncul disana. Dibelakang rumah ujung gang. Maaf Ndra aku terlalu memikirkan egoku saat itu.
###
“parah bener kamu.. sumpah parah bener kamu Ia. Kamu bener-bener gak ngucapin sepatah katapun sama Indra?”
“Iya wil, makanya aku nyesel banget. Aku emang gak berharap dia dateng. Aku malah bersyukur jika Indra bener-bener gak dateng. Tapi andai aku bisa muter waktu aku Cuma mau bilang. Aku maafin kamu Ndra. Udah Cuma mau bilang itu aja gak lebih. Aku berharap dia melupakan aku, punya pengganti yang lebih baik dariku. Aku berharap besok dia bener-bener gak dateng.”
“kalau Indra beneran dateng gimana?”
“entahlah.... kalimat untuk menjawabnya belum aku buat”
“dasar kamu itu”
“udahlah gak usah bahas Indra lagi mending sekarang Ilah deh yang gantian cerita.”
“e..eeh kok jadi aku yang kena.”
“udah lah il ayo cerita. Kan aku udah. Cuwil juga udah yang belumkan tinggal kamu. Ayolah lagian disini kelas tiga cuma kita bertiga doang. Kelas dua sama satukan masih dikelas. Rahasia aman ditangan kita. Iya gak Wil?”
“yokí... rahasia aman ditangan kita”
Ilah pun bercerita tentang masa-masa pacarannya. Tapi aku tidak mendengarkan yang diceritakan olehnya. Aku sibuk berpikir dengan pertanyaan dari cuwil tadi. Haruskah aku menerima Indra jika dia benar-benar kembali? Atau haruskah aku menolaknya? Aku masih bingung dengan apa yang harus aku lakukan jika Indra benar kembali. Disatu sisi aku ingin dia kembali aku masih menaruh harapan padanya. Namun disisi yang lain aku tidak ingin dia kembali. Aku Cuma mau bilang kepadanya aku sudah memaafkannya sebelum dia pergi. Aku hanya ingin dia tahu itu tidak lebih.
###
Hari pengumuman kelulusan sudah tiba. Kami pun sudah menerima hasil pengumuman SNMPTN. Alhamdulillah aku keterima di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Aku, Cuwil dan Ilah pun harus menerima untuk berpisah. Aku di Jogja, ilah di Megelang dan Cuwil di Solotigo. Kami jadi tidak bisa bercerita seperti dulu lagi seperti saat di asrma. Namun kami tetap menjaga komunikasi diantara kami dan teman-teman asrama seangkatan kami yang lain.
###
Satu tahun berlalu kini usiaku sudah 19 tahun lebih 9 bulan 9 hari, aku sibuk dengan kegiatan kuliah ku. Segudang tugas menantiku. Laptopku pun tak pernah berhenti bekerja untuk mengerjakan tugas-tugas yang dosen berikan. Kali ini aku sedang bergelut dengan tugas jurnalistik, untuk meliput pameran di Magelang. Pameran akan tutup 4 jam lagi sedangkan aku masih berada jauh di Jogja, masih menunggu TransJogja yang akan mengantarku hingga terminal Jombor. TJ sebutan untuk Trans Jogja, serasa lama banget. Akhirnya TJ datang juga. Sampailah aku di terminal Jombor. Pukul lima sore berarti pameran akan tutup tiga jam lagi. Syukurlah bis yang aku tumpangi tidak terlalu padat, hingga bis dapat melaju dengan cepat. Tibalah aku di pameran itu tepat dua jam sebelum tutup.
“permisi mas, mau tanya ini kalau ketua panitia pameran ada dimana ya?”
“ada di ujung koridor ini mbak. Kalau saya boleh tahu mbak ada acara apa ya kok mencari panitia? Kalau mau komplain masalah pameran bisa langsung aja ke stand-standnya aja mbak”
“Enggak mas, saya mau wawancara ketua panitia, kami sudah janjian untuk bertemu hari ini”
“ooh silahkan mbak, langsung lurus aja keujung koridor disana ada mas Fatih, dia orang yang paling galak mbak, hati-hati ya.”
“oh ya makasih mas”
Segera aku menuju ujung koridor yang ditunjuk mas-mas tadi. Setelah bertanya beberapa kali kepada panitia akhirnya kutemukan mas Fatih.
“mas Fatih”sapaku padanya orang yang bernama Fatih langsung menengok kearahku.
“kamu lama banget, acaranya udah mau tutup tu”
“maaf deh mas maklum Jogja macet”belaku tanpa rasa bersalah. Mas Fatih sebenernya adalah teman kakakku dan kami saling menaruh hati satu sama lain, hanya saja tidak ada kata pacaran semacam HTS tapi kami nyaman dengan hubungan seperti ini.
“oh ya mas tadi ada salah satu panitia di depan, pas aku nanya ketua panitianya dimana di jawab katanya diujung koridor. kata dia, mas itu orang yang paling galak. Kalau gak salah lihat namanya Ikhsan.”
“oo dia. Ikhsan itu pindahan dari Bandung. Mas kenal dia karena satu fakultas dengan mas. Katanya, dia kesini mau pulang kampung setelah bertahun-tahun sama keluarganya merantau ke Bandunng.”
“ooo gitu. Udahlah bahas orang lainnya entar aja sekarang yang penting soal ini nih. Deatline mas malem ini juga harus aku upload ke Kompasiana. Kita mulai ya”
“iya cepet”
Wawancara selesai tepat 15 menit sebelum pameran ditutup. Mas Fatih selaku ketua panitia memberikan sambutan penutup. Aku menunggunya hingga acara benar-benar usai, karena kami janji untuk pulang bareng.
“pulang yo dek”
“mas udah berapa tahun sih kita?”
“kamu gak inget. Dasar” mas Fatih terlihat marah dengan pertanyaanku tadi
“lima yah?”
“yah lima lebih 2 bulan.”
“hihihi maaf deh aku kan paling susah kalu disuruh inget waktu”
“udah biasa kamu mah”
###
Hari ini adalah hari ulangtahunku ke 20 tahun. Mas Fatih memberikan kejutan dengan datang ke Jogja. Tak kusangka dia memberikan sebuah cincin dengan ukiran namanya dijari manisku. Dijari manisnya pun sudah tersemat cincin yang sama denganku. Setelah makan aku langsung menuju ke Magelang. Sampainya di rumah aku langsung menceritakan semua kepada ibuku. Ibuku ikut berbahagia atas lamaran dari Mas Fatih. Meski kami tidak ingin menikah dulu. Kami ingin menyelesaikan kuliah kami dan bekerja. Namun mas Fatih ingin ada sebuah ikatan diantara kami. Kami tidak ingin berpacaran, kami hanya ingin hubungan kami ini terus berjalan. Jika pacaran kebanyakan orang setelah putus mereka tidak menjalin komunikasi lagi. Maka dari itu hubungan kami hanya sebatas kakak adik. Meski mas Fatih sudah mengikatku dengan cincin tak berarti pula kami berpacaran. Hubungan kami hanya sebatas kakak adik yang saling menyayangi tanpa rasa takut akan kata putus. Sudah itu saja.
Tepat setelah mas Fatih pergi ada seseorang yang mengetuk pintu rumahku. Setelah kubukakan pintu aku melihat laki-laki dengan kulit sawo matang berdiri didepan pintu rumahku.
“Tia aku menepati janjiku 12 tahun yang lalu. Kamu ingat kan Yak? Ini aku Indra”
Sontak saja aku jatuh tertunduk di depan laki-laki yang mengaku Indra. Tanpa sadar aku mengangkat tangan kiriku untuk memperlihatkan cincin yang tersemat dijari manisku. Sekujur tubuhku gemetar. Indra membantuku duduk di bangku depan rumah meski aku tahu, terlihat jelas diwajahnya rasa penyesalan, sedih, kecewa atau entah apalah itu.
Dengan suara gemetar aku hanya bisa mengatakan “maaf Ndra aku minta maaf, harusnya dari dulu sebelum kamu pergi aku minta maaf. Maaf aku sudah memilih egoku untuk tidak memaafkanmu dulu. Maaf aku tidak bisa mengucapkan kata maaf dari dulu. Maaf Ndra.. maaf..”
“aku yang salah Tia, aku, bukan kamu. Andai dulu aku tidak melakukan hal bodoh itu mungkin kamu gak bakalan seperti ini. Aku kesini hanya ingin nepatin janjiku dulu pada orangtuamu. Aku ingin melamarmu tepat saat usiamu 20. Kini aku datang.”
“maafin aku Ndra. Aku sudah diikat oleh orang lain. Dia begitu baik kepadaku. Dia sangat menyayangiku Ndra dan aku juga sudah menaruh hati padanya. Maaf Ndra justru aku yang tidak bisa menepati janji 12 tahun lalu. Maafin aku..”
“baiklah kalau kamu memang sudah menemukan pelabuhanmu. Aku bahagia ketika kamu bahagia. Berarti tugasku disini hanya untuk mendapatkan maaf dari mu. Kamu maafin aku kan soal kesalahanku 12 tahun lalu?”
“harusnya aku yang minta maaf. Aku tidak bisa menepati janji ku padamu. Andai kamu tahu Ndra aku udah maafin kamu dari dulu. Waktu kamu pergi aku ngeliat kamu di mobil. Dan saat itu juga aku udah maafin kamu”
“terimakasih kamu udah maafin aku. Tugas aku selesai. Aku pamit Tia. Aku bahagia ketika kamu bahagia. Dan aku yakin kamu pasti bahagia dengan pelabuhan mu itu. Selamat Tia. Makasih atas semua kenangan indah yang kamu berikan. Aku pamit”
Indra akhirnya melangkah pergi. Aku hanya bisa mengucapkan maaf dan dia membalas dengan mengacungkan ibu jarinya sambil berlalu meninggalkanku. Terimakasih Indra, kenangan masa kecilku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H