“Aku ingin melukis, tapi aku tidak mempunyai ide sedikit pun. Kepalaku seperti kosong!” Taufan memegang kepala dengan kedua tangannya.
“Bagaimana perkembangan pameran lukisannya, Mas?” tanya Taufan.
Kosim tersenyum. “Minggu besok pameran akan dilaksanakan di galeri kesenian.”
“Syukurlah, akhirnya pameran tersebut terlaksana juga setelah mundur beberapa kali.”
“Aku dan Dayat ingin lukisanmu juga diikutsertakan, Fan.”
Taufan tersenyum. “Terserah kalian saja.”
***
Taufan pulang ke rumah menjelang malam, langsung masuk kamar dan tidak mempedulikan Papa yang memarahinya karena dianggap telah berbuat seenaknya sendiri dengan pergi dari kantor sebelum jam pulang kerja. Dia merasakan badannya sangat lemas dan dadanya terasa sesak.
“Kamu seharusnya bersyukur bisa langsung kerja Fan! Lihat teman-temanmu? Belum tentu nasib mereka sebaik kamu!” teriak Papa.
“Pa, jangan terlalu keras seperti itu! Belum ada sebulan dia bekerja. Biarkan dia menyesuaikan diri dan belajar sedikit-demi sedikit. Taufan sudah menuruti kemauan Papa, apa salahnya kalau Papa sedikit memberikan kelonggaran padanya. Jangan membuat dia semakin tertekan dan menderita. Apa Papa tidak melihat dia sepertinya kurang sehat? Dan tubuhnya semakin kurus?” Mama mencoba membela Taufan.
“Itu salahnya sendiri Ma! Dia tidak mau menurut apa kata Papa selama ini! Penderitaan yang dibuat sendiri,” tukas Papa sambil pergi dan masuk ke kamar.