Sepulang dari kantor, Taufan pergi ke rumah Kosim. Laila, istri Kosim terkejut melihat wajahnya yang terlihat pucat dan lemah. Kosim sedang ikut syukuran anak tetangganya yang baru dikhitan. Laila menyuruhnya beristirahat. Taufan beristirahat di studio lukis. Dia terkejut ketika melihat lukisan dirinya yang terpasang di antara lukisan milik Kosim. Laila masuk sambil membawa segelas teh manis dan sepiring makanan.
“Kamu minum teh dan makan dulu, Fan. Kamu pucat sekali. Kamu sakit?” Taufan menggeleng dan mengatakan kalau dia hanya belum makan saja, lalu bertanya tentang lukisan dirinya. Laila mengatakan kalau Kosim yang melukisnya.
“Sama tampannya dengan aslinya,” ujar Laila tersenyum. Taufan tertawa. “Cuma sayang, gambarnya terlihat muram!”
“Masa sih, Mbak?” Taufan memperhatikan lukisan dirinya.
“Kata Mas Kosim, waktu itu dia melukis kamu yang sedang tersenyum. Eeeh ternyata jadinya kamu sedang muram. Mungkin karena malam hari, dia ngantuk, jadi salah melukisnya! Tapi tidak apalah, kamu tersenyum atau cemberut tetap saja tampan!”
“Mbak Laila bisa saja.”
***
Taufan pulang ke rumah ketika jam menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Langsung masuk kamar. Papa yang akan marah langsung dicegah oleh Mama.
“Biarkanlah Pa, dia mungkin pusing dan capek setelah seminggu berkutat dengan pekerjaan di kantor. Apa salahnya memberikan dia sedikit kebebasan di akhir minggu. Kasihan dia. Belum terbiasa dengan rutinitasnya.” Papa pun mengurungkan niatnya.
***
Taufan menunjukkan lukisan-lukisan mimpinya dan menceritakan mimpinya kepada Baruna. “Laut yang membuat aku mengenalmu dan laut yang mempertemukan aku dengan Wulan dan keluarganya.” Baruna yang berdiri di sampingnya tersenyum.