“Kamu sakit Fan?”
Taufan menggeleng. “Hanya batuk biasa.”
“Tapi sepertinya bukan batuk biasa. Aku melihat kamu sudah menderita batuk sejak lama. Dan lihat tubuhmu yang semakin kurus ini. Cobalah untuk pergi ke dokter Fan.” Sekar nampak kuatir.
Taufan menggelengkan kepalanya. “Aku baik-baik saja, disamping itu aku malas ke dokter. Kalau ke dokter malah ketahuan apa penyakitnya, nanti malah kepikiran.”
“Tapi apa salahnya kan? Dengan tahu apa penyakitnya maka akan tahu obatnya.”
“Sudahlah tidak usah kita bicarakan. Aku baik-baik saja kok.” Taufan mencoba untuk tersenyum.
Keduanya terdiam, menatap awan mendung yang sedang berarak di langit sore.
“Fan…” Sekar berkata namun kelihatan ragu-ragu.
“Iya. Ada apa?”
Sekar menghela nafasnya. “Aku tidak ingin kita hanya sebagai teman biasa!” Taufan menoleh dan memandang Sekar. “Kamu tahu Fan Aku sangat ingin perjodohan itu tetap berlangsung.” Gadis cantik itu balik memandang Taufan dan tiba-tiba mendekat dan mencium bibirnya. “Aku sangat mencintaimu, Fan!” kata Sekar setelah mencium Taufan. Taufan yang terkejut hanya diam, tidak tahu harus berkata apa. “Dan perlu kamu ketahui, aku cemburu ketika melihatmu bersama Wulan!” Sekar kemudian pergi meninggalkan Taufan.
“Aku tidak tahu harus berkata apa padamu, Sekar! Aku tidak bisa membalas perasaanmu!” Taufan memandangi kepergian Sekar, hingga gadis cantik itu turun dan tidak terlihat lagi. “Maafkan aku!” Taufan terbatuk-batuk, sambil memegangi dadanya, terasa begitu sakit dari sebelum-sebelumnya. Karena tidak kuat menahan sakit Taufan terduduk. Dia merasa ada cairan yang keluar dari batuknya yang menempel di tangan. Darah! Taufan mecoba mengatur nafasnya. Cukup lama dia terduduk. Setelah dirasakan nafasnya teratur dan rasa sakitnya sudah menghilang, Taufan pun turun dari atap.