“Ah, jangan ngomongin orang tua, kualat nanti. Bu Said itu sebenarnnya orang yang baik, itu karena dia terlalu menyayangi anak laki-laki satunya dalam keluarga,” kata Asti.
“Bagaimana kalau Bimo ternyata memang masih menyukai kamu, Ran?” tanya Riena.
Khaerani terdiam, menghela nafas, dan memandang cincin berbentuk bintang yang melingkar dijari manis kirinya. “Kalian jangan menduga-duga!”
“Terus, bagaimana dengan sepupunya Bimo itu?” tanya Riena.
“Memangnya kenapa dengan dia? Sudah ah, kok kita jadi membicarakan tentang keluarga Pak Said!” kata Khaerani.
Riena tiba-tiba tersenyum dan berkata dengan volume suara yang sedikit dipelankan kepada Khaerani. “Oh iya Ran, ngomong-ngomong, Mas Pram makin bertambah umur, makin dewasa, makin cakep saja ya.”
“Yaah, kamu mulai lagi Rien. Ingat! Mas Pram itu sudah punya anak dan istri. Kamu juga sudah punya Mas Saiful, suamimu!” kata Khaerani. Riena pernah menyukai Pram, tapi kakak Khaerani tersebut hanya menganggapnya sebagai adik, waktu itu Pram sedang menjalin hubungan dengan Marini.
“Kenapa sih, waktu itu Mas Pram tidak menyukai aku? Malah menyukai si Marini itu!” tanya Riena.
“Tanya saja sama orangnya, Rien!” kata Asti sambil tertawa kecil.
“Kalau saja waktu itu Mas Pram jadi menikah dengan Marini! Awas!” kata Riena dengan geram.