“Ayo kita masuk. Aku mau mandi dan ganti pakaian dulu, bau ayam dan kambing,” ajak Khaerani. Tapi Asti memilih untuk menunggu diluar, disebuah tempat duduk bambu di bawah pohon nangka yang rimbun daunnya. Khaerani masuk. Tidak terlama kemudian keluar dengan wajah segar dan sudah berganti pakaian, ditangannya membawa nampan yang berisi minuman dan makanan kecil.
“Tidak usah repot-repot Ran,” kata Asti sambil tersenyum.
“Tidak apa-apa,” jawab Khaerani sambil tersenyum dan duduk disamping Asti kemudian mempersilakan temannya itu untuk mencicipi makanan kecil yang dibawanya.
“Kue buatanmu makin enak saja rasanya, Ran.” Khaerani tersenyum. “Oh iya Ran,aku mendengar katanya kamu pingsan di jalan dan sekarang kamu sakit?”
Khaerani mengangguk. “Tapi tidak apa-apa. Aku baik dan sehat.”
“Kok bisa pingsan dijalan?”
“Kata dokter Fahri, mungkin kecapekan.” Khaerani tersenyum. “Kamu kesini karena mendengar aku sakit?”
Asti tersnyum, kemudian mengatakan kalau maksud kedatangan sebenarnya adalah untuk menjahitkan kain pada Kharisma. “Dari Mbak Risma-lah, aku tahu tentang kejadian yang menimpa kamu Ran, katanya kamu sakit.”
“Rani! Asti!” teriak seseorang dari pintu belakang rumah. Khaerani dan Asti langsung mengenali orang yang memanggil nama mereka. “Riena!”
Riena berjalan ke tempat keduanya.“Wah, aku tidak menyangka bakal ketemu kamu disini, As.”
“Kamu ninggalin toko kamu lagi?” tanya Khaerani.