Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Padri dan Kota Dain

13 Juni 2016   16:33 Diperbarui: 13 Juni 2016   16:38 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padri itu jatuh, badannya menuruni tangga. Tembakan itu meleset. Aku sungguh beruntung. Aku tahu dia akan bertindak di luar nalar. Setelah dia menyerahkan surat, secepat kilat pula, pistol mengarah menuju kepalanya. Itu yang terjadi. Aku langsung memberi hantaman ke tangan kanannya. Kami berdua jatuh. Sekarang, tatapannya menatap ke langit-langit gereja. Dobri maju menghampiri kami, namun dia memilih untuk mengangkat badan Padri. Aku bisa bangkit sendiri.

“Tidak ada satupun di antara kamu yang mampu mengendalikan diri sebaik-baiknya. Kamu menginginkan kebesaran, karena kamu ingin seperti Tuhan. Sekali-kali kamu tetaplah manusia biasa.”

Dia mengatakannya. Dobri mendengarnya tersenyum. Hari-hari penuh dengan kata-kata yang indah. “Sekarang, tenangkan saja dirimu,” perintah Dobri kepada padri itu.

Angin menjadi berhembus pelan. Keringatku mulai mengering. Aku berada di samping untuk beberapa menit. Tugas selesai, Ruben telah mati. Para wartawan telah berkumpul. Kini, aku membiarkan mereka yang mengadili semua drama yang baru saja kami selesaikan. Kertas tadi, sedikit pudar.

“Aku terlahir hina, debu-debu mengumpul. Tuhan menyatukan semua itu, lalu aku berbicara. Tidak ada yang menyerupai langit, hanya karena Tuhan telah memberi akal untuk kita, badan ini tidak lebih besar dari debu tanah. Te Ipsum!

Tidak ada satupun di antara kamu yang mampu mengendalikan diri sebaik-baiknya. Kamu menginginkan kebesaran, karena kamu ingin seperti Tuhan. Sekali-kali kamu tetaplah manusia biasa.

Aku menipu diri karena aku memahami yang baru. Aku sama seperti kamu, kelemahanku dan kelebihanku. Aku bersikap najis, kau harus mengerti, sebab bagiku telah tiba hari terakhir. Aku melihat namun memilih bersembunyi, aku mengetahui namun aku diam. Apa arti ini semua, aku mendapat kehidupan namun takut pada kematian? Tidak!”

Semua menuju rumah sakit. Aku datang terlambat. Padri itu berada di dalam kamar.

“Apa Bapa mengetahui semua?” bisikku.

“Ya.”

“Apa yang telah kau lakukan adalah sia-sia. Aku memerlukanmu untuk memberi kesaksian, namun tidak di kantor atau pengadilan. Disini!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun