Adapun fungsi Bank Tanah diatur dalam pasal 3 meliputi  perencanaan, perolehan tanah pengadaan tanah, pengelolaan tanah, pemanfaatan tanah dan pendistribusian tanah.
Terkait tanah hasil penetapan pemerintah diatur dalam pasal 7. Dimana terdiri atas tanah negara yang berasal dari: tanah bekas hak (HGU/HGB), kawasan dan tanah telantar, Â tanah pelepasan kawasan hutan, serta tanah yang tidak ada penguasaan di atasnya.
Berdasarkan regulasi di atas, maka langkah Badan Bank Tanah untuk mengelola lahan bekas HGU di Lembah Napu sebagaimana tercantum pada pasal 7, sudah sesuai kewenangan dan fungsinya.
Namun demikian, kehadiran Badan Bank Tanah dalam melakukan pengelolaan tanah membutuhkan pemahaman literasi bagi masyarakat. Agar tidak menimbulkan miss persepsi dan keresahan, terhadap kewenangan dan fungsi yang diemban.
Mengingat tidak semua masyarakat memiliki literasi dalam memfilter setiap informasi yang mencuat. Apalagi yang berkaitan dengan keberadaan tanah (agraria) yang rentan menghadirkan resistensi.
Komunikasi Guna Meminimalisir Konflik
Langkah yang sudah dilakukan Badan Bank Poso, yakni melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Lembah Lore soal status tanah di pertengahan tahun 2024 lalu. Sekaligus mensosialisasikan kewenangan dan fungsi, dalam pengelolaan tanah di wilayah tersebut.
Selama ini masyarakat setempat  yang meliputi sejumlah desa, menjadikan lahan tersebut untuk aktivitas bertani. Mengingat lahan yang subur untuk komoditi perkebunan, peternakan, tanaman hortikultura dan tanaman pangan.
Komoditi pangan yang dihasilkan oleh petani dari Lembah Napu selama ini, telah memenuhi stok pangan di wilayah Sulteng. Bahkan komoditi yang dihasilkan, juga disuplay ke Pulau Kalimantan.
Adanya kekuatiran bahwa Badan Bank Tanah Poso hendak menguasai lahan masyarakat lewat pemasangan plang batas, menjadi tantangan bagi dalam melaksanakan perannya. Sekaligus tantangan dalam meminimalisir munculnya konflik agraria.