“Suster Caroline?”
“Dia suster muda di sini. Kurang lebih sebaya.”
“Hm, berarti kamu tidak kesepian.”
“Ya. Suster itu baik sekali.”
“Wah, menyenangkan sekali. Kamu punya teman ngobrol, dong.”
“He-eh. Bahkan kadang-kadang dia menemaniku sampai fajar.”
“Kalau begitu, aku tidak perlu khawatir lagi.”
“Suster Caroline menyenangkan sekali. Dia banyak bercerita tentang masa lalunya.”
“Oya? Hm, di mana dia?”
“Dia kena tugas shift malam.”
Jeanette mengurai simpul bibir. Gadis jalan enam belas ini memang jauh lebih dewasa. Disikapinya dengan tulus kerabat dari pihak ayahnya, warga negara Belanda keturunan Ambon di Amsterdam yang tengah terkapar sakit. Ia setiap hari datang untuk mendoakan kesembuhan saudara misannya yang berkulit sawo matang itu.