"Hentikan!" Aretha sudah tidak tahan. Ia berdiri dari duduknya di bangku. Mengentakkan keras kakinya ke lantai. "Kalian sudah keterlaluan!"
Rio menghentikan tawanya. Bibirnya menguncup. Tapi sedetik kemudian sebelah sisi pelepah bibirnya itu sedikit mencuat, merimbunkan kedongkolan di hati Aretha.
"Kamu sudah melecehkan privacy orang, Rio! Diari adalah sesuatu yang bersifat pribadi. Mana bisa kalian membaca seenaknya tanpa seizin pemiliknya!"
"Siapa suruh dia bawa-bawa diari ke sekolah?" elak Rio enteng. "Lagian, kenapa juga isinya dongeng picisan begitu!"
"Itu hak Valny mau menulis tentang apa saja, Rio!"
"Iya, sih. Tapi, kan berarti saingan sama HC Anderson, penulis dongeng legendaris dunia, dong!" Rio kembali terbahak. Suaranya tadi sengaja dikeraskan agar anak-anak kembali tertawa. "Eh, kapling kanak-kanak yang seharusnya untuk balita itu direbut pula sama dia. Tega, ya?!"
Ujung kalimat Rio disambut koor yang lebih riuh. Suasana di kelas semakin ramai. Untung ruangan rapat jauh dari lokasi kelas. Sehingga nyaris semua siswa bereuforia meluapkan tawa mereka tanpa harus terdengar dari ruang rapat. Dan diari Valny semakin menjadi korban akibat dibedah habis oleh Rio.
"Rio!" Aretha sudah melangkah mendekati Rio berdiri. Hendak merampas diari yang masih berada di tangan cowok jangkung itu. "Lekas kembalikan diarinya!"
"Eit, eit," Rio mengelakkan badan, masih berusaha menghindari sepasang tangan Aretha yang hendak merebut diari bergambar sampul Winne The Pooh dari tangannya. "Belum dibedah habis dalam resensi buku mading."
"Ka-kamu keterlaluan, Rio!"
"EGP."