Oleh : Dr.Edward Efendi Silalahi,MM.
Â
I. Â Â PENDAHULUAN
       Para eksekutif sumber daya manusia (SDM) saat ini memfokuskan perhatian mereka pada cara sumber daya manusia membantu organisasi atau perusahaan mencapai tujuan stratejiknya. Dengan demikian, para eksekutif sumber daya manusia saat ini harus terlibat erat dalam proses perencanaan stratejik, di masa lalu mereka sering kali menunggu sampai rencana stratejik perumusan sebelum memulai perencanaan sumber daya manusia.
       Perencanaan stratejik (strategic planning) adalah proses di mana manajemen puncak menentukan tujuan dan sasaran organisasi serta bagaimana tujuan dan sasaran tersebut tercapai. Perencanaan stratejik merupakan proses berkelanjutan yang dinamis dan selalu berubah. Pada suatu saat organisasi mungkin melihat adanya kebutuhan untuk melakukan diversifikasi dan meningkatkan variasi barang yang diproduksi atau yang dijualnya. Pada saat lainnya, perampingan mungkin diperlukan dalam merespon lingkungan eksternal. Atau, perencanaan stratejik mungkin mempertimbangkan integrasi, penyatuan kendali atas sejumlah operasi yang berurutan atau memiliki kemiripan. Perencanaan stratejik berupaya menetapkan posisi organisasi dalam konteks lingkungan eksternal.
       Persaingan yang semakin ketat menuntut perusahaan lebih fleksibel dalam merespon permintaan pasar. Strategi outsourcing fleksibel dalam merespon permintaan pasar. Strategi outsourcing merupakan salah satu bentuk fleksibilitas yang perlu dipertimbangkan. Berbagai manfaat dari strategi ini membuat perkembangan outsourcing semakin meluas, tidak hanya pada jumlah transaksi terjadi, melainkan juga aktivitas yang dilakukan. Institut outsourcing di New York memperkirakan terjadi transaksi outsourcing sejumlah 85 milyar dollar pada tahun 2007 di USA, meningkat 27% dibandingkan tahun sebelumnya (Dun dan Bradstreet, 2007 dalam Francheschini et. al., 2013). Sementara itu di United Kingdom, Mc Carthy dan Anagnostou (2014) menunjukkan bahwa antara tahun 2014 dan 2018 terjadi peningkatan pembelian (outsourcing) yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur dari sektor-sektor manufaktur non formal. Demikian juga yang terjadi pada perusahaan-perusahaan di Spanyol pada periode 2004-2014 (INE, 2004 dalam Sanchez et. al., 2017).
       Pembelian dilakukan oleh perusahaan-perusahaan industri meningkat dari 3,1% menjadi 4,5%. Selain itu, selama sepuluh tahun terakhir terjadi suatu evaluasi dalam proses outsourcing dari tradisional ke strategis. Secara tradisional berkaitan dengan unit-unit kegiatan pendukung seperti layanan kebersihan, catering, keamanan dan sejenisnya, yang tidak membutuhkan kompetensi khusus dari supplier. Selanjutnya berkembang ke arah aktivitas strategis ketika "outsourcing" menyerahkan sebagian kegiatan-kegiatan pokoknya pada vendor.
II. Â LANDASAN TEORI
1. Â Definisi Outsourcing
     Pengertian outsourcing berasal dari kata out source yang artinya to procure (as some goods or services needed by a business or organization) under contract with an out side supplier. Untuk mendapatkan barang dan jasa dibutuhkan bisnis atau organisasi yang mendasarkan kontrak dengan pemasok luar. Jika dibaca secara fonetik, outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing). Melalui pendelegasian, maka pengelolaan tidak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing.
     Istilah outsourcing berasal dari kata "out" dan "source" yang berarti sumber dari luar, merupakan pendekatan manajemen yang memberikan kewenangan pada sebuah agen luar (pihak ketiga) untuk bertanggung jawab terhadap proses atau jasa yang sebelumnya dilakukan oleh perusahaan. Bisa juga didefinisikan sebagai membeli barang atau jasa yang sebelumnya disediakan secara internal (Swink, 1999; Smith et. al., 1996; Lankford and Parsa, 1999; Elmuti and Kathawala, 2000; dalam Francheschini et. al., 2003)>
     Ada dua faktor pokok dalam proses outsourcing, yakni "outsourced" dan "outsourcer" yang pertama menunjuk pada perusahaan yang menyerahkan pekerjaan, yang kedua merupakan perusahaan yang menerima pekerjaan (Saunders and Geblet, 1997 dalam Francheschini et. al., 2003). Sebutan berbeda digunakan oleh Harland et. al., (2005), yakni "outsourcer" dan "outsourcee". "Outsourcer" menunjuk pada perusahaan yang mempunyai wewenang dalam bisnis tersebut, dan "outsourcee" merupakan perusahaan yang diberi wewenang mengelolanya.
2. Â Dasar Teori Outsourcing
     Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan outsourcing (Rebenik and Barbara, 2016). Dasar konseptual yang paling banyak dipakai adalah theory of transaction cost analysis - Williamson's, 1975 (dalam Mc Ivor, 2000) - yang mengkombinasikan teori ekonomi dan teori manajemen untuk menentukan tipe hubungan yang terbaik dalam rangka mengembangkan perusahaan menghadapi perubahan pasar. Teori ini meletakkan dasar-dasar pembelian dengan menggunakan suatu analisis terhadap faktor-faktor yang menentukan pemilihan internal atau eksternal perusahaan. Konsep analisis biaya transaksi adalah bahwa sifat suatu transaksi menentukan pengelolaan yang efisien, berorientasi pasar, secara hirarki atau aliansi.
     Alternatif teori lain untuk memahami batas perusahaan adalah resource based view, hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa perusahaan adalah keseluruhan aset yang unik dan merupakan sumber yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif. Sumber-sumber internal merupakan pendorong utama dari profitabilitas dan keunggulan strategi perusahaan (Barney, 2011). Teori yang selanjutnya adalah agency theory, yang berkenaan dengan masalah yang timbul dari adanya saling hubungan antara principal dan agen. Isu sentralnya adalah bagaimana mendapatkan agen (karyawan, subkontraktor, manager) untuk melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan kepentingan principal (perusahaan kontraktor dan pemilik) ketika agen mempunyai suatu keunggulan informasi lebih dari principal dan mempunyai kepentingan yang berbeda (Eisenhardt, 2007).
3. Â Tipe Outsourcing
     Menurut Komang dan Agus (2008), tipe outsourcing dibedakan menjadi dua kelompok yaitu business process outsourcing dan outsourcing human resources (SDM) :
Â
a. Â Business process outsourcing (BPO), jika di Indonesia dikenal dengan jasa pemborongan pekerjaan. Outsourcing jenis ini mengacu pada hasil akhir yang dikehendaki. Jika sebuah mengacu pada hasil akhir yang dikehendaki. Jika sebuah perusahaan manufaktur ingin mengalihkan penjualan produknya pada perusahaan lain, maka pembayaran kompensasinya berupa jumlah unit yang terjual.
b. Â Outsourcing sumber daya manusia. Outsourcing ini mengacu kebutuhan penyediaan dan pengelolaan sumber daya manusia. Untuk contoh di atas, perusahaan manufaktur akan bekerja sama dengan perusahaan outsourcing (vendor) yang memberikan jasa penyediaan dan pengelolaan tenaga penjual. Kompensasi kepada vendor berupa management fee sesuai kesepakatan.
4. Â Strategi Pertumbuhan (Growth)
     Fred R. David (2011), menyebutkan beberapa jenis strategi bisnis pada kodisi perusahaan bertumbuh :
Strategi
Definisi
a. Â Integrasi ke depan
a. Â Memperoleh kepemilikan atau kendali yang lebih besar atas distributor atau pembeli
b. Integrasi ke belakang
b. Mengupayakan kepemilikan atau kendali yang lebih besar atas pemasok perusahaan
c. Â Integrasi horizontal
c. Â Mengupayakan kepemilikan atau kendali yang lebih besar atas pesaing
d. Penetrasi pasar
d. Mencari pangsa pasar yang lebih besar untuk produk atau jasa saat ini di pasar yang ada sekarang melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih biak
e. Â Pengembangan pasar
e. Â Memperkenalkan produk atau jasa saat ini ke wilayah geografis baru
f. Â Pengembangan produk
f. Â Mengupayakan peningkatan penjualan melalui perbaikan produk atau jasa saat ini atau pengembangan produk atau jasa baru
g. Diversifikasi terkait
g. Menambah atau jasa yang baru namun masih berkaitan
h. Diversifikasi tidak terkait
h. Menambah produk atau jasa yang baru namun tidak berkaitan
5. Â Strategi Retrenchment, Divestasi dan Likuidasi
     Menurut Fred R. David (2011), tindakan-tindakan dalam bentuk strategi yang dapat dilakukan apabila perusahaan tidak bertumbuh dan mengalami kelambatan adalah : (a) penciutan (retrenchment), (b) divertasi, dan (c) likuidasi.
Strategi Retrenchment (penciutan)
     Terjadi manakala sebuah organisasi melakukan pengelompokkan ulang melalui pengurangan biaya dan aset untuk membalik penjualan dan laba yang menurun. Kadang kala disebut pembalikan atau strategi re-organisasional, penciutan dirancang untuk memperkuat kompetensi khusus dasar suatu organisasi. Penciutan bisa melibatkan tindakan penjualan aset untuk mendapatkan uang cash yang dibutuhkan, memangkas lini produk, menutup bisnis yang tidak menguntungkan, menutup pabrik yang usang, mengotomatisasi proses, mengurangi jumlah karyawan dan membangun sistem pengendalian beban.
Strategi Divestasi
     Menjual satu divisi atau bagian suatu organisasi disebut dengan divertasi (divestiture). Divestasi sering dipakai untuk mendapatkan modal guna akuisisi atau investasi strategis lebih jauh. Divestasi dapat menjadi bagian dari keseluruhan strategi penciutan untuk membebaskan organisasi dari bisnis yang tidak menguntungkan, yang membutuhkan terlalu banyak modal, atau tidak begitu sesuai dengan aktivitas-aktivitas perusahaan yang lain.
Strategi Likuidasi
     Menjual seluruh aset perusahaan, secara terpisah-pisah, untuk kekayaan berwujudnya disebut likuidasi (liquidation). Likuidasi merupakan pengakuan kekalahan dan konsekuensinya bisa menjadi sebuah strategi yang sulit secara emosional. Namun demikian, lebih baik menghentikan operasi dari pada terus menderita kerugian uang dalam jumlah yang besar.
6. Â Strategi Generik Michael Porter
     Michael Porter (1989), mengemukakan lima strategi generik yang memungkinkan organisasi untuk memperoleh keunggulan kompetitif dari tiga landasan yang berbeda : kepemimpinan biaya, defrensiasi dan fokus. Porter menamakan landasan ini strategi generik (generic strategy). Keunggulan / kepemimpinan biaya-biaya (cost leadership) menekankan pemproduksian produk-produk yang distandarisasi dengan biaya per unit yang sangat rendah untuk para konsumen yang peka terhadap harga.
     Terdapat dua tipe alternatif kepemimpinan biaya. Tipe 1 adalah strategi biaya rendah (low cost) yang menawarkan produk atau jasa kepada konsumen pada harga rendah yang tersedia di pasar. Tipe 2 adalah strategi nilai terbaik (best value) yang menawarkan produk atau jasa kepada konsumen pada nilai harga terbaik yang tersedia di pasar, strategi nilai terbaik bertujuan untuk menawarkan serangkaian produk atau jasa pada harga yang serendah mungkin dibandingkan dengan produk pesaing dengan atribut serupa. Sasaran (target) strategi tipe 1 dan 2 adalah pasar yang besar (largest market).
     Tipe 3 strategi generik porter adalah difrensiasi. Pembedaan atau difrensiasi (diffrentiation) adalah sebuah strategi yang bertujuan menghasilkan produk atau jasa yang dianggap unik dalam industri dan diarahkan kepada konsumen yang relatif peka terhadap harga.
     Fokus (focus) berarti memproduksi produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan sekelompok kecil konsumen. Dua tipe alternatif strategi fokus adalah tipe 4 dan tipe 5. Tipe 4 adalah strategi fokus biaya rendah (low cost focus) yang menawarkan produk atau jasa kepada sekelompok kecil (kelompok ceruk) konsumen pada harga terendah yang tersedia di pasar. Tipe 5 adalah strategi fokus nilai terbaik (best-value focus) yang menawarkan produk dan jasa kepada sejumlah kecil konsumen dengan nilai harga terbaik yang tersedia di pasar. Kadang disebut juga defrensiasi terfokus, strategi fokus nilai terbaik bertujuan untuk menawarkan kepada ceruk konsumen tertentu produk atau jasa yang dengan lebih baik memenuhi selera dan permintaan mereka dibandingkan produk pesaing. Target atau sasaran tipe 4 dan tipe 5 adalah pasar yang kecil.
III. PEMBAHASAN
1. Â Tujuan Diadakannya Outsourcing
     Tujuan diadakannya outsourcing adalah efisiensi guna menghasilkan suatu produk yang berkualitas dan berkuantitas dengan memperkecil resiko, usaha untuk mencapai efisiensi sebenarnya merupakan hal yang dapat dipahami. Secara umum, outsourcing merupakan suatu sistem kerja untuk menghasilkan barang atau jasa yang dilakukan oleh pemberi kerja dengan cara mengalihkan sebagian pekerjaannya kepada pemberi kerja lainnya. Tidak ada batasan mengenai siapa dan kepada siapa outsourcing dapat dilakukan. Demikian pula tidak ada batasan mengenai jenis pekerjaan apa yang dapat dialihkan kepada pihak lain. Asalkan setelah dilakukan suatu analisis manajemen akan dapat memberikan keuntungan baik peningkatan kualitas maupun kuantitas. Dalam hal ini outsourcing harus bermakna outsourcing pekerjaan, bukan out sourcing pekerjaan. Efisiensi merupakan tujuan / sasaran antara dari outsourcing. Dikatakan demikian karena tujuan akhir dari outsourcing adalah adanya peningkatan produktivitas.
Â
     Outsourcing adalah salah satu bentuk dari hubungan kerja. Hubungan kerja adalah hubungan hukum. Hubungan hukum adalah suatu hubungan yang dilakukan oleh subyek hukum mengenai objek hukum yang menimbulkan akibat hukum. Syarat subyek hukum yang melakukan suatu hubungan hukum haruslah "orang". Makna orang dapat merupakan naturlij ke persoon atau bahkan badan hukum. Subyek hukum dalam hubungan kerja adalah majikan dan pekerja. Hubungan antara majikan dan pekerja diwujudkan dalam bentuk adanya "perintah" dari majikan yang berbanding terbalik dengan imbalan dari tealh dilaksanakannya perintah yang berupa "upah dan hak-hak lain menurut hukum".
     Syarat obyek hukum dari suatu hubungan hukum adalah "benda". Di dalam hubungan kerja objek hukum adalah "pekerjaan". Makna pekerjaan adalah sesuatu yang telah dikerjakan dengan mengeluarkan tenaga yang melekat pada diri pekerja untuk menghasilkan barang dan jasa. Dengan demikian pekerja tidak dapat sebagai objek dari suatu hubungan kerja.
2. Â Pengaturan Outsourcing
     Istilah outsourcing tidak ada dalam UU 13/2003. Dasar hukum pengaturan outsourcing adalah pasal 64-pasal 66 jo pasal 1 angka 15 jo pasal 59 UU 13/2003. Istilah outsourcing disebut sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya. Ketentuan pasal 64-pasal 66 UU 13/2003 dijabarkan lebih lanjut dalam Kepmenakertrans No. 10 Tahun 2004 tentang PKWT jo Kepmenakertrans No. 101 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja / Buruh jo Kepmenakertrans No. 220 Tahun 2004 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.
     Berdasarkan ketentuan pasal 64 UU No. 13/2004, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja / buruh yang dibuat secara tertulis. Tidak ada penjelasan resmi dari rumusan pasal 64. Ada dua bentuk perjanjian untuk dapat dilaksanakannya penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan, yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan dan perjanjian penyediaan jasa pekerja / buruh. Dari ketentuan pasal 64 dapat diinterprestasikan adanya dua jenis outsourcing, yaitu "outsourcing pekerjaan" yang mendasarkan pada perjanjian pemborongan pekerjaan dan "outsourcing pekerja" yang didasarkan pada adanya perjanjian penyediaan jasa pekerja.
3. Â Manfaat dan Kerugian Outsourcing
     Dalam perspektif teori hubungan industrial yang berlaku secara umum maka terdapat tiga sudut pandang perspektif menurut Dunlop, yaitu Marxism, Unitarist dan Pluralist (Bray et. al., 2012). Outsourcing apabila dilihat menurut aliran Marxism, outsourcing adalah exploitasi sistem modal. Sementara bagi pluralist, negara seharusnya membuat udang-undang perlindungan tentang outsourcing. Bagi kaum Unitarist, pekerja seharusnya berada di bawah satu manajemen bukan di bawah kekuasaan manajemen lainnya (Ross & Bamber, 2019). Namun demikian bagi Unitarist, yang merupakan teori dasar untuk manajemen, outsourcing adalah salah satu cara untuk menurunkan perselisihan hubungan industrial di tingkat internal perusahaan, karena pekerja di bawah otoritas perusahaan lain.
     Terdapat banyak keuntungan penggunaan outsourcing. Tujuan utama bagi perusahaan menggunakan sistem outsourcing didasarkan pada pertimbangan faktor ekonomi untuk meningkatkan keuntungan (Benson & Ieronimo, 1996). Pada tahun 1955 sampai dengan tahun 1990 tujuan penggunaan outsourcing adalah untuk mendapatkan tenaga kerja murah melalui upah rendah. Setelah tahun 2000, penggunaan outsourcing bertujuan mendukung transformasi perusahaan agar perusahaan dapat konsentrasi pada core bisnisnya (Ponomariov & Kingsley, 2012). Istilah make more by doing less menjadi slogan utama pada manajer pengguna outsourcing.
     Manfaat lain dari outsourcing adalah perusahaan dapat memberikan pelayanan terbaik kepada pekerjanya. Dalam artian, karena struktur organisasi perusahaan semakin ramping dan menyusutnya jumlah pekerja di lingkungan perusahaan, maka perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan pegawainya. Manfaat terakhir dari outsourcing adalah penciptaan lapangan tenaga kerja baru dan agen-agen penyedia tenaga kerja.
     Adapun kerugian penggunaan outsourcing dapat disebut sebagai hidden cost, yang timbul akibat outsourcing yang dapat merugikan pengusaha, pekerja, serikat pekerja / buruh. Bagi pengusaha, jika melihat melalui perspektif teori human resources management, maka di masa depan perusahaan harus membayar mahal dari praktek penggunaan outsourcing. Kerugian tersebut antara lain dinyatakan Shenaan et. al., (2012), bahwa outsourcing dapat menurunkan kemampuan manajemen dalam hal manajerial perusahaan. Sementara bagi para pekerja di perusahaan tersebut juga menurunkan tingkat keahlian pekerjanya, karena tingginya tingkat pergantian pekerja atau turn-over. Outsourcing dapat menurunkan kualitas suatu hasil produksi karena dikerjakan oleh supplier dan perusahaan kesulitan untuk melakukan kontrol. Outsourcing dapat menimbulkan perselisihan hubungan industrial pada perusahaan apabila supplier gagal memenuhi ketentuan peraturan hukum ketenagakerjaan yang berlaku.
     Sementara bagi pekerja dan serikat buruh, kerugian outsourcing adalah tidak ada jaminan di masa depan, karena praktek outsourcing yang digunakan dalam strategi pengelolaan karyawan adalah menggunakan tenaga kerja dengan sistem berbasis kontrak kerja. Adanya diskriminasi sistem pengupahan dan kesejahteraan antara pekerja outsourcing dan bukan outsourcing dan menurunkan keanggotaan serikat pekerja di masa depan.
4. Â Penggunaan Outsourcing pada Strategi Perusahaan Sedang Bertumbuh (Growth)
     Strategi pertumbuhan bertumbuh (growth) seperti telah diuraikan dalam landasan teori Bab II No. 4 adalah integrasi ke depan, integrasi ke belakang, integrasi horizontal, penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk, diversifikasi terkait dan diversifikasi tidak terkait. Penggunaan outsourcing pada strategi bertumbuh (growth) ada beberapa keuntungan :
a. Â Memanfaatkan kompetensi vendor outsourcing.
Karena core business-nya di bidang jasa penyediaan dan pengelolaan sumber daya manusia, vendor outsourcing memiliki sumber daya dan kemampuan yang lebih baik di bidang ini dibandingkan dengan perusahaan. Kemampuan ini di dapat melalui pengalaman mereka, dalam menyediakan dan mengelola sumber daya manusia untuk berbagai perusahaan. Pada perusahaan yang sedang bertumbuh, penggunaan outsourcing melalui vendor sangat membantu untuk perluasan produk, perluasan pasar, sebab pekerja yang ada dalam perusahaan tidak cukup kualitas dan kuantitasnya dalam menghadapi pertumbuhan perusahaan, sementara apabila mengandalkan proses rekruitmen pekerja baru sampai pelatihan dan mereka siap bekerja, memakan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit.
b. Â Perusahaan yang dapat merespon pasar dengan cepat
Jika dilakukan dengan baik, outsourcing dapat membuat perusahaan menjadi lebih ramping dan cepat serta lincah dalam merespon kebutuhan pasar. Kecepatan merespon pasar akan menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage) perusahaan dibanding pesaing setelah melakukan outsourcing, beberapa perusahaan bahkan dapat mengurangi jumlah karyawan mereka secara signifikan, karena banyak dari pekerjaan rutin mereka menjadi tidak relevan lagi.
c. Â Meningkatkan efisiensi dan perbaikan pada pekerjaan yang bersifat non-core
Umumnya didasari bahwa merekrut dan mengontrak karyawan, menghitung dan membayar gaji, lembur dan tunjangan-tunjangan, memberikan pelatihan, administrasi umum serta memastikan semua proses berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah pekerjaan yang rumit, banyak membuang waktu, pikiran dan biaya yang cukup besar. Mengalihkan pekerjaan-pekerjaan ini kepada vendor outsourcing yang lebih kompeten dengan memberikan sejumlah fee sebagai imbal jasa terbukti lebih efisien dan lebih murah dari pada mengerjakannya sendiri.
5. Â Penggunaan Outsourcing pada Strategi Perusahaan yang sedang Penciutan (retrenchment) dan Divestasi
     Dalam strategi penciutan (retrenchment) dan divestasi tujuan utama strategi adalah pengurangan biaya dan aset. Memperkuat kompetensi khusus dasar suatu organisasi. Sementara pada strategi divestasi adalah menjual satu divisi untuk mengakuisisi atau investasi strategis pada hal lain, maka penggunaan outsourcing akan mendatangkan manfaat :
a. Â Fokus pada kompetensi utama
Perusahaan dapat fokus pada core business. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaharui strategi dan merestrukturisasi sumbe daya (SDM, keuangan) yang ada.
b. Â Penghematan dan pengendalian biaya operasional
Salah satu alasan utama melakukan outsourcing adalah peluang untuk mengurangi dan mengontrol biaya operasional, perusahaan yang mengelola sumber daya manusianya sendiri akan memiliki struktur pembiayaan yang lebih besar dari pada menyerahkannya kepada vendor outsourcing.
Â
c. Â Mengurangi resiko
Perusahaan mampu mempekerjakan lebih sedikit karyawan dan dipilih yang intinya saja. Hal ini menjadi salah satu upaya perusahaan untuk mengurangi resiko terhadap ketidakpastian bisnis di masa mendatang.
6. Â Kerugian Strategi Outsourcing
a. Â Kehilangan kontrol manajerial
Kontrol majerial milik perusahaan lain karena perusahaan outsourcing tidak akan mendorong perusahaan melainkan didorong untuk membuat keuntungan dari layanan yang mereka sediakan.
b. Â Adanya biaya tersembunyi
Setiap hal yang tidak tercantum dalam kontrak akan menjadi dasar perusahaan untuk membayar biaya tambahan.
c. Â Ancaman keamanan dan kerahasiaan
Perusahaan outsourcing dapat mengetahui tentang catatan gaji, medis dan rahasia lain.
d. Â Kualitas
Kontrak akar mengalami spesifikasi dan akan ada biaya tambahan yang akan dikeluarkan oleh perusahaan kepada perusahaan outsourcing.
Â
e. Â Menyerahkan aktivitas strategis
Menyerahkan aktivitas strategis kepada pihak lain dalam jangka panjang akan merugikan karena perusahaan akan kehilangan peluang pengembangan dari aktivitas tersebut.
7. Â Outsourcing di Indonesia (hal-hal yang bertentangan)
     Ada beberapa kelemahan mendasar dalam sistem outsourcing di Indonesia. Pertama, secara perspektif teori, penyerahan pekerjaan kepada perusahaan lain seharusnya ditujukan kepada perusahaan yang berada di luar wilayah perusahaan tersebut atau memiliki spesifikasi khusus, sehingga bisa memproduksi lebih murah. Misalnya sebuah perusahaan mobil dari Jerman, perusahaan ini menyerahkan pekerjaan pembuatan spare part nya kepada perusahaan di Indonesia, karena ongkos tenaga kerja di Indonesia jauh lebih murah dari pada di negara asalnya. Selain itu, adanya alasan bahwa perusahaan di Indonesia tersebut terkenal dengan spesialisasi pembuatan spare part berkualitas baik. Namun pada prakteknya di Indonesia, penyerahan pekerjaan kepada perusahaan lain dilakukan kepada perusahaan yang sewilayah atau bahkan sama standar upah minimumnya. Sehingga, seharusnya dipahami perusahaan tidak dapat mencari pekerja dengan upah yang lebih rendah karena standar skala upahnya sama.
     Kelemahan kedua, penentuan dan pembuat alur kegiatan bahwa pekerjaan itu bukan pekerjaan utama, sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang, pada kenyataannya dilakukan perusahaan pemberi kerja itu sendiri. Seharusnya justifikasi tersebut dilakukan oleh sebuah lembaga independen untuk dapat memetakan alur kegiatan secara lebih objektif.
     Kelemahan ketiga, outsourcing dalam penerapannya seharusnya tidak mengurangi hak-hak pekerja. Hal ini sesuai dengan ketentuan dari Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Januari 2012 yang ditindaklanjuti dengan surat edaran Dirjen PHI dan Jamsos Kemenakertrans No. B31/PHIJSK/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011. Intinya, apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan / penyedia jasa kerja dengan pekerja / buruhnya tidak memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja / buruh yang objek kerjanya tetap ada (sama) kepada perusahaan penerima pemborongan atau penyedia jasa lainnya, maka hubungannya adalah PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) atau tetap. Jika sudah memuat persyaratan pengalihan perlindungan hak-hak pekerja / buruh ke perusahaan penerima pemborongan atau penyedia jasa lainnya, maka diperbolehkan menjadi PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau sementara.
IV. Â KESIMPULAN
     Outsourcing sebagai penyerahan beberapa kegiatan pekerjaan kepada pihak lain atau vendor, dalam perspektif strategi perusahaan baik dalam keadaan bertumbuh (growth) maupun dalam strategi penciutan (retrenchment) mendatangkan beberapa manfaat yakni fokus pada efisiensi biaya operasional, biaya pengelolaan sumber daya dan dapat memberikan keleluasan kepada perusahaan untuk fokus kepada core businessnya atau bisnis inti. Pada strategi bertumbuh (growth) penggunaan outsourcing diharapkan dapat memanfaatkan peluang penetrasi pasar, perluasan pasar, diversifikasi produk dan memanfaatkan skala ekonomi. Pada strategi penciutan (retrenchment) penggunaan outsourcing dapat membuat perusahaan melakukan fokus pada biaya yang efisien, fokus pada kompetensi inti perusahaan dan dapat memangkas kegiatan usaha yang bukan core business.
     Pelaksanaan outsourcing di Indonesia mempunyai beberapa kelemahan di antaranya penentuan dan pembuat alur kegiatan bahwa pekerjaan itu bukan pekerjaan utama, sesuai amanat undang-undang, pada kenyataannya dilakukan pemberi kerja itu sendiri. Seharusnya ada sebuah lembaga independen untuk dapat memetakan alur kegiatan secara lebih objektif.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Anonamous (2002), Outsourcing : a Paradigm Shift. Journal of Management Development. 19 (8) : 670-728.
Avery G. (2000), Outsourcing : a Blue Print for Determing to Privatize and How. Public Administration Review. 60 (4) : 330-337.
David, Fred R. (2007), Strategic Management, Pearson Prentice-Hall. Upper Saddle River, New Jersey.
Eisenhardt K. (2005), Agency Theory : An Assesment and Review, Academy of Management Review, 14 (1) : 57-74.
Franceschini F., M. Galettto, A. Pignatelli and M. Varetto (2008), Outsourcing : Guidelines for a Structured Approach, Benchmaking An International Journal, 10 (3) : 246-260.
Grenier I., Giles A., and Belanger J., (2007), Internal versus External Labour Flexibility, a Two-Plant Comparison an Canadian Manufacturing, Industrial Relation, 52 (4) : 683.
Kremic, Tibor ; Oya Icmeli Tukel and Walter O. Rom. (2006), Outsourcing Decision Support : a Survey of Benefits, Risks, and Decision Factors, Supply Chain Management : An International Journal, 11 (6) : 467-482.
Mc Ivor, Ronan (2012), A Practical Framework for Understanding the Out Sourcing Processi, Supply Chain Mangement : An International Journal. 5 (1) : 22-36.
Simmonds, David and Rebecca Gibson (2018), A Model for Outsourcing HRD, Journal of European Industrial, 32 (1) : 4-18.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI