Tujuan diadakannya outsourcing adalah efisiensi guna menghasilkan suatu produk yang berkualitas dan berkuantitas dengan memperkecil resiko, usaha untuk mencapai efisiensi sebenarnya merupakan hal yang dapat dipahami. Secara umum, outsourcing merupakan suatu sistem kerja untuk menghasilkan barang atau jasa yang dilakukan oleh pemberi kerja dengan cara mengalihkan sebagian pekerjaannya kepada pemberi kerja lainnya. Tidak ada batasan mengenai siapa dan kepada siapa outsourcing dapat dilakukan. Demikian pula tidak ada batasan mengenai jenis pekerjaan apa yang dapat dialihkan kepada pihak lain. Asalkan setelah dilakukan suatu analisis manajemen akan dapat memberikan keuntungan baik peningkatan kualitas maupun kuantitas. Dalam hal ini outsourcing harus bermakna outsourcing pekerjaan, bukan out sourcing pekerjaan. Efisiensi merupakan tujuan / sasaran antara dari outsourcing. Dikatakan demikian karena tujuan akhir dari outsourcing adalah adanya peningkatan produktivitas.
Â
     Outsourcing adalah salah satu bentuk dari hubungan kerja. Hubungan kerja adalah hubungan hukum. Hubungan hukum adalah suatu hubungan yang dilakukan oleh subyek hukum mengenai objek hukum yang menimbulkan akibat hukum. Syarat subyek hukum yang melakukan suatu hubungan hukum haruslah "orang". Makna orang dapat merupakan naturlij ke persoon atau bahkan badan hukum. Subyek hukum dalam hubungan kerja adalah majikan dan pekerja. Hubungan antara majikan dan pekerja diwujudkan dalam bentuk adanya "perintah" dari majikan yang berbanding terbalik dengan imbalan dari tealh dilaksanakannya perintah yang berupa "upah dan hak-hak lain menurut hukum".
     Syarat obyek hukum dari suatu hubungan hukum adalah "benda". Di dalam hubungan kerja objek hukum adalah "pekerjaan". Makna pekerjaan adalah sesuatu yang telah dikerjakan dengan mengeluarkan tenaga yang melekat pada diri pekerja untuk menghasilkan barang dan jasa. Dengan demikian pekerja tidak dapat sebagai objek dari suatu hubungan kerja.
2. Â Pengaturan Outsourcing
     Istilah outsourcing tidak ada dalam UU 13/2003. Dasar hukum pengaturan outsourcing adalah pasal 64-pasal 66 jo pasal 1 angka 15 jo pasal 59 UU 13/2003. Istilah outsourcing disebut sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya. Ketentuan pasal 64-pasal 66 UU 13/2003 dijabarkan lebih lanjut dalam Kepmenakertrans No. 10 Tahun 2004 tentang PKWT jo Kepmenakertrans No. 101 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja / Buruh jo Kepmenakertrans No. 220 Tahun 2004 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.
     Berdasarkan ketentuan pasal 64 UU No. 13/2004, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja / buruh yang dibuat secara tertulis. Tidak ada penjelasan resmi dari rumusan pasal 64. Ada dua bentuk perjanjian untuk dapat dilaksanakannya penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan, yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan dan perjanjian penyediaan jasa pekerja / buruh. Dari ketentuan pasal 64 dapat diinterprestasikan adanya dua jenis outsourcing, yaitu "outsourcing pekerjaan" yang mendasarkan pada perjanjian pemborongan pekerjaan dan "outsourcing pekerja" yang didasarkan pada adanya perjanjian penyediaan jasa pekerja.
3. Â Manfaat dan Kerugian Outsourcing
     Dalam perspektif teori hubungan industrial yang berlaku secara umum maka terdapat tiga sudut pandang perspektif menurut Dunlop, yaitu Marxism, Unitarist dan Pluralist (Bray et. al., 2012). Outsourcing apabila dilihat menurut aliran Marxism, outsourcing adalah exploitasi sistem modal. Sementara bagi pluralist, negara seharusnya membuat udang-undang perlindungan tentang outsourcing. Bagi kaum Unitarist, pekerja seharusnya berada di bawah satu manajemen bukan di bawah kekuasaan manajemen lainnya (Ross & Bamber, 2019). Namun demikian bagi Unitarist, yang merupakan teori dasar untuk manajemen, outsourcing adalah salah satu cara untuk menurunkan perselisihan hubungan industrial di tingkat internal perusahaan, karena pekerja di bawah otoritas perusahaan lain.
     Terdapat banyak keuntungan penggunaan outsourcing. Tujuan utama bagi perusahaan menggunakan sistem outsourcing didasarkan pada pertimbangan faktor ekonomi untuk meningkatkan keuntungan (Benson & Ieronimo, 1996). Pada tahun 1955 sampai dengan tahun 1990 tujuan penggunaan outsourcing adalah untuk mendapatkan tenaga kerja murah melalui upah rendah. Setelah tahun 2000, penggunaan outsourcing bertujuan mendukung transformasi perusahaan agar perusahaan dapat konsentrasi pada core bisnisnya (Ponomariov & Kingsley, 2012). Istilah make more by doing less menjadi slogan utama pada manajer pengguna outsourcing.
     Manfaat lain dari outsourcing adalah perusahaan dapat memberikan pelayanan terbaik kepada pekerjanya. Dalam artian, karena struktur organisasi perusahaan semakin ramping dan menyusutnya jumlah pekerja di lingkungan perusahaan, maka perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan pegawainya. Manfaat terakhir dari outsourcing adalah penciptaan lapangan tenaga kerja baru dan agen-agen penyedia tenaga kerja.