Mohon tunggu...
Eduard Salvatore da Silva
Eduard Salvatore da Silva Mohon Tunggu... -

Aku adalah pena dari sang penanya segala sesuatu yang ada di sekitarku. Eduard Salvatore da Silva, lahir di Jakarta, 4 Mei 1991. Pria yang akrab dipanggil Edu ini menyelesaikan pendidikan dasarnya di Jakarta. Saat ini ia sedang menjalani pendidikan sarjananya (S1) di Program Studi Teologi, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, Semester VII, sebagai bagian dari formasi menjadi calon imam Katolik. Penulis terhitung aktif menulis artikel-artikel, berita kegiatan, kisah inspiratif, serta surat pembaca dalam berbagai majalah dan surat kabar (Majalah Mingguan Katolik HIDUP, surat pembaca Koran Suara Pembaruan, Klasika Kompas) dan majalah internal sekolah dan institusi. Penulis juga pernah mengikuti beberapa lomba menulis sejak di bangku Sekolah Menengah Atas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggagas Revolusi Mental di Dunia Pendidikan Indonesia: Rintisan Mendidik Para (Calon) Pendidik

28 September 2015   10:49 Diperbarui: 28 September 2015   12:26 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[15] A. Sudiarja, dkk (ed.), Karya Lengkap Driyarkara: Esai-esai Pemikir yang Terlibat penuh dalam Perjuangan Bangsanya, “Buku Kedua:  Hominisasi dan Humanisasi”, (Jakarta: Gramedia, 2006), hlm. 358.

 [16] Disarikan dari A. Sudiarja, dkk (ed.), Karya Lengkap Driyarkara: Esai-esai Pemikir yang Terlibat penuh dalam Perjuangan Bangsanya, “Buku Kedua:  Hominisasi dan Humanisasi”, hlm. 369-370.

[17] Kutipan ini diambil  penulis sebagaimana tercantum dalam  Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2007), hlm. 18.

[18] Penulis berkaca dari beberapa kisah guru penuh dedikasi di tengah keterbatasan dan impian kesejahteraan yang tak kunjung mendekat. Dikisahkan sosok Lusi Rahmawati, guru kontrak di SDN Gelam I, Desa Karundang, Kecamatan Cipocok Jaya, Kabupaten Serang, Banten, yang diupah Rp. 300.000 per bulan. Upah itu sesungguhnya hanya bisa menutupi ongkosnya pergi mengajar ke sekolah yang membutuhkan uang sekitar Rp. 288.000 per bulan. Kisah ini dilengkapi dengan beberapa kisah guru berdedikasi lain yang dikisahkan dalam artikel “Hidup Guru yang Terus Pinjam Sana-sini” dalam Kompas Cetak, 26 Juli 2007, hlm. 1-2.

[19] Disampaikan dalam Opini Rhenald Kasali, “Guru Inspiratif”, dalam Kompas Cetak, 29 Agustus 2007.

[20] Disarikan dari sambutan M. Arsjad Rasjid P.M. dalam Pengajar Muda, Indonesia Mengajar (Yogyakarta: Penerbit Bentang, 2011), hlm. xvi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun