Mohon tunggu...
Eduard Salvatore da Silva
Eduard Salvatore da Silva Mohon Tunggu... -

Aku adalah pena dari sang penanya segala sesuatu yang ada di sekitarku. Eduard Salvatore da Silva, lahir di Jakarta, 4 Mei 1991. Pria yang akrab dipanggil Edu ini menyelesaikan pendidikan dasarnya di Jakarta. Saat ini ia sedang menjalani pendidikan sarjananya (S1) di Program Studi Teologi, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, Semester VII, sebagai bagian dari formasi menjadi calon imam Katolik. Penulis terhitung aktif menulis artikel-artikel, berita kegiatan, kisah inspiratif, serta surat pembaca dalam berbagai majalah dan surat kabar (Majalah Mingguan Katolik HIDUP, surat pembaca Koran Suara Pembaruan, Klasika Kompas) dan majalah internal sekolah dan institusi. Penulis juga pernah mengikuti beberapa lomba menulis sejak di bangku Sekolah Menengah Atas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggagas Revolusi Mental di Dunia Pendidikan Indonesia: Rintisan Mendidik Para (Calon) Pendidik

28 September 2015   10:49 Diperbarui: 28 September 2015   12:26 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[4] Terminologi dan arah dasar perubahan mentalitas Bangsa Indonesia dipopulerkan oleh Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019, Ir. H. Joko Widodo.

[5] Disarikan dari Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2007), hlm. 18-27.

[6] Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2007), hlm. 37.

[7] Sekolah Keguruan di Indonesia pertama kali didirikan di Solo (1852).

[8] Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2007), hlm. 29.

[9] Mikhael Dua, Kebebasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi: Sebuah Esei Etika, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm 109.

[10] Michael Haralambos, dkk. Sociology Themes and Perspectives - Sixth Edition, (London: HarperCollins Publishers, 2004), hlm.  625.

[11] Data diambil dari artikel Redaksi (A07), “50 Persen Anggaran untuk Guru: Kesejahteraan Perlu Diimbangi Pembangunan Kualitas”, dalam Kompas Cetak, 10 Oktober 2014, hlm 11.

[12] Kesan ini setidaknya tercermin dalam perspektif Lagu Hymne Guru karangan Sartono (1980).

[13] Michael Haralambos, dkk. Sociology Themes and Perspectives - Sixth Edition, hlm.  625.

[14] Disarikan dari Francis X. Wahono, Kapitalisme Pendidikan: Antara Kompetisi dan Keadilan, (Yogyakarta: Insist Press - Cindelaras, 2001), hlm. ii-v.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun