Joe tertawa riang, lalu menengok kiri kanannya dan memperbaiki ekspresi wajahnya agar kelihatan tak berlebihan. Malu dilihat pengunjung warteg.
"Ngerti aja aku lagi makan siang. Kamu lagi ngapain?"
"Masih leyeh-leyeh di tempat tidur, Mas. Nanti jam duaan baru keluar makan siang."
"Tadi malam baru kuperhatikan bahwa telingamu banyak tindikannya ya?"
"Wkwkwk... Biasa aja lagi Mas. Aku pakai anting-anting 8 biji sejak aku memutuskan untuk tidak mau berpasangan lagi."
"Kamu benar-benar nggak mau pacaran lagi gitu?"
"Wkwkwkwk... Ya iyalah. Udah trauma dan kapok. Kalo aku terbuka untuk pacaran, paling-paling aku hanya memakai dua anting-anting. Dan itu nggak mungkinlah."
Ya, dua anting-anting, ulang Joe dalam hati.
Pembicaraan pun terus berlanjut sampai jam makan siang habis. Joe mengantongi telepon genggamnya, membayar makanannya, dan berjalan kembali ke kantor.
Selama beberapa waktu, Joe setiap hari berinteraksi dengan June dan menonton penampilannya di ruang maya. Beberapa kali Joe mengajak June bertemu langsung dan selalu ditolak dengan halus.
Melalui perangkat lunak kencan, Joe berhasil mendapatkan beberapa kencan di dunia nyata. Tetapi tidak ada yang menarik hatinya. Benaknya selalu dipenuhi imaji June. Sampai pada suatu waktu Joe memutuskan cukup sudah usahanya mencari jodoh lewat perangkat lunak. Joe pamit pada June; dia akan menghapus profilnya dan kalau June tidak mau pindah komunikasi ke WhatsApp, berarti inilah komunikasi terakhir bersamanya. June mengucapkan sehat selalu dan semoga Joe mendapatkan jodoh secepatnya. Joe agak kecewa bahwa June teguh pada pendiriannya untuk tidak mau bertemu langsung dengannya di dunia nyata.