Mohon tunggu...
Edi Kusumawati
Edi Kusumawati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dari dua orang putra yang bangga dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga. Tulisan yang lain dapat disimak di http://edikusumawati.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(KCV) Gara-Gara Coklat Palentin, Rusak Susu Seteko

14 Februari 2012   08:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:40 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image from http://3.bp.blogspot.com

[caption id="" align="aligncenter" width="518" caption="image from http://3.bp.blogspot.com"][/caption]

Sontoloyo …capek sekali rasanya hari ini, punya calon mertua kok kerjanya ngerjain orang saja. Beras 25 kilo disuruh mikul sendiri. Mending kalo 1 karung, ini 5 karung disuruh angkut semua sebelum tengah hari. Mana panas begini. Aduh, sayang sekali diriku sudah jatuh cinta sama si Mira, kalo gak sudah kupecat mertua macam begini!” Kata Karno ngedumel sambil ngangkutin karung beras.

“Karno! Apa kamu bilang tadi? Mau pecat saya?”

Ternyata kata-kata Karno didengar sang calon mertua yang kebetulan sedari tadi memperhatikannya memikul beras.

“Gak pak'e. Itu lho si Roni anak tetangga sebelah. Dia nanya kenapa saya pikul beras. Saya jawab daripada di pecat mertua cakep kayak pak'e, mendingan ikut aja maunya” Karno pun ngeles.

“Eh saya masih baik kupingnya. Gak budek ! Ngeles aja kerjaanya. Sana! Jangan malas! Kalau sudah jangan lupa, anterin surat ke warga ya!” Kata laki-laki yang dipanggil "pak'e" tadi sembari menyerahkan beberapa pucuk surat kepada Karno.

“Aduh, Pak RT gimana ini? Kerjaannya nyuruh ini itu, sana sini, payah!” Karno pun masih ngedumel.

“Karno! Apa kamu bilang?” Bentak laki-laki tua yang dipanggil "pak'e" tadi.

“Gak pak'e. Saya bilang pake RT jempolan. Cakep kayak kumpeni!” Sambil berkata Karno pun berlari ke jendela kamar Mira.

“Mir… Mira..!”

“Ada apa Bang!” Terdengar suara Mira dari dalam kamar.

“Bapakmu makan apa hari ini ? Salah makan kali ya. Masak aku disuruh ngangkut beras 5 karung sendirian. Emang gak ada kerjaan apa?”

“Ah Abang, nurutin aja Bang ! Dari pada gak dikawinin entar” Jelas Mira kemudian.

“Halah, anak sama bapak sama saja. Dah sini cium dulu !” Ujar Karno sambil mejulurkan bibirnya ke arah Mira.

Tiba-tiba...byurrrrrr....

“Anak kurang ajar! Sudah dibilangin, kerja dulu baru pacaran!” Sang calon mertua ternyata membuntutinya dari tadi. Segelas air es sudah cukup untuk membuat kepala Karno dingin dan sadar.

“Halah pak'e… cuman cium sebentar aja gak boleh. Kuno!” Teriak Karno sambil berlari.

***

Siang itu Karno lagi termenung di pos ronda dipojok desa. Dia membayangkan nasibnya bila tinggal serumah dengan Mira. Kemungkinan besar pasti akan ditekan terus oleh sang mertua.

“Hei Bang Karno! Melamun aja!”

“Eh sialan kamu Ica, ngagetin aja! Kalo jantungan, gimana coba?” Wajah Karno masih tampak terkaget-kaget.

“Ah Abang ini. Mikirin Mira ya? Jangan dipikirin Bang, mendingan kerja sono. Udah jam berapa ini? Telat ngajar tau rasa nanti!” Kata Ica sambil berlalu darinya.

Sontak Karno tersadar. Gara-gara melamun, ia sampai lupa kalau jam istirahat sudah lewat. “Mati aku, kembali ke sekolah pasti dimarahin Pak Kepsek nih!” Segera saja, Karno memacu sepeda motornya kembali ke sekolah.

Belum juga memakirkan motor, Karno sudah dipanggil Kepala Sekolah.

“Pak Karno! Dipanggil kepsek tuh. Tapi sebelum menghadap ke ruangan saya dulu ya!” Pinta Sinta, bu guru cantik yang baik hati.

Setelah menyisir rambutnya, Karno menuju ruang Bu Sinta. “Ada apa ya bu?”

“Begini Pak Karno, nanti malam boleh gak nemenin saya ke kondangan. Saya gak punya teman nih!”

“Oh, dengan senang hati” Jawab Karno riang. Siapa sih yang nggak mau menemani bu guru yang cantik ini, batin Karno sumringah.

“Kalo begitu, untuk urusan kepsek biar saya yang tangani. Pak Karno langsung saja menuju kelas. Anak-anak sudah menunggu lama.” Ujar Bu Sinta tak kalah riang.

“Asyik.. Baik bu, makasih ya!” Bergegaslah Karno menuju kelasnya.

***

Malam itu Karno terlihat rapih sekali. Setelan jas kusam peninggalan ayahnya dikenakan dengan penuh gaya. Berkali-kali Karno tampak mematut diri di depan cermin. “Wah cakep juga ya aku! Hmm..rasain kamu Mir! Gak dapetin kamu, saya bisa dapetin yang lebih cantik lagi. Daripada mati disiksa mertua seumur hidup, iya gak?” Karno berbicara sendiri dengan bayangannya di cermin.

“Karno, udah jam berapa nih? Ditungguin Bu Sinta, sudah berulang kali telepon nih!” Tiba-tiba ibunya berteriak dari kamar depan.

“Iya Bu! Karno berangkat ya, Bu!” Sambil menyalami ibunya, Karno bersiul-siul dan segera memacu motornya menuju rumah Bu Sinta.

Tak berapa lama, Karno sudah sampai di depan rumah Bu Sinta.

“Malam, Bu! Mari kita pergi!”

“Ah gak jadi saja. Pak Karno sih! Ini sudah jam berapa? Mendingan di rumah saja!”

“Jadi …. Batal nih ceritanya, Bu?”

“Ya batal dong! Malu-maluin datang jam segini. Diketawain orang banyak nanti!” Ujar Bu Sinta agak sewot.

“Lalu saya gimana? Pulang nih?” Tanya Karno bingung.

“Kalo berkenan, temanin saja saya di rumah ya!” Pinta Bu Sinta yang kebetulan tinggal sendirian. Ibu dan bapaknya yang di desa terkenal sebagai pengusaha susu sapi perah itu sedang keluar kota katanya.

"Pucuk dicinta, ulam tiba" Batin Karno. Tapi dasar Karno sok jaim, dia pun pura-pura tidak antusias menanggapi permintaan Bu Sinta.

"Ah, Bu Sinta gak enaklah kalo saya nemanin Bu Sinta disini. Nanti kalo ada yang marah gimana?" Ucap Karno menggoda.

Seperti tahu maksud pembicaraan Karno, Bu Sinta pun menjawab dengan tersipu malu.

"Saya masih jomblo koq, Pak!"

"Yang benar, Bu? Masak orang secantik Bu Sinta tidak punya pacar sih?" Karno seakan tak percaya dengan ucapan Bu Sinta.

"Beneran Pak, gak ada yang mau sama saya kayaknya Pak hehehe" Bu Sinta pun tertawa terkekeh.

"Wah, kalo begitu boleh dong saya sering-sering datang kemari?" Entah darimana datangnya keberanian itu, tiba-tiba saja Karno berani mengutarakan kata-kata itu. Sekilas berkelebat bayangan Mirayang innocent dan juga bapaknya yang suka nyuruh-nyuruh dia.

"Maaf Mir, semua gara-gara bapakmu sih!" Batin Karno getir.

"Silahkan kalo Pak Karno tidak keberatan! Oh ya, masuk dulu Pak. Mau minum apa nih?" Tiba-tiba Bu Sinta ingat kalo dia belum mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah.

"Makasih, Bu! Apa saja asal bikinan Bu Sinta, pasti saya minum" Mulailah Karno ngegombal.

Bu Sinta pun segera berlalu dari hadapan Karno menuju dapur dan tak berapa lama sudah muncul kembali dengan dua gelas teh hangat serta sepiring pisang goreng.

"Mari silahkan diminum Pak! Ini tadi kebetulan ada tetangga yang ngirimin pisang. Daripada tidak kemakan, mendingan saya goreng."

Karno pun segera menyeruput teh hangat di depannya, tak lupa dia ambil pula sepotong pisang goreng yang masih hangat.

"Wah enak koq pisangnya, Bu Sinta jago ya ngolah pisang hehehe"

"Ahh, Pak Karno bisa aja"

Beberapa menit kemudian, mereka berdua mulai terlibat pembicaraan seru. Macam-macam yang mereka bicarakan, mulai dari kegiatan mereka mengajar di sekolah sampai pada kegiatan di rumah sehari-hari jika tidak sedang mengajar.

Berawal dari kejadian malam itu, akhirnya lambat laun Karno mulai meninggalkan Mira pacarnya. Dia mulai lebih perhatian pada Bu Sinta yang tak kalah cantiknya dibanding Mira. Mira pun menyadari perubahan yang terjadi pada diri Karno. Karno yang awalnya sangat tergila-gila padanya, kini mulai jarang kelihatan apel ke rumahnya. Kasak-kusuk pun mulai terdengar di telinga Mira bahwa Karno sekarang sudah "kelain hati". Karno sekarang sudah menjalin hubungan dengan sesama teman guru di sekolah tempatnya mengajar. Dan teman guru itu ternyata anak pengusaha susu sapi perah di desanya. Semua orang di desa juga tahu kalo antara bapak Mira yang saudagar beras dengan bapaknya Sinta yang pengusaha susu sapi perah saling bersaing dalam usaha. Dan sekarang Mira tahu kalo pacarnya justru berpaling pada anak pengusaha susu sapi perah, saingan bapaknya. Mira sakit hati, tapi apa boleh buat Karno sepertinya tak peduli lagi. Hingga suatu hari Mira merencanakan suatu surprise buat Karno. Untuk melancarkan rencananya, sore hari selepas Maghrib, Mira mendatangi rumah Karno.

"Selamat sore Bang, apa kabar?" Tanya Mira sore itu.

"Eh, kamu Mir! Masuk Mir!" Jawab Karno agak sedikit canggung. Karno tidak menduga kalo Mira akan mendatanginya disaat ia tengah berencana untuk ngapel di rumah Bu Sinta yang sekarang sudah resmi dipacarinya.

"Abang sekarang sibuk ya? Makanya jadi jarang lagi main ke rumah Mira. Atau jangan-jangan Abang sudah punya pacar baru ya?" Ujar Mira seolah-olah tak tahu kelakuan Karno yang telah mencampakkan dirinya.

"Ehh...iya, ehh enggak Mir" Karno agak gelagapan. Dia sama sekali tak menyangka kalo Mira akan bertanya demikian.

"Maksudku aku memang sibuk, sebentar lagi murid-muridku akan semesteran." Karno berusaha menetralisir suasana. Dia tak ingin Mira tahu belangnya. Apalagi selama ini ia tidak pernah menyatakan putus dengan Mira.

"Ohh gitu ya. Eh Abang rapi sekali malam ini, hendak pergi ya Bang?"

"Iya Mir, mau ada rapat dengan Kepala Sekolah" Karno mencoba berbohong. Tapi mata Karno tidak mampu menutupi kebohongan itu.

"Kalo gitu Mira pamit ya Bang, eh ini ada sedikit oleh-oleh, mohon diterima ya Bang!" Mira pun menyerahkan sekotak coklat yang tadi dipersiapkan dari rumah.

"Tadi Mira ke kota Bang dan mampir ke suatu toko hendak membelikan oleh-oleh buat Abang. Kata penjualnya ini coklat Palentin."

"Palentin? Apaan tuh Palentin?"

"Mira sendiri gak tahu Bang. Kata penjualnya tadi biasanya dihari Palentin ada kebiasaan memberikan coklat sebagai tanda kasih sayang. Nah karena Mira ingat Abang, makanya Mira belikan coklat itu Bang." Mira berusaha menerangkan.

"Oh jadi coklat ini tanda kasih sayang ya, Mir?"

"Iya Bang, ya sudah Mira pamit ya Bang"

"Ya...hati-hati ya Mir, makasih coklat Palentinnya"

Dalam hati Karno bersorak riang. Kali ini ia bisa apel ke Bu Sinta sambil membawa coklat Palentin. Kata Mira tadi, coklat Palentin adalah tanda kasih sayang. Bu Sinta pasti senang, batin Karno. Dan begitulah, selepas Mira pergi dari rumahnya, Karno pun segera meluncur dengan sepeda motornya ke rumah Bu Sinta sambil membawa bingkisan sekotak coklat Palentin dari Mira.

Di depan rumah, Bu Sinta sudah menyambut kedatangan Karno pacar barunya. Setelah mempersilakan masuk, mereka pun mulai terlibat obrolan seru. Tiba-tiba karno mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong jaketnya. Sekotak coklat yang tadi Mira berikan.

"Apaan nih, coklat ya? Haduh Mas Karno koq repot-repot segala sih!" Bu Sinta tampak senang menerima pemberian coklat dari Karno.

"Gak koq Dik, tadi ada seorang teman ngasih oleh-oleh. Katanya ini bagus kalo diberikan buat orang yang tersayang. Karena Mas sayang sama Dik Sinta, maka coklat ini Mas berikan untuk Dik Sinta. Namanya coklat Palentin."

"Wah makasih ya Mas, kayaknya enak nih kalo dicampurkan ke dalam susu hangat, khan jadinya coklat susu. Ya sudah tak buatkan susunya dulu ya Mas"

Bu Sinta yang anak pengusaha susu itu segera ke dapur memanaskan susu sapi hasil perahan bapaknya. Tak berapa lama Bu Sinta sudah keluar membawa 2 gelas kosong dan satu teko kaca penuh dengan susu yang tampak masih panas. Segeralah ia buka coklat pemberian Karno tadi dan diambilnya beberapa potong kemudian dimasukkan ke dalam gelas kosong tersebut. Selanjutnya ia tuang susu ke dalam gelas itu dan mengaduknya. Sekarang susu dalam gelas itu sudah mulai berwarna kecoklatan. Satu gelas disodorkan ke Karno, dan satu gelas lagi dipegangnya sendiri.

"Ini Mas dicoba, di malam yang dingin begini enak kali minum susu coklat hehehe"

Karno pun menerima segelas susu coklat buatan Bu Sinta, kemudian tanpa pikir panjang meneguknya hingga hampir habis isinya. Begitu pula Bu Sinta ikut meminum susu coklat buatannya tadi hampir setengah gelas. Kemudian mereka pun kembali asyik mengobrol, tapi tak berapa lama Karno merasakan perutnya mulas-mulas. Di susul kemudian Bu Sinta pun mengalami kejadian serupa. Hingga akhirnya mereka berdua hilir mudik bergantian keluar masuk ke kamar mandi.

Sementara itu tak jauh dari rumah Bu Sinta, dua orang perempuan tertawa puas di balik rerimbunan pohon pisang. Mereka tak lain adalah Mira dan Ica sahabatnya. Dari Icalah sebenarnya Mira tahu perselingkuhan yang dilakukan oleh Karno. Akhirnya demi membalaskan sakit hatinya, Mira sengaja membalas dendam dengan mencampur obat pencuci perut ke dalam adonan coklat yang tadi diberikan kepada Karno. Maksudnya sih hanya ingin ditujukan ke Karno, berhubung tadi dilihatnya Karno pergi ke rumah Bu Sinta dan memberikan coklat itu pada Bu Sinta, maka akhirnya keduanya jadi korban coklat Palentin ala Mira itu.

"Rasain kamu Bang, makanya jadi laki-laki jangan hidung belang. Makan tuh coklat Palentin Mira. Gara-gara coklat Palentin, rusak tuh susu seteko hahaha" Mira dan Ica pun tertawa dengan puas.

*****

Kolaborasi Cengengesan ala Edi Kusumawati dan Valentino (No. 40)

Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun