Â
"Tiada apa juga yang perlu dirisaukan dengan ketiga teman kota tinggi [2]mu itu" balasnya sambil terbatuk-batuk kecil karena asap rokok kertas lintingnya yang seperti telah memenuhi seisi ruangan rumah yang berdinding papan kayu tua tersebut. Pernyataan justru kembali menambah ke tidak mengertian ku lagi.
Â
 "Mahasiswa Indrapura,Datuk,bukan kota tinggi" aku berusaha meluruskan ucapannya.
Â
"Ya..dapat kufahami," senyumnya tetap kecut dengan sorot matanya yang tajam menyelidik. Saat ini pandangannya mengarah ke atas langit-langit rumahnya yang beberapa bagian atap rumbianya menjadi tempat cahaya masuk langsung sampai ke lantai papan yang mulai merenggang karena usia pemakaiannya yang sudah lama.
Â
Sepanjang perjalanan kembali kerumah aku tidak habis fikir kenapa dia justru memperbolehkan kami pergi. Setahuku saat sedekah laut berlangsung, apapun aktifitas yang mengarah kelaut sangat terlarang secara adat.
Â
Apakah senyum misterinya justru ia sangat mengharapkan aku.. juga akan seperti ayah dan adikku yang belum kembali sampai dengan saat ini? bisikku dalam hati. Terbuktilah pembicaraan orang, akan keinginan orang misterius didepanku ini yang selalu ingin mendapatkan kesempatan kembali merebut hati Tanjung Buih dengan berbagai cara.
Â