Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Mati (2. Liburan 3 Anak Kota)

29 Januari 2022   16:21 Diperbarui: 29 Januari 2022   16:26 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Jantungku terasa berdetak kencang. Terutama saat memperhatikan Dewi, gadis cantik dengan senyum lebarnya yang tampak sumringah alami. Sedikit sapuan lipstik tipis merah muda dibibirnya. Kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Sesekali dibetulkan rambutnya yang tampak tebal tersapu angin menutupi sebagian wajahnya yang tampak tenang dan dengan mata yang terlihat teduh. Komunikasinya sepertinya sangat nyambung dan tanpa sekat. Seperti seorang emak dan anak gadis manjanya yang telah lama tidak bertemu. Rasanya aku tidak ingin menganggu sedetikpun saat mereka sedang bercengkrama intim. Senyum gembira tidak lepas dari dua perempuan beda usia yang sangat banyak kemiripannya terutama postur tubuh serta gestur terutama saat berbicara dan berjalan.

 

  Rasa iriku muncul. Ingin rasanya aku yang menggantikan tempat emak saat itu. Aku sangat mengharapkan kesempatan itu terjadi. Wanita cantik yang sepertinya didatangkan khusus untukku, fikirku dalam hati.

 

"Beristirahatlah lebih lama disini dan Emak sangat senang sekali, Nak!" Emak dengan telaten seperti membujuk Dewi. Tangan emak juga terlihat tanpa segan mengelus-elus rambut Dewi dengan rasa sayang. Sepertinya emak sangat merindukan kakak perempuanku yang belum kembali sampai dengan saat ini. Kelihatan ia juga seperti tidak rela ketiga tamuku ini segera pergi dari rumah. Ia meyakinkan bahwa tidak ada masalah jika ketiga tamu ini menunggu dirumah kami sampai acara adat selesai dilaksanakan.

 

 "Tidak apa-apa,Mak. Hari ini kami tetap pergi. Semoga urusan kami dimudahkan" Fithar menyela sambil menatap emak meyakinkan. Ia seperti kembali berusaha meyakinkan emak yang tampak khawatir dari raut wajah emak yang tidak bisa disembunyikannya. Tetapi emak masih berusaha untuk tersenyum, meski aku tahu sekali seorang Tanjung Buih bahwa itu suatu ekspresi yang dipaksakannya. Kemudian ia kembali menatap Dewi. Agak lama dan dielusnya kembali rambut Dewi pelan. Seperti seseorang yang tidak rela harus segera berpisah setelah lama tidak bertemu.

 

 "Hati-hati membawa tamu kita ini ya Dewa" pinta emak kepadaku karena sepertinya ia luluh tiada kuasa untuk menahan tamuku lebih lama. Tambahan lagi Datuk Emran juga telah mengizinkannya.  Tambahan, emak tidak tahu lagi untuk mencari cara agar tamu-tamu tersebut untuk dapat bertahan menunggu lebih lama.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun